Dae Gil mendapati Golsa tergeletak pingsan berlumuran darah di lantai sementara Dam Seo tengah memegang pedang dalam posisi hendak menusukka...

Dae Gil mendapati Golsa tergeletak pingsan berlumuran darah di lantai sementara Dam Seo tengah memegang pedang dalam posisi hendak menusukkannya pada Golsa. Dam Seo hampir saja menancapkan pedangnya pada Golsa tapi Dae Gil cepat-cepat menghalaunya dengan pedangnya sendiri.

Tiba-tiba mereka mendengar suara Yeon Hwa memanggil ayahnya. Dae Gil cepat-cepat menyuruh Dam Seo pergi sekarang sebelum dia ketahuan Yeon Hwa. Setelah Dam Seo keluar lewat jendela, Dae Gil berusaha membangkitkan Golsa yang saat itu tengah sekarat. Golsa tiba-tiba batuk darah dan cipratannya mengenai bajunya Dae Gil.




Yeon Hwa masuk saat itu tapi Golsa sudah meninggal dunia. Yeon Hwa langsung salah paham mengira Dae Gil lah yang telah membunuh ayahnya. Dae Gil berusaha membela diri dan menjelaskan bahwa bukan dia pembunuhnya, tapi Yeon Hwa tidak percaya bahkan menyuruh anak buahnya untuk menangkap Dae Gil.


Dae Gil langsung melarikan diri. Dae Gil melupakan pedang yang dijatuhkannya saat dia melarikan diri dan saat Yeon Hwa melihat pedang itu, keyakinannya bahwa Dae Gil adalah pembunuh ayahnya menjadi semakin kuat. Polisi tiba tak lama kemudian dan Yeon Hwa memberitahu polisi bahwa pembunuh ayahnya adalah Dae Gil.


Para pedagang yang awalnya ingin mendukung Dae Gil, sekarang mulai meragukan Dae Gil. Mereka curiga ada motif lain yang Dae Gil inginkan selain mengambil alih semua kasino. Mengingat Hantu ke-6 mati begitu Dae Gil mengambil alih kasinonya, mereka jadi curiga jangan-jangan sekarang Golsa juga mati.

Menjawab dugaan mereka, seorang pedagang lain terburu-buru datang untuk mengabarkan kalau Golsa sudah meninggal dunia. In Jwa datang tak lama kemudian dan langsung menyatakan kecurigaannya bahwa pembunuh Golsa adalah Dae Gil dan membuat Dae Gil seolah dia adalah seorang pembunuh keji yang sebentar lagi akan ditangkap atas tuduhan pembunuhan.

Dengan matinya Golsa dan karena putrinya Golsa tidak punya pengalaman apapun, maka sekarang hanya In Jwa seorang yang mampu mengelola Mapo. Karena itulah, In Jwa mengancam mereka semua untuk berbalik mendukungnya atau mereka akan mati.


Di istana, Pangeran Yeoning terlambat menghadiri rapat pagi. Dan saat dia tiba, Putra Mahkota Yoon memberitahunya kalau rapat pagi sudah selesai. Pangeran Yeoning langsung bertanya bagaimana hasil rapat tentang aturan larangan bagi pedagang kecil.

"Aturan larangan itu... aku sudah menyuruhmu untuk memberikanku bukti" ujar Raja

"Bukti itu sudah saya serahkan pada Kim Chang Jib"

Chang Jib membenarkan kalau dia memang menerima buku keuangan yang berisi daftar korupsi pedagang dan para menteri tersebut. Tapi dia mengklaim kalau bukti yang tertulis dalam buku itu tidak memiliki nilai yang kuat dan karenanya memutuskan untuk membakar buku itu. Merasa terkhianati, Pangeran Yeoning langsung menatapnya dengan penuh amarah.


Begitu rapat selesai dan semua menteri keluar, Pangeran Yeoning langsung mengkonfrontasi Chang Jib dan menuntut apa sebenarnya alasan Chang Jib melakukan itu. Chang Jib mengklaim bahwa dia melakukan ini demi kebaikan Pangeran Yeoning sendiri "Pangeran adalah pilar faksi Noron. Anda tidak boleh terjatuh hanya karena masalah aturan larangan pedagang kecil"

"Kau mencegahku... demi kebaikan? Bukankah itu terlalu bertentangan?"

Chang Jib memberitahu Pangeran Yeoning bahwa menghapus aturan larangan berdagang bagi pedagang kecil, tidak akan membuat faksi Soron langsung hancur. Penghapusan larangan itu tidak akan bisa membuat iblis seperti In Jwa masuk penjara. Jika begitu, maka Pangeran Yeoning sendiri lah yang akan terluka pada akhirnya.

Episode 13-1  Baek Dae Gil menemui Yeon Hwa dan berkata kalau Gol Sa akan mati ditangannya. Mendengar hal itu, Yeon Hwa mulai terlihat taku...

Episode 13-1
 Baek Dae Gil menemui Yeon Hwa dan berkata kalau Gol Sa akan mati ditangannya. Mendengar hal itu, Yeon Hwa mulai terlihat takut, karena dia sudah mendengar bagaimana sepak terjang Dae Gil selama ini. Mulai dari Dae Gil yang berkeliling ke tempat perjudian dengan menggunakan topeng Sarjana Baek Myun sampai Bae Dae Gil yang berhasil membunuh Iblis ke-6. Namun Yeon Hwa tetap berpendapat kalau Dae Gil tidak akan bisa mengalahkan In Jwa.



Dae Gil menjawab kalau dia memang harus menghadapi In Jwa, walau selama ini dia selalu kalah dari In Jwa. “Jika bukan aku, tidak akan ada yang berubah. Aku tahu perasaanmu demi menyelamatkan ayahmu. Tapi kau tidak akan bisa melakukan itu  hanya dengan duduk saja seperti itu. Ketahuilah, Jika kau tidak bertindak,  tidak akan ada yang berubah. Tidak satupun...,” ucap Dae Gil dan pergi. Saat sendirian, Yeon Hwa terlihat mulai ketakutan.


Keluar dari rumah gisaeng, Dae Gil melihat Seol Rim menunggunya. Saat melihat Dae Gil, Seol Rim langsung teringat pada apa yang Hwang Gu katakan padanya.


“Baek Ho Dae Sal... Dari semua bintang, bintangmulah yang  sangat mengerikanKau hanya punya 2 pilihan. Salah satunya adalah pergi dari sini  dan hidup sendirian. Ini cara yang paling mudah karena nasib burukmu tidak akan berdampak kepada siapapun. Cara lainnya adalah, membunuh orang yang kau cintai.”


Mengingat ucapan Hwang Gu, membuat Seol Rim terdiam sehingga Dae Gil langsung bertanya apa sudah terjadi sesuatu? dan Seol Rim menjawab tidak. Dae Gil kemudian menghela nafas dan berkata kalau anak Gol Sa adalah seorang wanita.


Hwang Gu menemui Yeon Hwa dan bertanya apa dia merasa tidak yakin kalau sekarang sudah bertemu dengan Baek Dae Gil? Yeon Hwa terdiam di tanya seperti itu. Hwang Gu lalu duduk di depan Yeon Hwa dan bertanya apa dia harus menceritakan cerita lucu untuk Yeon Hwa.

“Bintang Baek Dae Gil menunjukkan kalau dia dilahirkan dari kalangan Kerajaan. Kau memiliki pengetahuan soal perbintangan. Kau pasti tidak mengalami kesulitan dalam mengartikan perkataanku,” ucap Hwang Gu dan Yeon Hwa hanya diam.


Dae Gil, Seol Rim dan pangeran Yeoning melakukan rapat tentang rencana mereka selanjutnya. Dae Gil berkata kalau dia sudah berusaha membujuk Yeon Hwa, tapi tidak berhasil. Pangeran Yeoning mengerti dengan apa yang Yeon Hwa lakukan, dia bersedia disandera untuk melindungi ayahnya. Namun Dae Gil berpendapat kalau semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya, karena Yeon Hwa tidak pernah masuk ke dalam rencana untuk menghancurkan Gol Sa.

“Kita akan menangkap Gol Sa besok,” ucap Dae Gil dan Pangeran Yeoning berkata kalau hal itu tidak akan mudah, karena Gol Sa adalah orang yang kuat. Seol Rim setuju dengan pendapat Pangeran Yeoning. Dae Gil menjawab kalau semua itu tidak akan susah, jika Pangeran Yeoning ikut membantu. Dia ingin Pangeran meminta pejabat di Inspektoral jendral untuk menahan pasukan yang dimiliki Gol Sa, sehingga Dae Gil bisa bermain dengan Gol Sa.

Episode 12 - 1 Dae Gil shock melihat kedatangan Seol Im, dia lebih heran lagi saat mendengar Hantu ke-6 menyebut Seol Im anak buahnya Algoj...

Episode 12 - 1
Dae Gil shock melihat kedatangan Seol Im, dia lebih heran lagi saat mendengar Hantu ke-6 menyebut Seol Im anak buahnya Algojo. Tapi Seol Im sendiri tampak santai-santai saja bertemu dengannya. Bahkan saat Hantu-6 menyentuhnya sambil mengancamnya, Seol Im langsung menepis tangannya dan memberitahunya sebuah pesan dari tuanya si algojo.




"Bahkan sekalipun kau kehilangan segalanya, setidaknya pertahankan nyawamu," itulah pesan Algojo.

Hantu ke-6 menolak diperlakukan seperti itu dan menyuruh Seol Im pergi saja. Seol Im tidak mau dan langsung duduk di belakang Hantu ke-6 sambil bersikeras bahwa dia mendapat perintah dari tuannya untuk memastikan Hantu ke-6 tetap hidup.


Dae Gil menarik lengan Seol Im agar mereka bisa bicara berdua di luar tapi Seol Im langsung menampik tangannya "Seol Im yang pernah kau kenal, sekarang sudah tidak ada lagi. Sekarang aku adalah milik Algojo."


In Jwa datang tak lama kemudian untuk menyaksikan permainan mereka. Sebelum permainan dimulai, Dae Gil mempertaruhkan surat-surat kepemilikan kasino yang diambilnya dari In Jwa, semua dokumen itu menunjukkan bahwa 12 kasino milik In Jwa seharga 10.000 nyang.


"Selain itu, aku akan mempertaruhkan nyawaku."

"Kau terlihat sangat percaya diri. Lalu, apa yang harus kupertaruhkan?"

"Kepemilikan kasinomu ini... dan nyawamu."

Hantu ke-6 setuju. In Jwa menyela mereka dan mengusulkan agar para penonton juga ikut bersenang-senang dengan bertaruh akan siapa yang nantinya akan menang. Para penonton langsung mempertaruhkan uang-uang mereka untuk Hantu ke-6 dan tidak ada satupun yang bertaruh untuk Dae Gil.


Tapi kemudian, anak-anak buahnya In Jwa mengeluarkan dua buah peti besar yang penuh berisi emas batangan dan uang koin yang jika semuanya ditotal jumlahnya 5.000 nyang. Dan dia mempertaruhkan semua itu untuk Dae Gil. Permainan pun akhirnya dimulai.


Pangeran Yeoning masuk ke ruang dokumen tapi disana dia mendapati Jin Ki sudah menunggunya bahkan tahu apa yang Pangeran Yeoning cari di tempat ini lalu dengan santainya melemparkan beberapa surat kontrak perbudakan padanya.


"Hwang Jin Ki."

"Ow, seseorang yang begitu penting seperti anda, tahu siapa saya. Saya merasa terhormat."

"Kau dulu prajurit militer. Sekarang, kau menjadi anjingnya Yi In Jwa."

Jin Ki langsung tersinggung mendengarnya bahkan langsung mengeluarkan pedangnya. Pangeran Yeoning sontak ketakutan dan langsung mundur dan menutup pintu ruangan itu kembali. Dari dalam, Jin Ki memperingatkan Pangeran untuk segera membuka pintunya atau jika tidak maka dia akan mendobraknya.


Pangeran Yeoning bingung harus bagaimana. Tapi tepat saat itu juga, dia melihat dua buah guci minyak tanah. Dia mengambilnya lalu membuka pintunya sedikit dan menawarkan sejumlah uang pada Jin Ki asalkan Jin Ki membantunya mengangkut semua dokumen di ruangan itu. Jin Ki cuma menatapnya dengan kening berkerut.

"Kenapa? Tidak mau?"

"Apa yang sedang kau rencanakan?"

"Kurasa itu artinya tidak. Kalau begitu tidak ada yang bisa kulakukan,"

Episode Part 11-1 Baek Dae Gil mendatangi In Jwa dan berkata kalau dia akan menghancurkan semua rumah judi yang ada di Hanyang. Karena Dae ...

Episode Part 11-1
Baek Dae Gil mendatangi In Jwa dan berkata kalau dia akan menghancurkan semua rumah judi yang ada di Hanyang. Karena Dae Gil mengancam dirinya, In Jwa pun bertanya apa sekarang Dae Gil sudah menjadi Harimau. Dengan santai Dae Gil menjawab kalau dia adalah manusia, jadi kenapa dia harus menjadi seekor binatang.

In Jwa bertanya lagi apa sekarang Dae Gil ingin melawannya, dengan senyuman tipis diwajahnya, Dae Gil menjawab kalau dia akan memotong lengan dan kaki In Jwa, setelah itu dia baru akan memenggal kepala In Jwa.


“Haruskah kita membuat taruhan? Apakah aku bisa melakukannya atau tidak? “ tantang Dae Gil dan kita diperlihatkan sekilas pada Che Gun, yang masih duduk diam di dalam rumahnya, namun dia seperti sedang memikirkan sesuatu.

In Jwa lalu bertanya darimana Dae Gil mendapatkan topeng yang dulu sering In Jwa kenakan. Dae Gil hanya menjawab kalau In Jwa tahu siapa musuhnya, maka dia akan menang.


Para pedagang yang lain langsung ketakutan dan mohon ampun pada In Jwa. Dengan penuh amarah In Jwa bertanya siapa lagi diantara mereka yang ...

Para pedagang yang lain langsung ketakutan dan mohon ampun pada In Jwa. Dengan penuh amarah In Jwa bertanya siapa lagi diantara mereka yang ingin menghinanya dan mengkhianatinya.




Keesokan harinya, Pangeran Yeoning mendapat laporan dari pengawalnya bahwa Heo Baek Ki semalam masuk ke rumah gisaeng tapi sejak itu dia tidak kelihatan lagi dan dari keterangan beberapa saksi, kabarnya In Jwa ada di sana waktu itu.


Yakin kalau In Jwa sudah membunuhnya, Pangeran Yeoning membawa rombongan anak buahnya ke rumah gisaeng. Setibanya disana, mereka disambut oleh Hwang Gu yang tampak tegang melihat kedatangan pangeran.


Sementara anak-anak buahnya berpencar, Pangeran Yeoning masuk ke salah satu ruang pertemuan yang merupakan tempat pertemuan para pedagang dan In Jwa semalam. Tapi tentu saja ruangan itu sudah kosong sekarang.

Pangeran duduk di ujung meja dan mulai membayangkan kronologis kejadian pembunuhan itu hingga akhirnya dia menyadari Baek Ki kemungkinan di bunuh saat dia hendak pergi.


Yakin akan menemukan jejak darah di celah pintu, Pangeran Yeoning langsung menyiram celah pintu dengan air cuka dan sedetik kemudian, noda darah yang awalnya sudah dihapus itu langsung muncul.


In Jwa dengan cepat mendapat kabar tentang investigasi yang dilakukan Pangeran Yeoning. Moo Myung yakin kalau pangeran tidak akan tinggal diam begitu saja. Tapi yang In Jwa khawatirkan bukan pangeran, melainkan raja.


Setelah mendapatkan bukti itu, Pangeran Yeoning langsung melaporkanya pada raja dan memberitahu raja bahwa pelakunya tak lain tak bukan adalah guru baduk Putra Mahkota Yoon, Yi In Jwa. Keyakinannya akan pelaku didasarkan pada sifat In Jwa yang dikenal suka menyuap para pejabat.

"Mereka yang mengejar uang, jauh lebih cepat dalam memperhatikan pergerakan kekuasaan. Satu hari mereka memberi uang pada faksi Soron, lalu bagaimana bisa mereka memberi uang pada faksi Noron di hari berikutnya?"

Raja yakin sekali bahwa apa yang dilakukan para pedagang adalah karena mereka yakin bahwa kekuasaan besar sekarang mulai teralih ke arah Pangeran Yeoning.


Tapi tiba-tiba raja tampak mulai cemas saat dia menyadari korban yang katanya dibunuh In Jwa itu adalah kepala pedagang. Pangeran Yeoning meminta izin raja untuk menyelidiki masalah ini apalagi sampai saat ini dia belum menemukan mayat korban. Tapi anehnya, raja malah melarangnya dengan alasan pejabat tinggi tidak perlu menyelidiki pembunuhan rakyat biasa.


Dae Gil melampiaskan sedih dan sakit hatinya dengan mengampak kayu-kayu bakar dengan penuh amarah. Musim demi musim terus berganti hingga pada musim semi tahun berikutnya, kemampuan Dae Gil meningkat pesat dan sudah bisa memotong kelopak bunga yang melayang di udara. Dia juga berhasil memanah tepat di tengah lubang koin nyang.


Ujian berikutnya, dia berdiri di tengah-tengah sungai air terjun dengan mata tertutup sementara Che Gun berlarian mengelilinginya sambil menembakkan beberapa anak panah tepat ke arahnya. Dengan berbekal kemampuan pendengarannya yang sekarang semakin tajam, Dae Gil berhasil memotong semua anak panah yang ditembakkan padanya ditengah gemerisik suara air terjun. Dia bahkan berhasil menangkap anak panah terakhir tepat sebelum anak panah itu menancap ke matanya.


Setelah selesai, mereka makan bersama dimana Che Gun mengaku bahwa alasannya mau menjadikan Dae Gil sebagai muridnya adalah karena Dae Gil mirip seseorang yang dikenalnya. Che Gun bertemu orang itu saat dia masih muda sekitar seumuran Dae Gil sekarang. Che Gun berkata kalau orang itu seperti harimau dan mereka selalu bersama melewati berbagai cobaan hidup dan mati.

"Kau sangat mirip orang itu"

"Oh, dia pasti orang yang sangat hebat dan tampan"

"Dia raja harimau, raja gunung, dia penguasa gunung"

"Aku juga akan menjadi seperti itu. Raja harimau, raja gunung. Harimau yang hebat"

Che Gun tersenyum mendengarnya. Dia mendukung hal itu dan karena sekarang kemampuan Dae Gil sudah sangat baik, dia menyuruh Dae Gil untuk turun gunung sekarang.


Dengan agak canggung dan suara agak bergetar karena sedih, Che Gun mengantarkan Dae Gil keluar sambil menasehatinya untuk makan dengan baik, jangan berkelahi dengan orang lain dan selalu waspada setiap saat. Dae Gil bersujud hormat padanya dan berjanji tidak akan pernah melupakan bantuan Che Gun dan akan menjalani hidupnya demi Che Gun.


"Terima kasih, guru. Terima kasih banyak" tangis Dae Gil.

Che Gun memprotes air matanya dan menyuruh Dae Gil pergi sekarang juga. Padahal setelah Dae Gil pergi, Che Gun juga terisak sedih.


In Jwa sedang menikmati indahnya bunga-bunga saat Hwang Gu datang dan memberitahunya bahwa dia tak mampu meramal Dae Gil dengan kemampuan mistisnya. Hwang Gu berkata bahwa jiwa Dae Gil sangat kuat dan karena itulah dia tidak mampu meramalnya.


Hong Mae muncul tak lama kemudian dan memberitahu In Jwa bahwa dia sudah mengumpulkan orang-orang berperangai buruk.


Di suatu kedai, seorang pria sedang makan seorang diri sementara di sebelahnya beberapa pria sedang asyik berkumpul dan berjudi. Pria itu lalu ikut bermain tapi dia kalah terus. Lawan-lawan mainnya, diam-diam bermain curang dengan saling bertukar kartu.

Sayangnya mereka tidak tahu kalau pria itu punya kemampuan pendengaran yang sangat baik. Dan dari kemampuan itulah, dia mengetahui kecurangan lawan-lawan mainnya. Kesal, dia langsung memelintir tangan salah satu lawannya hingga kartu-kartu yang disembunyikannya di lengannya, berjatuhan. Tak tanggung-tanggung, dia juga langsung menusuk kaki lawannya yang satunya dimana dia menyembunyikan kartunya di celana.


Siapakah pria itu?... Hong Mae memperkenalkannya sebagai Algojo Hwanghae (Kim Sung Oh). Seseorang yang mampu mendengarkan suara paling pelan sekalipun.


Beberapa prajurit menerobos masuk ke rumah salah satu rumah pejabat, langkah mereka kemudian diikuti oleh seorang pria yang datang dengan membawa lencana kerajaan dan melabrak si pejabat dan menuduh si pejabat menyembunyikan beras padahal rakyat bisa menderita kelaparan karena kekeringan.

Anak-anak buahnya lalu membawa beberapa karung beras yang dia klaim sebagai pajak negara. Saat si pejabat memprotesnya dan menuntut pria itu untuk memperlihatkan perintah kerajaan. Seketika itu pula, muncul seorang pria lain yang mengklaim bahwa dia datang dengan membawa perintah kerajaan yang dilengkapi dengan stempel kerajaan. Jadilah pria itu sukses mengangkut semua beras si pejabat.


Tapi apakah pria itu benar-benar seorang pejabat asli?... Hong Mae memperkenalkannya sebagai Gol Sa, penipu terbaik Joseon. Seseorang yang bisa memalsukan segala hal di dunia ini dan pintar dalam permainan kartu.


Pria yang perangainya paling buruk adalah Hantu ke-6 yang sangat brutal dan selalu berhasil dalam permainan dadu. Dan saat dia dituduh berbuat curang, Hantu ke-6 langsung murka dan mengancam lawan mainnya dengan kapak. Tapi yang membuat Hong Mae penasaran, kenapa In Jwa mengumpulkan ketiga pria itu.


Ketiga pria itu sudah berkumpul di kasinonya Hong Mae. In Jwa muncul tak lama kemudian dan menyapa mereka bertiga dengan akrab. Ketiga pria itu memang mengenal In Jwa yang mereka kenal sebagai sarjana Baek Myun. Alasan In Jwa memanggil mereka bertiga kemari adalah ada seseorang yang belakangan ini berjudi di kasinonya dan selalu menang.


Dan orang itu ternyata Dae Gil yang sekarang penampilannya lebih rapi dan lebih mirip bangsawan. Dengan hanya memperhatikan lawan-lawannya, Dae Gil bisa tahu kartu-kartu apa saja yang mereka pegang. Dia bisa tahu kalau mereka bekerja sama untuk melakukan kecurangan.


Tapi dia mampu mengalahkan kecurangan mereka, mengambil uang mereka lalu mengakhiri permainannya dengan memperlihatkan topeng putih. Topeng yang sama persis dengan topeng yang dulu In Jwa gunakan dalam samarannya sebagai Sarjana Baek Myun.


In Jwa memberitahu ketiga pria bahwa si penjudi itu sudah berhasil meraup banyak uang dari berbagai kasinonya yang tersebar di berbagai daerah. Dan setiap kali dia datang, dia selalu mengenakan topeng putih. In Jwa yakin kalau si penjudi itu akan segera datang ke Hanyang sebentar lagi.

Hantu ke-6 tertawa mendengar itu. Jadi apakah sekarang In Jwa mengumpulkan mereka bertiga di sini, karena dia takut pada si penjudi itu. Apakah In Jwa yang dulu pemangsa, sekarang menjadi mangsa. In Jwa memberitahu mereka bahwa si penjudi itu adalah Dae Gil, putra dari Baek Man Geum.


Si penjudi bertopeng putih itu akhirnya tiba di meja judi dimana In Jwa dan ketiga pria sudah menunggunya.



Sementara di tempat lain, ada seorang penjudi lain yang sama-sama memakai topeng putih. Dia masuk ke rumah gisaeng dimana para pria sedang mempertaruhkan uang-uang mereka dalam sebuah permainan judi yang dimainkan para gisaeng. Si penjudi bertopeng putih juga ikut bertaruh. Tak tanggung-tanggung, dia mempertaruhkan uang dalam jumlah besar.

Si penjudi bertopeng putih kalah dalam taruhannya tapi dia tidak peduli karena yang dia perhatikan bukan permainan judi para gisaeng, melainkan seorang kakek tua yang sedang duduk sendirian dan sedari tadi memperhatikannya dengan gelisah.


Saat si penjudi bertopeng putih itu mendekatinya, kakek itu bertanya "Apa kau datang untuk menangkapku, Sarjana Baek Myun?"


Sementara itu di kasinonya In Jwa, Algojo menarik paksa topeng putih si penjudi dan memperlihatkan wajah Dae Gil. Hmm... lalu siapakah si penjudi bertopeng putih yang ada di rumah gisaeng?


Si penjudi itu melepas sendiri topengnya dan ternyata dia adalah Pangeran Yeoning "Saya adalah anjing pemburu yang akan mengoyak leher Yi In Jwa"

"Kenapa anjing pemburu malah mengenakan topeng Sarjana Baek Myun?"

"Saya mencari anda tapi saya tidak tahu wajah anda. Saya pikir jika saya mengenakan topeng ini, anda pasti akan mengenali saya"

"Kenapa kau mencariku?"

"Saya berencana untuk menghancurkan semuanya hari ini, Sarjana Baek Myun... Yi In Jwa"


Gol Sa bertanya-tanya apa tujuan Dae Gil datang kemari. Dae Gil dengan santainya berkata kalau dia datang untuk menghancurkan kasino ini, bahkan dia berencana untuk menghancurkan semua kasino yang ada di Hanyang.

"Baek Dae Gil, apa kau sudah menjadi seekor harimau sekarang?" tanya In Jwa

"Kenapa manusia menjadi hewan? Aku hanya seorang manusia"

"Jadi, kau berencana untuk menghancurkanku?"


"Mulai sekarang, aku akan memotong kaki dan tanganmu lalu setelah itu aku akan memenggal lehermu, mau bertaruh? Apakah aku akan bisa melakukannya atau tidak?"

Dari kutudrama.com (ini hanya copas dari kutudrama karena web postingan muncul peringatan berbahaya)

in Ki hampir saja menyerang Dae Gil tapi Che Gun muncul saat itu juga dengan kecepatan kilat dan berhasil menghalau pedang Jin Ki. "S...

in Ki hampir saja menyerang Dae Gil tapi Che Gun muncul saat itu juga dengan kecepatan kilat dan berhasil menghalau pedang Jin Ki.

"Seharusnya kau berada di Euigeumbu, nak. Sedang apa kau disini?"

Jin Ki langsung mendengus sinis mendengarnya "Apa aku masih kelihatan masih seperti anak kecil bagimu?"




Che Gun menyuruh Dae Gil pergi saja sekarang. Dae Gil ragu tapi Che Gun terus memaksanya. Dae Gil akhirnya menurut tapi sebelum pergi dengan memberitahu Jin Ki untuk selamat dari pertarungannya dengan Che Gun ini agar mereka bisa bertarung lagi di lain waktu. Begitu Dae Gil pergi, Che Gun dan Jin Ki langsung menghunus pedang pada satu sama lain.


In Jwa memanggil Hong Mae lalu memberinya sebuah hanbok serba hitam dan menyuruh Hong Mae untuk pergi ke Seosomun dan menemui Hantu ke-6. Walaupun agak bingung dengan perintah In Jwa tapi kemudian dia pergi menemui orang yang dimaksud In Jwa.


Che Gun dan Jin Ki masih bertarung dengan sengit sampai akhirnya Che Gun berhasil melukai Jin Ki. Tepat saat itu juga, mereka mendengar kedatangan para prajurit. Terpaksalah pertarungan mereka harus ditunda dulu sekarang.


Pangeran Yeoning membawa Dam Seo ke hutan. Saat dia membaringkan Dam Seo di tempat yang cukup aman, dia malah mendengar Dam Seo menggumamkan nama Dae Gil. Pangeran Yeoning tampak agak sedih mendengar gumaman Dam Seo.


Dam Seo terbangun tak lama kemudian dan langsung menuntut apa yang sebenarnya terjadi? Dan kenapa dia berada di hutan ini? Dia hendak bangkit tapi Pangeran Yeoning melarangnya bangun dan bersikeras menyuruhnya untuk berbaring saja dan menghangatkan dirinya di api unggun.

Pangeran Yeoning ingin melihat luka Dam Seo agar dia bisa mengobatinya tapi Dam Seo malah mundur menjauhinya. Dam Seo tidak nyaman dengan perhatian pangeran padanya dan karenanya dia meminta pangeran untuk mengacuhkannya saja dan meninggalkannya sendiri.

"Kenapa?"

"Karena kita adalah musuh."


Dam Seo ingin pergi tapi lagi-lagi Pangeran Yeoning melarangnya dan menggunakan kekuasaannya sebagai pangeran untuk membuat Dam Seo tetap tinggal. Saat hal itu juga belum berhasil membuat Dam Seo menurut, Pangeran Yeoning akhirnya mencengkeram tangan Dam Seo dan menariknya untuk duduk kembali.

Dia mengingatkan Dam Seo bahwa pendarahannya cukup parah dan bisa saja membuatnya pingsan, kalau sampai dia berkeliaran di hutan dengan tubuh bau darah maka bisa saja akan ada serigala yang menerkamnya. Dan bahkan sekalipun dia berhasil keluar dengan selamat dari hutan tapi akan ada prajurit yang menunggunya di luar hutan.

Pangeran Yeoning langsung beranjak pergi sebentar dan menyuruh Dam Seo untuk istirahat saja sekarang. Tapi kali ini Dam Seo lah yang mencegahnya pergi "Tolong hentikan. Apapun yang ingin anda lakukan, tolong jangan lakukan"

Pangeran Yeoning memberitahunya bahwa dia hanya akan pergi sebentar mencari tumbuhan obat dan saat itulah Dam Seo akhirnya melepaskan tangannya dan membiarkan pangeran pergi.


Di tengah jalan, Pangeran Yeoning dihadang Dae Gil yang kemudian melemparkan seikat daun eceng gondok. Dae Gil memberitahu pangeran bahwa daun itu sangat baik untuk menyembuhkan luka. Pangeran Yeoning heran kenapa Dae Gil tidak memberikannya sendiri saja pada Dam Seo.

"Kenapa? Apa harga dirimu terluka?" sindir Dae Gil.

Pangeran Yeoning langsung memprotes nada bicara Dae Gil yang tidak sopan padanya. Dae Gil dengan santainya berkata bahwa dia bersikap seperti ini pada pangeran karena pangeran jelas kelihatan lebih muda darinya.

"Apa?" protes Pangeran Yeoning

"Kau tidak punya teman yah? Karena itulah kau tidak punya teman."

Tidak terima dengan ejekan Dae Gil, Pangeran Yeoning mengklaim kalau dia tidak punya teman karena dia seorang pangeran. Mendengar itu, Dae Gil langsung menawarkan dirinya untuk menjadi teman pangeran. Tapi Pangeran Yeoning dengan kesalnya berkata kalau dia tidak butuh teman seperti Dae Gil. Terserah saja, Dae Gil tidak peduli dengan penolakan pangeran.


"Tolong jaga Dam Seo," pinta Dae Gil sebelum pergi "Bukankah kau jauh lebih cocok untuk melakukan tugas itu daripada aku? Aku agak sibuk."


Setelah Dae Gil pergi, Pangeran Yeoning kembali ke Dam Seo. Dia menumbuk daun itu tapi saat dia hendak mengoleskannya ke luka Dam Seo, Dam Seo malah menghindar. Pangeran menyuruh Dam Seo untuk tutup mata saja dan biarkan dia mengobati luka Dam Seo jika Dam Seo tidak ingin terus pendarahan dan bermalam bersamanya disini.

Dam Seo akhirnya menyerah dan membiarkan Pangeran Yeoning mengobati lukanya sementara dia menutup mata dan menunggu sambil berhitung. Dia baru membuka mata saat Pangeran Yeoning bicara lagi dan ternyata pangeran sudah selesai memperban lukanya.

"Aku sudah selesai mengobatimu sedari tadi tapi kau masih saja melakukannya. Apa sangat menyukai sentuhanku?" goda Pangeran Yeoning.


Tidak nyaman dengan rayuannya, Dam Seo meminta Pangeran Yeoning untuk berhenti. Tapi Pangeran Yeoning mengaku tak bisa. Dia sebenarnya ingin berhenti, ingin mengatakan kata-kata jahat pada Dam Seo bahkan ingin menghunus pedang pada Dam Seo. Dia sudah berusaha memberitahu dirinya sendiri ratusan bahkan ribuan kali "Tapi... tidak berhasil. Aku juga ingin berhenti sekarang"

"Kalau begitu berhentilah"

Tapi Pangeran Yeoning tidak bisa, dia hanya akan berhenti jika Dam Seo membunuhnya. Dam Seo langsung sinis mendengarnya, apa pangeran pikir dia tidak akan sanggup membunuh pangeran. Coba saja jika Dam Seo bisa, tantang Pangeran Yeoning.


Dengan mata berkaca-kaca, Dam Seo langsung mengeluarkan pisaunya dan mengayunkannya ke dada pangeran. Tapi tepat sebelum pisau itu menancap di tubuh pangeran, Dam Seo tiba-tiba berhenti dengan berlinang air mata. Dia tidak sanggup melakukannya.


Menyadari Dam Seo tidak bisa menghentikan perasaannya juga, Pangeran Yeoning langsung menyingkirkan pisau itu dan menarik Dam Seo dalam pelukannya dan membiarkan Dam Seo menangis sementara ia sendiri juga menitikkan air mata.


Tenggelam dalam emosi masing-masing, mereka berdua tidak menyadari kehadiran Dae Gil yang melihat mereka dari kejauhan dengan patah hati.


Dae Gil pergi dan Dam Seo tertidur dalam pelukan Pangeran Yeoning tak lama kemudian. Pangeran Yeoning sendiri belum bisa tidur teringat saat dia diberitahu bahwa orang yang membunuh ayah Dam Seo sebenarnya adalah In Jwa. Melihat Dam Seo tidur nyenyak, Pangeran Yeoning mempererat selimut yang menutupi Dam Seo lalu tidur sambil memeluk Dam Seo.


Tapi saat Pangeran Yeoning terbangun keesokan paginya, dia mendapati Dam Seo sudah tidak ada dan hanya meninggalkan perban yang sekarang dia jadikan pesan. Dalam pesannya, Dam Seo berkata "Semalam sangat hangat. Tapi aku tidak pantas menerimanya. Tolong lupakan aku. Ini adalah permintaan terakhirku."


Dam Seo berjalan terpincang-pincang. Tapi di tengah hutan, tiba-tiba dia dihadang kasim kembar yang menyuruhnya untuk ikut mereka dengan baik-baik. Beberapa saat kemudian, mata Dam Seo ditutup sementara kasim kembar menuntunnya ke sebuah tempat suram dimana raja sudah menunggunya di sana. Dam Seo langsung gemetar ketakutan tapi raja meyakinkannya untuk tidak cemas karena dia tidak berniat untuk membunuh Dam Seo.


"Apa pernah sekali saja, kau membuka matamu. Lihatlah baik-baik. Tempat ini adalah tempat terakhir kali aku melihat ayahmu, Yi Soo. Aku yakin kalau kau masih berpikir bahwa akulah yang membunuh ayahmu. Raja tidak akan berbohong jadi dengarkan baik-baik. Orang yang membunuh ayahmu bukan aku tapi orang yang selama ini sudah membesarkanmu. Gurumu, Yi In Jwa. Dia mati di tangan orang yang gila akan hasratnya sendiri dan tidak tahu nasibnya sendiri. Kau juga harus berhenti jadi boneka pria semacam itu. Aku menyuruhmu untuk membuka matamu sekarang."

Dam Seo langsung mengepalkan kedua tangannya dengan penuh amarah dan air mata berlinang mendengarkan semua ucapan raja itu.


Pangeran Yeoning kembali ke istana tak lama kemudian tanpa menyadari Dam Seo yang sebenarnya berada tak jauh darinya tapi memang sengaja memakai penutup kepala untuk menyembunyikan dirinya dari Pangeran Yeoning.


Pangeran Yeoning langsung pergi menemui raja dan berlutut sambil menyatakan penyesalannya atas kegagalannya menangkap si pembunuh. Raja hanya menanggapinya dengan bertanya apa saja yang dilakukan Pangeran Yeoning semalam.


Saat kita mendengarkan raja memberitahu Pangeran Yeoning untuk tidak cemas karena si pembunuh sudah berhasil dibunuh, Pangeran Yeoning tampak berlari dengan panik ke sebuah tempat dimana kemudian dia melihat mayat terbujur di sebuah meja.


Perlahan-lahan, Pangeran Yeoning membuka penutup mayat itu dan tercengang mendapati mayat Dam Seo (Hah? Terus yang keluar istana tadi siapa?). Tidak cuma itu, Pangeran Yeoning melihat di tangan mayat, ada sebuah tulisan 'Gwi' (hantu) yang merupakan cap yang digunakan Hantu ke-6. (Hmm... sepertinya adegan ini adegan flashback)

Raja memberitahu Pangeran Yeoning bahwa dia sudah mengirim sebuah hadiah kecil pada In Jwa. Jadi lebih baik sekarang Pangeran Yeoning melupakan Dam Seo saja.


Entah siapa mayat yang dilihat Pangeran Yeoning karena Dam Seo jelas masih hidup dan sudah kembali ke kediaman In Jwa.


Didalam rumah, In Jwa bicara dengan Hong Mae yang memberitahunya bahwa dia membayar mahal Hantu ke-6 demi mencari mayat wanita yang mirip Dam Seo untuk membodohi semua orang.


Dam Seo masuk tak lama kemudian tapi kali ini tatapan matanya pada In Jwa sangat dingin. In Jwa lalu memperlihatkan anak panah tanpa mata panah yang dulu ditembakkan Yi Soo padanya dan selama ini selalu disimpannya. In Jwa mengakui duel mautnya dengan ayahnya Dam Seo dulu tapi ayahnya Dam Seo memilih mati.


"Itu adalah keyakinan ayahmu. Jadi, itu juga harus menjadi keyakinanmu."

"Tidak. Itu bukan keyakinan saya. Dan mulai sekarang, saya tidak akan lagi melayani Anda, Guru. Saya akan berjalan mengikuti keyakinanku sendiri. Saya akan mengikuti jalan saya sendiri."


Dam Seo lalu bersujud hormat pada In Jwa untuk yang terakhir kalinya dan pergi meninggalkan In Jwa yang sangat murka sampai-sampai dia langsung mematahkan anak panah itu dan mendesis penuh amarah, menyalahkan raja sebagai biang keladinya.


Di luar, Dam Seo pamit pada Moo Myung yang hanya bisa mengucap maaf pada Dam Seo. Tanpa mengucap sepatah kata, Jin Ki memberinya sebuah ukiran patung Buddha kecil.


In Jwa keluar setelah Dam Seo pergi dan Moo Myung langsung bertanya apakah Dam Seo adalah orang yang rela In Jwa korbankan demi membunuh raja. Tapi sekarang In Jwa tidak berhasil membunuh raja dan pada akhirnya tetap kehilangan Dam Seo dan mungkin Dam Seo tidak akan pernah kembali lagi.

"Tidak, suatu hari Dam Seo akan menyadari bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya musuh atau sahabat abadi."


Dalam perjalanan kembali ke kediamannya, Pangeran Yeoning melihat beberapa menteri faksi Noron tengah berkumpul dan ibundanya juga ada di sana. Kim Chang Jib berkata bahwa dia dan para menteri Noron sudah melihat kehebatan Pangeran Yeoning dalam melakukan tugasnya melindungi raja. Mereka juga bisa melihat bagaimana perasaan raja terhadap pangeran.


Karena itulah, Chang Jib menyatakan bahwa dia dan seluruh menteri faksi Noron menawarkan dukungan mereka untuk Pangeran Yeoning. "Yang mulai, apakah anda bersedia menerima dukungan kami?"

Pangeran Yeoning heran dan bertanya-tanya dalam hatinya, "Apakah semua ini adalah kehendak raja?"


Sekarang setelah Kim Chang Jib kembali dan mendukung Pangeran Yeoning, Kepala pedagang Heo Baek Ki yang sebenarnya komplotannya In Jwa, langsung pergi mengunjunginya sambil membawakan banyak hadiah. Tapi semuanya ditolak oleh Chang Jib.


Pangeran Yeoning pun mendapat kabar tentang cepatnya pergerakan kepala pedagang untuk mendekati Kim Chang Jib. Yakin kalau In Jwa tidak akan tinggal diam begitu saja menghadapi pengkhianatan Baek Ki, Pangeran Yeoning langsung memerintahkan pengawalnya untuk mengawasi In Jwa dan si kepala pedagang itu.


Moo Myung kembali tak lama kemudian dan mengabarkan bahwa para pedagang sudah mulai berpaling dari mereka. Kesal, In Jwa langsung mengumpulkan para pedagang beserta Heo Baek Ki untuk memberi mereka pelajaran.


Sekarang Baek Ki tampak sangat meremehkan In Jwa. Bahkan saat In Jwa mengkonfrontasi pengkhianatan mereka dan mengingatkan mereka bahwa dialah yang telah banyak berjasa bagi mereka, Baek Ki dengan tenangnya menjawab bahwa dia tidak mau memihak Putra Mahkota yang sakit-sakitan dan bisa saja mati setiap saat. Karena itulah, Baek Ki tidak mau lagi mengikuti In Jwa.


"Kalau begitu kau harus mengembalikan semua yang telah kuberikan padamu"

Tapi Baek Ki menolak dan mengklaim bahwa walaupun mereka memang mendapat bantuan In Jwa tapi keberuntungan yang mereka dapat di pasar adalah sepenuhnya milik mereka sendiri jadi In Jwa tidak punya hak untuk menyentuh harta milik mereka.


Baek Ki lalu mengajak semua pedagang pergi. Kesal, In Jwa berusaha memperingatkannya bahwa dia akan memberikan satu kesempatan terakhir. Tapi Baek Ki tetap teguh dengan pendiriannya. Baek Ki lalu membuka pintu tapi disana, sudah ada Moo Myung yang langsung menusuknya. Dan setelah itu, In Jwa pun juga ikut menusuknya.

Dari kutudrama.com (ini hanya copas dari kutudrama karena web postingan muncul peringatan berbahaya)

 Dari kejauhan Mi Ran melihat Hye Soo mengantar Eun Sung ke mobil sekolahnya. Dia terlihat senang melihat ibu dan anak itu, namun dia tak me...

 Dari kejauhan Mi Ran melihat Hye Soo mengantar Eun Sung ke mobil sekolahnya. Dia terlihat senang melihat ibu dan anak itu, namun dia tak menemui mereka berdua. Mi Ran hanya melihat mereka dari jauh.

Sambil bermain air kolam, Mi Ran menunggu kedatangan Ji Hoon. Tak lama kemudian Ji Hoon datang menghampirinya. Ji Hoon bertanya bagaimana keadaan Mi Ran dan Mi Ran menjawab baik-baik saja, begitu juga dengan Tuan Oh. Dia bahkan sudah pulang terlebih dahulu ke rumahnya. Mi Ran kemudian memberikan uang pada Ji Hoon.


“Saat anakku menikah, sebagai seorang ibu, aku tidak bisa hanya diam saja. Ini hadiah pernikahanmu, setidaknya belikan dia sebuah cincin,” ucap Mi Ran dan tentu saja Ji Hoon senang menerimanya. Bahkan dia sempat bercanda dengan berharap kalau uang yang diberikan ibunya itu banyak. Mi Ran kemudian mengaku kalau sebenarnya dia ingin bertemu dengan Hye Soo, namun tak jadi karena dia sangat yakin saat mereka berdua bertemu, Hye Soo lah yang nantinya meras tak nyaman.

Mi Ran bisa tahu bagaimana penderitaan yang sudah Hye Soo alami dan dia sangat berterima kasih karena Hye Soo masih bertahan hidup untuk Ji Hoon, jadi Mi Ran meminta Ji Hoon untuk merawat Hye Soo dengan baik. Ji Hoon pun mengiyakan permintaan sang ibu.


“Berbahagialah. Aku setuju dnegan pilihanmu. Karena itu, kalian berdua harus menjalaninya dengan baik,” pesan Mi Ran dan Ji Hoon berterima kasih. Ji Hoon kemudian menghampiri Mi Ran dan berkata kalau dia juga harus menjalani hidup dengan baik lalu memeluknya.


Di rumah, Eun Sung menggambar Hye Soo dan Ji Hoon. Eun Sung kemudian meminta Hye Soo untuk menambahkan gambar mahkota. Namun tangan Hye Soo terhenti saat hendak menggambar, dia terlihat bingung harus membuat gambar mahkota dimana. Sampai-sampai dia hampir menggambar di bagian mata.

“Eun Sung-a, penglihatan Omma lagi ada masalah,” aku Hye Soo pada Eun Sung dan Eun Sung menyarankan agar Hye Soo menggunakan kacamata. Hye Soo kemudian menyuruh Eun Sung yang menggambar mahkotanya.

Young Hee membawa banyak barang dan mencari alamat rumah Hye Soo. Tepat disaat itu, Hye Soo keluar rumah untuk mencari udara segar. Mereka berdua pun bertemu. Young Hee lansung menanyakan keadaan Hye Soo dan Hye Soo menjawab baik-baik saja.

Di dalam rumah, Hye Soo mengeluarkan barang-barang yang Young Hee bawa dan ternyata semua itu adalah lauk pauk yang sudah Young Hee sendiri masak untuk Hye Soo dan keluarga kecilnya.

“Dan ada dua macam bubur. Meskipun kau tidak ingin makan, makan saja,” pesan Young Hee dan langsung beranjak untuk melihat-lihat rumah baru Hye Soo. Young Hee pergi ke dapur dan Hye Soo mengikutinya. Hye Soo menyuruh Young Hee duduk dan dia akan membuatkan kopi, namun Young Hee melarang karena dia tak mau minum kopi, dia hanya ingin ngobrol dengan Hye Soo.

Young Hee menggenggam tangan Hye Soo, “Hye Soo-a...mulai sekarang, anggap aku sebagai ibu kandungmu dan kau bisa meminta apa saja padaku. Dari dulu, aku sudah ingin seperti ini. Aku tidak punya putri kan? Aku harap kau bisa menganggapku seperti itu dan kau bisa memita apa saja padaku,” ucap Young Hee dan Hye Soo berterima kasih. “Saat kau berada di RS. Aku sudah banyak berdoa. Aku sudah jahat padamu, aku pikir aku sudah kena karmanya sekarang. Kau sudah berusaha keras untuk tidak membebani orang lain. Itu sebabnya terjadi seperti ini... apa kau tahu itu?” tanya Young Hee dan kemudian meminta pendapat Eun Sung. Dari jauh Eun Sung menjawab benar sekali.

Young Hee kemudian meminta Hye Soo untuk melupakan tentang Eun Sung dan mulai sekarang Hye Soo harus memikirkan dirinya sendiri. Dengan mata berkaca-kaca, Hye Soo mengangguk dan berterima kasih.


Di Restoran Promise. Manager Park memanggil Cheff Kong yang sedang sibuk memasak dan bertanya apa benar dia mengundang Hye Soo ke restoran mereka. Tanpa menoleh, Chef Kong mengiyakan karena dia merasa Hye Soo sudah banyak membohongi dirinya.

“Chef, apa mungkin kau menyukai Hye Soo?” tanya Manager Park dan itu membuat Chef Kong marah. Manager Park kemudian memberitahu Chef Kong, kalau Hye Soo sedang sedikit sakit, jadi dia tidak boleh makan makanan berminyak dan semua makanan berbahan tepung, jadi Chef harus masak sayuran saja. Mendengar itu Chef Kong tentu saja penasaran dan bertanya Hye Soo sakit apa, namun Manager Park tidak mau memberitahunya.

“Dia hamil?” tebak Chef Kong.

“Tidak, bukan seperti itu!” bantah Manager Park.

“Yang aku lakukan selama ini hanya mengutuk Direktur. Karena dia pergi, jadi terasa sangat sepi,” aku Chef Kong.

“Dia orang yang baik.”

“Aku tidak pernah bilang kalau dia orang yang jahat kan? Aku tidak bilang begitu kan?” tanya Chef Kong dengan nada kesal.

“Dia laki-laki yang baik!” jawab Manager Park dengan tegas.

Di rumah Hye Soo sedang berdandan, agar dia terlihat fresh dan cantik saat bertemu dengan semua pegawai restoran Promise. Hye Soo kemudian meminta Ji Hoon untuk tidak memberitahu mereka semua tentang penyakitnya dan Ji Hoon mengiyakan.


Ji Hoon dan Hye Soo sampai dan ketika keluar mobil, Hye Soo merasa pusing jadi dia meminta Ji Hoon menggandengnya. Acara makan-makan pun dimulai. Manager Park lalu mengumumkan kalau Ji Hoon ingin mengucapkan permintaan maaf pada mereka semua, karena dia sudah berkencan secara diam-diam dan berbohong pada mereka semua.


Ji Hoon berdiri dan mengaku kalau selama ini dia sudah banyak menyebabkan dan melakukan kesalahan. “Aku merasa bersalah, sudah berpura-pura menjadi baik. Tapi dalam hal apapun... bagiku, kalian semua sangat spesial, jadi kami datang untuk mengucapkan terima kasih. Kami sudah menikah. Sungguh-sungguh menikah,” aku Ji Hoon.


“Apa maksudmu, sungguh-sungguh menikah?” tanya Chef Kong tak mengerti dan sebelum mendapat jawaban dari Ji Hoon, mereka semua kedatangan tamu lagi dan orang yang datang adalah Joo Yeon.


Joo Yeon datang sambil menjawab pertanyaan Chef Kong, “Artinya seorang pria dan wanita saling suka satu sama lain, Tuan Chef.”  Melihat kedatangan Joo Yeon, Hye Soo terkejut dan juga senang. Chef Kong kembali meminta penjelasan tentang apa yang terjadi, bagaimana mereka merahasiakan semuanya dan menimbulkan rumor yang tidak benar. Lagi-lagi Joo Yeon yang menjawab rasa pertanyaan Chef Kong, dengan mengatakan kalau mereka semua ada di tempat itu sekarang untuk mengucapkan pada Ji Hoon dan Hye Soo.

“Apa kau menghubungi mereka agar bisa diinterogasi dan disiksa?” tanya Manager Park kesal dan sebelum Chef Kong membalas pertanyaan Manager Park, Joo Yeon langsung menoleh ke arah Chef Kong dan membuat Chef Kong diam. Chef Kong tak pernah bisa membantah perkataan Joo Yeon.


Ji Hoon kemudian mengakui kalau semuanya itu adalah kesalahannya, karena dialah yang selama ini berusaha merebut hati Hye Soo. “Akhirnya aku bisa mendapatkan hatinya, aku akan diusir dari rumah kalau kau berbicara mengenai masa laluku,” ucap Ji Hoon pada Chef Kong. Chef Kong ingin menjawab tapi setelah Joo Yeon bertanya apa ada yang ingin Chef Kong katakan, Chef Kong kembali menjawab tidak dan langsung diam.

Joo Yeon kemudian memberi kode pada Manager Park, untuk melakukan sesuatu yang bisa membuat suasana jadi ceria. Manager Park meminta Ji Hoon dan Hye Soo bernyanyi, tapi karena Hye Soo tidak mau, manager Park pun mengubah permintaan. Dia meminta agar mereka berdua berciuman.

“Baiklah, aku akan mencium, jadi tolong lupakan semua kesalahanku yang dulu. Lebih baik, kalian do’akaan  kami,” ucap Ji Hoon dan kemudian mengajak Hye Soo berdiri. Di depan semua orang mereka pun berciuman, namun setelah itu Hye Soo tiba-tiba merasa pusing dan reflek membuat Hye Soo tertunduk di pundak Ji Hoon. Melihat itu, Chef Kong mengira kalau Hye Soo malu dan sangat menyukainya.

“Ah, baiklah.... kita makan makanan lezat ini dulu!” ucap Joo Yeon mengalihkan perhatian yang lainnya, agar mereka tidak melihat kalau Hye Soo sedang tidak sehat. Hye Soo sendiri langsung berlari ke dapur, agar yang lain tidak melihat ekspresi kesakitan yang dia rasakan. Setelah merasa baikan, Hye Soo kembali duduk di tempatnya.

Manager Park mencoba sup buatan Chef Kong dan berkomentar kalau rasanya sangat asin, disaat semuannya mengeluh rasa sup-nya keasinan, Hye Soo malah menambahkan garam pada sup-nya.


“Ahjumma, apa tidak terlalu asin?” tanya A Ra dan yang lain juga mengatakan kalau supnya memang keasinan.

Hye Soo menyicipi sup-nya dan dia masih merasa kurang asin. Hye Soo hendak menambahkan garam lagi, namun Ji Hoon mencegahnya.

“Jangan terlalu banyak makan garam,” ucap Ji Hoon.


“Rasanya hambar,” jawab Hye Soo.


Chef Kong melihatnya dan jadi penasaran dengan rasa sup milik Hye Soo. Diapun mencobanya dan langsung keasinan. “Oh, Kang Hye Soo! Kau sedang protes sekarang! Apa kau marah padaku?” tanya Chef Kong sedikit kesal.

“Tidak, Chef. Ini.... ini hanya sedikit hambar tapi masih bisa dimakan,” jawab Hye Soo yang merasa lidahnya masih tak bermasalah.

“Dia bilang ini hambar! Ahjumma, apa ada masalah dengan lidahmu?” tanya A Ra dan Ji Hoon langsung menukar piring miliknya dengan piring milik Hye Soo. Seung Joo yang tak ingin suasana jadi runyam, langsung meminta A Ra diam.


Joo Yeon mencoba sup milik Hye Soo dan berkata kalau sup milik Hye Soo memang terasa hambar. Ji Hoon juga mencoba dan berkomentar sama, sup Hye Soo memang hambar. Mendengar semua itu, Hye Soo akhirnya sadar kalau lidahnya mulai bermasalah. Hye Soo dan Ji Hoon saling menatap seolah-olah mereka bicara dengan mata. Ji Hoon kemudian menggenggam tangan Hye Soo untuk menenangkannya.


“Pasangan ini... mereka berdua aneh,” komen Chef Kong ketika melihat Ji Hoon dan Hye Soo terus saling pandang.

“Mereka bilang kalau pasnagan akan saling menyerupai satu sama lain. Aku rasa selera mereka sama, benar kan?” tanya Joo Yeon dan Chef Kong langsung membenarkan.

“Aku rasa aku terlalu bersemangat karena sudah lama tidak datang kesini,” ucap Hye Soo menjelaskan.

“Kang Hye Soo, apa kau? Apa kau...?” ucap Chef Kong berusaha menebak kenapa Hye Soo bertingkah aneh dan membuat Hye Soo, Manager Park juga Joo Yeon berusaha membuat Chef Kong tidak mengatakan apa yang ingin dia katakan. Karena itu akan menjadi gosip baru. Namun Chef Kong yang memang tak bisa dikendalikan, dengan seenaknya mengatakan kalau Hye Soo hamil. Gara-gara Chef Kong, pegaawai yang lainpun langsung percaya dan mereka bersulang untuk memberi selamat atas kehamilan Hye Soo.


Acara makan-makan selesai dan merekapun pulang. Di dalam mobil, Hye Soo berkata kalau Ji Hoon pasti sudah merasa kelelahan hari ini. Ji Hoon menjawab kalau dia tidak lelah sama sekali. “Apa kita harus pergi ke suatu tempat?” tanya Ji Hoon.

“Tidak, mari kita jemput Eun Sung,” jawab Hye Soo dan terus mencium telapak tangannya. Ji Hoon bingung dengan apa yang Hye Soo lakukan, sehingga dia juga mengikuti apa yang Hye Soo lakukan.

“Terima kasih.”

“Untuk apa?”

“Kenapa aku bikin masalah di hari seperti ini? Benar kan? Aku akan menangis sebentar. Jangan melihat!” ucap Hye Soo dan memejamkan matanya.


“Aku mau menangis duluan. Jangan melihat!” ucap Ji Hoon.

“Kenapa kau menangis? Ahh... benar-benar,” keluh Hye Soo dan terseyum. Keinginannya untuk menangis jadi hilang. Ji Hoon lalu berkata kalau matahari mulai terbenam dan Hye Soo malah mengeluh, dia merasa tak nyaman dengan semua yang Ji Hoon katakan.


“Benarkah?” tanya Ji Hoon dan mendekatkan wajahnya. Hye Soo menutup mulut Ji Hoon dan berkata dilarang berciuman. Dasar Ji Hoon nakal, dia malah hendak menggigit tangan Hye Soo.

“Kita pulang?” tanya Ji Hoon dan Hye Soo mengiyakan.


Hye Soo sudah berada di rumah, dia menemani Eun Sung tidur sambil berdongeng. “Dulu, ada seorang wanita bernama Hye Soo.”

Mendengar itu, Eun Sung tertawa dan menebak kalau Hye Soo akan bercerita tentang dirinya sendiri. Hye Soo membenarkan, karena dia ingin bercerita tentang dirinya ketika masih kecil.

“Masalah omma.... disaat omma masih kecil. Omma dan Appa sudah meninggal. Jadi si kecil Hye Soo di besarkan oleh neneknya,” cerita Hye Soo.

“Neneknya Omma?”

“Ya, nenekku. Dia sangat mencintai Hye Soo kecil. Hye Soo tidak kesepian meskipun dia tidak punya orang tua. Eun Sung-a, manusia tidak akan bahagia hanya karena mereka tidak memiliki sesuatu. Manusia tidak mengalami kesulitan hanya karena Omma dan Appa-nya tidak ada di dekatnya. Karena manusia menginginkan cinta. Eun Sung-a... Omma ingin anakku Eun Sung... menjadi orang yang memberikan cinta. Mungkin semua makhluk yang ada di dunia ini akan menjadi ibu bagimu. Pohon-pohon, rerumputan bahkan kerikil pun...akan menjadi Ommanya Eun Sung.”


“Bagaimana mungkin?” tanya Eun Sung.

“Apa maksudmu? Mungkin saja,” jawab Hye Soo dan Eun Sung mulai mengantuk. Eun Sung berguling dan mulai tidur. Pandangan Hye Soo kembali kabur, dia tak bisa melihat Eun Sung dengan jelas.


“Anakku Eun Sung yang cantik. Bahkan jika Omma tidak bisa melihat anakku Eun Sung. Omma masih bisa melihatmu dengan jelas. Karena aku mencintaimu....  karena aku mencintaimu, aku bisa melihatmu dengan jelas,” ucap Hye Soo dan Eun Sung bertanya apa mata Hye Soo benar-benar sakit. Menahan tangis, Hye Soo menjawab kalau matanya semakin terasa sakit, jadi Eun Sung harus membantunya.

“Jangan khawatir, aku akan membantumu,” jawab Eun Sung.

“Terima kasih,” ucap Hye Soo dan Eun Sung langsung berguling lagi ke arah Hye Soo.


“Tolonglah... pakai kacamata,” pinta Eun Sung dan Hye Soo berjanji akan memakai kaca mata. Hye Soo menangis dan Eun Sung menghapus air matanya.

“Terima kasih, anakku Eun Sung-a... aku akan sangat mencintaimu dan sangat mencintaimu!” ucap Hye Soo.

“Oke. Aku juga akan sangat amat mencintaimu!” jawab Eun Sung dan kemudian memberikan ciuman untuk Hye Soo. Hye Soo dan Eun Sung mulai memejamkan mata mereka dan merekapun tertidur.


Di luar, Ji Hoon sedang sibuk memasang penyangga di dinding. Hal itu dia lakukan agar disaat Hye Soo pusing dan tak kuat berjalan sendiri, dia bisa menggunakannya. Hye Soo keluar kamar dan berkata kalau Ji Hoon sudah sangat bekerja keras untuknya.

“Aku punya permintaan,” ucap Hye Soo.

“Apa?”

“Aku ingin berdansa denganmu?”

“Berdansa?”

“Kau bilang kau mau melakukan apa saja untukku. Berdansa bersama seorang pria adalah keinginanku,” ucap Hye Soo dan Ji Hoon mengeluh karena Hye Soo selalu punya keinginan yang kuno. Mendengar itu, Hye Soo terlihat kesal dan hendak pergi.

“Baiklah. Aku akan melakukannya,” ucap Ji Hoon dan menarik tangan Hye Soo. “Bagaimana mungkin aku tidak bisa mewujudkan keinginanmu ini?”


Ruangan sekarang sudah di setting dengan suasana romantis yang dipenuhi dengan lilin-lilin berwarna. Hye Soo sendiri sudah mengenakan sebuah topi. Musik dinyalakan dan Hye Soo mulai mengajak Ji Hoon berdansa. Mereka berdansa mengikuti alunan musik. Dalam pelukan Ji Hoon Hye Soo berkata kalau mulai sekarang, mereka harus mendengar musik setiap hari, bernyanyi, bermain air hujan dan juga melihat bunga-bunga.

“Mari kita naik sepeda bersama Eun Sung dan juga bermain sepak bola dan mari kita pergi ke taman,” ucap Hye Soo dan Ji Hoon mengatakan kalau dia suka ide Hye Soo. Ji Hoon hendak mencium Hye Soo, namun Hye Soo mengelak.


“Setiap hari, kita bisa melakukan semua yang kita inginkan seperti ini. Dengan begitu... hidup kita akan selalu gembira,” ucap Hye Soo dan menari-nari sendiri.

“Itu yang ingin aku katakan.”

“Setiap manusia akan mati. Semua orang sudah diberi nomor. Jadi tidak perlu merasa sedih... atau khawatir. Orang yang hidup dengan semangat adalah yang terbaik!”

“Aku juga.”

“Katakan kepada mereka semua untuk datang, siapa yang peduli! Untukku, aku punya Eun Sung dan aku juga punya Ji Hoon,” ucap Hye Soo dan memeluk Ji Hoon.

“Kau benar,” jawab Ji Hoon dan mereka kembali melangkahkan kakinya mengikuti irama. Hye Soo meminta Ji Hoon untuk jangan menangis mulai sekarang, dia hanya boleh tertawa saja.

“Apa-apaan ini? Kau minta aku berdansa tapi gerakanmu kacau,” keluh Ji Hoon karena langkah Hye Soo mulai tak beraturan. Sebenarnya semua itu bukan karena Hye Soo tidak bisa berdansa, melainkan karena kakinya mulai lemas untuk di gunakan untuk melangkah.

“Sudah lama aku tidak berkencan dengan pria karena aku sibuk mencari nafkah,” jawab Hye Soo, tak ingin membahas masalah yang sebenarnya.

“Oppa akan membimbingmu. Karena aku sudah pernah berdansa,” ucap Ji Hoon dan Hye Soo setuju. Agar tak mengganggu mereka, Hye Soo melempar topinya. Bertatapan seperti itu dan menyadari bahwa fungsi anggota tubuh Hye Soo mulai melemah, Ji Hoon pun menahan tangisnya.

“Bolehkah aku... menyentuhmu?” tanya Hye Soo.

“Kau ini kenapa Ahjumma? Aku ini mahal. Kau mencoba untuk menyentuhku dengan gratis?” ucap Ji Hoon menundukkan matanya. Mata Ji Hoon sudah berkaca-kaca.


“Aku ingin menyentuh... suamiku yang tampan. Sehingga kau tidak akan melupakannya,” ucap Hye Soo dan Ji Hoon mulai menangis. Hye Soo menghampus air mata Ji Hoon dan memintanya untuk tidak menangis.


Melihat Ji Hoon menangis, Hye Soo pun jadi berkaca-kaca. Dengan mata berkaca-kaca dia meminta Ji Hoon mengatakan kalau dia mencintai Hye Soo.

“Itu memalukan. Haruskah aku katakan agar kau tahu?” tanya Ji Hoon.

“Tapi aku ingin mendengarnya.”


“Lupakan saja. Dengarkan saja dari pria lain,” ucap Ji Hoon dan terus menangis. Hye Soo kemudian berjinjit, dia mencium kening Ji Hoon dan kemudian memeluknya.

“Terima kasih... Ji Hoon Oppa,” ucap Hye Soo dan menangis, mereka berdua sama-sama menangis.


Paginya, Hye Soo dan Eun Sung menyiapkan bekal piknik mereka. Hari ini mereka akan pergi ke taman. Eun Sung sangat senang, karena terakhir mereka kesana, Eun Sung tidak sempat melihat apa-apa.

“benar, itu karena Appa!” ucap Hye Soo dan Ji Hoon pun muncul. Dia datang membawa kacamata hitam, satu untuk Hye Soo dan satunya lagi untuk dirinya sendiri. Sedangkan Eun Sung menggunakan kacamatanya sendiri.


Dalam perjalanan menuju taman, Eun Sung dan Hye Soo terus bernyanyi dengan gembira. “Jika ada yang bertanya padaku kapan saat-saat bahagia dalam kehidupanmu. Jawabanku akan selalu sama. Yaitu saat ini, disini dan sekarang ini,” ucap Ji Hoon dalam hati.


Mereka bertiga pergi ke kebun binatang dan melihat panda. Ketika melihat panda, Eun Sung memberitahu ibunya kalau panda itu berkata ingin tinggal bersama ketiga kucingnya.

“Benarkah?” tanya Hye Soo pada Ji Hoon.

“Kau bisa memelihara semuanya dengan baik kan?” jawab Ji Hoon dan kemudian mengecup bibir Hye Soo.


Setelah melihat panda mereka kemudian melihat pertunjukan sirkus. Mereka terlihat sangat bahagia. Mereka bertiga  juga berjalan-jalan di taman bunga.


“Aku tidak tahu berapa lama waktu yang kami miliki. Bisa setahun dan bisa juga sebulan. Mungkin juga hanya sampai besok, tapi bagiku... aku akan hidup tanpa ada penyesalan sama sekali,” ucap Ji Hoon dalam hati dan kemudian menggenggam tangan Hye Soo.


“Oleh sebab itu, hanya ada satu hal yang bisa aku lakukan sekarang.Aku mencintaimu, Hye Soo-a. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu.smenit atau sedetikpun... tanpa lelah... aku mencintaimu..,”

The End

Dari kutudrama.com (ini hanya copas dari kutudrama karena web postingan muncul peringatan berbahaya)

 Di rumah barunya, Ji Hoon bersama Manager Park dan Eun Sung sudah mempersiapkan acara lamaran untuk Hye Soo. Sembari menunggu kedatangan Hy...

 Di rumah barunya, Ji Hoon bersama Manager Park dan Eun Sung sudah mempersiapkan acara lamaran untuk Hye Soo. Sembari menunggu kedatangan Hye Soo, Eun Sung terus bernyanyi diiringi petikan gitar dari Manager Park. Selesai bernyanyi, Eun Sung melempar balon yang dia pegang dan balon itu mengenai lilin yang Ji Hoon nyalakan, sehingga membuat balon itu meledak dan membuat semuanya kaget.


Mereka kemudian menyadari kalau Hye Soo tak datang-datang dan itu sudah terlalu lama dari saat Hye Soo mengatakan kalau dia sudah dalam perjalanan. Ji Hoon kemudian keluar untuk mencari tau apa yang terjadi dan meminta Manager Park menemani Eun Sung di dalam rumah.


Di luar rumah, Ji Hoon berusaha menelpon Hye Soo, namun nomornya tidak aktif. Baru saja Ji Hoon mematikan panggilan teleponnya, panggilan dari Joo Yeon masuk. Joo Yeon memberitahu kalau Hye Soo pingsan dan sekarang sudah berada di rumah sakit.

Tak menunggu waktu lama Ji Hoon sudah berada di rumah sakit dan perawat memberitahu padanya untuk menunggu. Joo Yeon menghampiri Ji Hoon dan dia tak bisa berkata apa-apa. Joo Yeon hanya menahan tangisnya.


Dokter keluar dan mencari wali dari Hye Soo. Pada Ji Hoon, dokter memberitahu kalau gara-gara tumornya, tekanan intracranial menjadi sangat tinggi. Jadi Hye Soo harus segera dioperasi untuk mengalirkan cairan di tulang belakangnya dan untuk itu, dokter memerlukan persetujuan walinya terlebih dahulu sebelum di lakukan operasi/



“Jujur kondisi pasien sangat mengkhawatirkan. Ada kemungkinan dia akan meninggal selama operasi,” jelas dokter dan Joo Yeon shock mendengarnya. Walaupun begitu Ji Hoon harus cepat mengambil keputusan. Tak punya pilihan lain, Ji Hoon pun menandatangi formulir wali dan mengizinkan Hye Soo dioperasi. Setelah formulir ditandatangani, Hye Soo langsung dibawa ke ruang operasi.


Joo Yeon bersama Manager Park membawa Eun Sung ke rumah sakit. Karena sesuatu bisa saja terjadi pada Hye Soo, jadi Joo Yeon pikir Hye Soo harus melihat wajah Eun Sung untuk terakhir kalinya.


Manager Park kemudian duduk di samping Ji Hoon dan bertanya apa operasinya masih lama. Mendengar pertanyaan Manager Park, Eun Sung pun ikut bertanya.


“Apakah Omma sakit?”

“Tidak. Bukan seperti itu. Dia baik-baik saja,” jawab Ji Hoon dan kemudian memeluk Eun Sung.




Malam tiba dan operasi Hye Soo belum selesai juga. Manager Park dan Eun Sung sudah tertidur, hanya Ji Hoon dan Joo Yeon yang masih terjaga. Tepat disaat itu, lampu tanda operasi sudah di matikan. Joo Yeon dan Ji Hoon spontan langsung saling pandang  dengan ekspresi cemas.


“Joo Yeon, aku rasa kau harus membawa Eun Sung pulang,” usul Ji Hoon.

“Kau yakin?”

“Aku yakin tidak akan terjadi. Jangan khawatir dan pergilah.”


“Tentu saja. Hye Soo, dia pasti sembuh,” ucap Joo Yeon menguatkan dirinya dan tepat disaat itu dokter keluar. Joo Yeon pun langsung menanyakan hasil operasinya dan  Manager Park jadi terbangun gara-gara mendengar pertanyaan Joo Yeon.

“Apakah Hye Soo baik-baik saja?” tanya Manager Park yang langsung beranjak dari tempat duduknya.


“Ya, dia melewati masa kritisnya. Operasinya berjalan dengan baik. Tapi karena kami tidak mengangkat tumornya, kami tidak tahu kejadian hari ini bisa saja terjadi lagi. Itu saja, kita akan berbicara lagi setelah pasien siuman,” jawab dokter dan hendak pergi, namun Ji Hoon memanggilnya.

“Dokter…,” Ji Hoon membungkukkan badannya dan mengucapkan terima kasih. Semuanya pun merasa lega dan tepat di saat itu Eun Sung terbangun, namun dia tak menanyakan tentang Hye Soo.


Ji Hoon sendiri masuk ke kamar rawat Hye Soo, dimana Hye Soo masih belum sadarkan diri. Melihat kondisi Hye Soo seperti itu, Ji Hoon tak bisa lagi menahan air matanya dan  air matanya mengenai tangan Hye Soo. Ji Hoon kemudian menggenggam erat tangan Hye Soo.

“Hye Soo… terima kasih. Terima kasih Hye Soo-a,” ucap Ji Hoon dan dari luar Joo Yeon melihat mereka. Joo Yeon menggendong Eun Sung yang sudah tertidur lagi dan dia tersenyum lega karena Hye Soo baik-baik saja.


Ji Hoon berkemas karena dia akan tinggal di rumah barunya. Dia bahkan tak lupa membawa anak kucing kesayangan Eun Sung. Manager Park menangis saat bertanya tentang Hye Soo.

“Kenapa kau menangis?” tanya Ji Hoon tak mengerti.

“Yang kuat, Nak.”

“Apa yang kau? Kenapa kau menangis?”

“Aku tidak tahu. Air mataku keluar begitu saja,” jawab Manager Park sambil terus mengelus-elus anak kucing yang sedari tadi dia gendong. Ji Hoon lalu bertanya apa Manager Park menangis gara-gara Ji Hoon pergi. Manager Park mengiyakan dan bertanya kapan Ji Hoon mulai bekerja lagi. Ji Hoon menjawab kalau dia akan bekerja mulai sekarang juga, dia akan bekerja paruh waktu sebagai analisis investasi.

“Kau punya keahlian. Memang, kau orang yang pintar,” komentar Manager Park, namun Ji Hoon tak yakin hal itu bisa menjamin hidupnya. Manager Park lalu bertanya tentang anak kucingnya dan Ji Hoon menjawab kalau dia akan membawa ketiga kucing itu ke rumah barunya.


Ketika Ji Hoon akan pergi, Na Yoon datang menemuinya. Na Yoon datang untuk mengucapkan selamat tinggal. Dia akan berangkat ke Tokyo minggu depan dan akan mengajar di sana. Ji Hoon pun memberi selamat.

“Apa kau memberikan ucapan selamat karena aku akan jauh atau karena aku akan menjadi seorang professor?” tanya Na Yoon dan Ji Hoon menjawab keduanya. Na Yoon kemudian melihat anak kucing yang Ji Hoon bawa.

“Kau tidak suka binatang,”  ucap Na Yoon.


“Kapan aku bilang seperti itu? Mungkin kau mengingat orang lain,”jawab Ji Hoon dan tersenyum. Sebelum Ji Hoon pergi, Na Yoon memberikan ucapan selamat atas pernikahan Ji Hoon dan Hye Soo.

“Terima kasih,” jawab Ji Hoon dan mereka kemudian berjabat tangan.


Joo Yeon mendandani Hye Soo dengan menggunakan wig pendek. Sebenarnya Hye Soo tak terlalu pede memakainya, namun Joo Yeon berkata kalau Hye Soo terlihat cantik menggunakannya.


Joo Yeon duduk di depan Hye Soo dan menghela nafas, “Orang itu sangat kuat. Dia datang kemarin pagi dan menyiapkan barang-barangmu. Rumah itu sangat nyaman dan sangat bagus. Eun Sung dan dia tidak bisa hidup tanpa satu sama lain. Orang akan berpikir kalau mereka adalah ayah dan anak. Kang Hye Soo, kau tau… aku merasa iri pada kalian. Panggang biji wijen ( aroma madu ) dan itu menyenangkan. Hidup dengan baik,” pesan Joo Yeon dan dengan mata berkaca-kaca Hye Soo mengucapkan terima kasih.


Dalam perjalanan menuju kamar rawat Hye Soo, Ji Hoon bertemu dengan dokter yang merawat Hye Soo dan Ji Hoon langsung berterima kasih atas semua kerja keras dokter dalam membantu Hye Soo bertahan.

"Rawatlah pasien. Jika tumornya mengenai saraf-nya, dia bisa kehilangan penglihatannya dan lumpuh. Ini akan terasa sulit bagimu sebagai suami. Mari kita melakukan yang terbaik sampai akhir,” ucap dokter dan Ji Hoon mengerti lalu berterima kasih.


Ji Hoon masuk ruang rawat Hye Soo dan terkejut melihat Hye Soo mengenakan rambut palsu. Hye Soo pun berkata kalau dia terlihat seperti baru dari salon.

“Aku kira kau pergi ke tempat yang murah. Ini terlihat kuno,” komentar Ji Hoon.


“Sungguh! Apa yang kau bicarakan? Ini salah satu yang paling mahal. Aku membelinya di tempat yang direkomendasikan oleh Ho Joon,” jelas Joo Yeon yang tak terima kalau pilihannya di bilang kuno dan murah.

“Ho Joon?” tanya Ji Hoon dan Joo Yeon pun menyadari kalau dia sudah keceplosan.


Mereka bertiga sampai di rumah baru dan kedatangannya langsung disambut nyanyian selamat dari Eun Sung dan Manager Park. Selesai menyanyi, Hye Soo langsung memeluk dan mencium Eun Sung.

Hye Soo terlihat menangis saat bertanya apa Eun Sung tidak merindukannya. Joo Yeon pun langsung berkata kalau tidak boleh ada air mata malam ini. Karena ingin memberikan waktu bersama pada Ji Hoon, Hye Soo dan Eun Sung di rumah baru mereka, Joo Yeon pun mengajak Manager Park pergi.

Setelah Manager Park dan Joo Yeon pergi, Hye Soo berkomentar kalau ruangan itu di hias dengan begitu berlebihan dan bertanya kapan Ji Hoon melakukan semua itu.

“Apa kau menyukainya?” tanya Ji Hoon pada Hye Soo.


“Ya, aku menyukainya,” jawab Eun Sung menggantikan ibunya. Ji Hoon kemudian menunjukkan 3 anak kucing yang dia bawa dari restoran pada Eun Sung dan tentu saja Eun Sung senang bisa bermain dengan kucing.

Hye Soo melihat ke arah Ji Hoon dengan tatapan haru. Dia terharu atas semua yang Ji Hoon lakukan untuknya.


Hye Soo menemani Eun Sung tidur.


Setelah Eun Sung terlelap, Hye Soo keluar kamar Eun Sung dan melihat Ji Hoon sedang merapikan obat-obat milik Hye Soo lalu menyimpannya di bawah meja. Ji Hoon lalu bertanya apa Hye Soo suka dengan bentuk LOVE yang dibuat Ji Hoon menggunakan balon dan berkata kalau semua itu adalah keinginan Hye Soo.

“Hmm, tidak semuanya,” jawab Hye Soo.

“Kau menolak lamaranku?”

“Aku rasa aku harus berpikir tentang hal itu lagi,” ucap Hye Soo dan Ji Hoon langsung protes. Hye Soo lalu menyuruh Ji Hoon pulang dan Ji Hoon tidak mau karena dia tak punya rumah lagi dan itu adalah rumahnya sendiri.


“Apa kau pikir itu masuk akal bagi pasangan yang sudah menikah? Apakah kita orang asing? Kenapa kita harus hidup terpisah? Aku punya rumah ini, kita bisa tetap bersama-sama,” ucap Ji Hoon dan hendak mencium Hye Soo. Namun, disaat Ji Hoon mendekatkan wajahnya Hye Soo sedikit menghindar.


“Baiklah. Aku akan pergi,” ucap Ji Hoon dan pergi. Ekspresi Hye Soo terlihat kecewa saat di tinggal Ji Hoon. Tapi ternyata Ji Hoon tidak benar-benar pergi, dia hanya berputar kemudian kembali dan langsung menggendong Hye Soo.


“Haruskah kita minum secangkir teh?” tanya Ji Hoon dan membawa Hye Soo ke dalam kamar. Ji Hoon kemudian membaringkan Hye Soo di atas tempat tidur. Hye Soo berkata kalau mereka bisa membangunkan Eun Sung jika mereka berisik.

“Apakah aku mengatakan sesuatu yang berbeda?”

“Huh?”

“Berbaring dan beristirahatlah. Aku akan membuat teh,” ucap Ji Hoon dan turun dari ranjang. Di tinggal lagi oleh Ji Hoon, membuat raut wajah Hye Soo kecewa lagi.


Tapi ternyata, Ji Hoon bukan pergi membuatkan teh, melainkan hanya menutup pintu. Setelah pintu tertutup, Ji Hoon langsung naik lagi ke ranjang dan menciumi Hye Soo.


“Apa yang membuatmu terlihat lebih cantik? Ketika rambutmu panjang. Kalau kau memakai wig, wig ini bagus juga,” ucap Ji Hoon dan Hye Soo bertanya apa Ji Hoon pikir dia akan mati. Ji Hoon mengiyakan. “Aku hampir… mati bersamamu,” aku Ji Joon.

“Itulah sebabnya… aku tidak ingin mati. Karena aku takut, kau akan ikut mati denganku,” ucap Hye Soo dan mereka berdua kembali berciuman.


Paginya, Hye Soo bangun dan tak menemukan Ji Hoon juga Eun Sung. Di atas meja, Hye Soo menemukan catatan kecil yang bertulisakan, “Kami akan lari pagi. Tidurlah yang nyenyak.”


Selain catatan kecil itu, ada juga pil yang harus Hye Soo minum di pagi hari. Hye Soo bahagia dengan semua perhatian yang Ji Hoon berikan.



Di sebuah taman yang penuh dengan pepohonan, Ji Hoon dan Eun Sung lari pagi. Karena Eun Sung sudah merasa lelah, Ji Hoon pun menggendongnya. Ji Hoon kemudian mengajak Eun Sung untuk membuat Hye Soo bahagia.

“Mari kita beri dia 10 macam yang bisa membuatnya bahagia. Omma butuh bahagia sekarang,” ucap Ji Hoon dan Eun Sung setuju.

“Omma… bilang dia bahagia kalau melihatku,” ucap Eun Sung.

“Itu benar. Eun Sung yang terbaik. Kalau begitu, kau harus selalu tersenyum setiap hari di hadapan Omma, mengerti?” pinta Ji Hoon dan Eun Sung mengiyakan. Ji Hoon kemudian mengajak Eun Sung untuk mencari hadiah untuk Hye Soo terlebih dahulu sebelum pulang dan Eun Sung kembali setuju.


Di rumah, Hye Soo sedang menyiapkan sarapan untuk Eun Sung dan Ji Hoon. Saat dia akan menggulung telur, tiba-tiba pandangan Hye Soo kabur dan tangannya gemetar. Hye Soo terdiam dan terus melihat ke arah kertas kecil yang berisi catatan dari Ji Hoon. Setelah beberapa saat, penglihatan Hye Soo kembali normal.



Dalam perjalanan pulang, Ji Hoon mendapat telepon dari ibunya yang berkata kalau dia sudah pulang dari RS dan akan pulang ke kampong halamannya. Mi Ran ingin memulihkan kesehatannya di kampung halaman saja. Diapun berpesan agar Ji Hoon memikirkan keluarganya.


“Kita bertemu sebentar, omma,” pinta Ji Hoon namun Mi Ran menolak. “Tidak, aku akan menghubungimu nanti,” ucap Ji Hoon dan menutup telepon.

“Apa itu nenek?” tanya Eun Sung dan Ji Hoon mengiyakan. Dia kemudian menggendong Eun Sung masuk rumah.


Sampai rumah, Hye Soo bertanya kenapa mereka berdua perginya lama. Eun Sung menjawab kalau Ji Hoon bilang mereka harus membeli hadiah, jadi mereka pergi ke tempat yang sangat jauh. Hadiah yang mereka beli adalah kacang panggang dan kue beras dengan wijen.

“Siapa yang mau makan ini sebagai sarapan?” tanya Hye Soo.

“Kau tidak suka?” jawab Ji Hoon.

“Kau tidak suka?” ucap Eun Sung mengikuti ucapan Ji Hoon dan tingkah Eun Sung itu membuat Hye Soo dan Ji Hoon tertawa. Hye Soo lalu menyuruh keduanya cuci tangan kemudian sarapan, karena dia sudah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

Sebelum mereka semua mulai makan, seperti biasa mereka selalu bekata “Aku akan menikmatinya.” Mungkin kalau di Korea kata-kata itu kaya doa sebelum makan kali yah. Hye Soo kemudian berkata kalau di kulkas tidak ada bahan masakan, jadi nanti dia akan pergi berbelanja dan besok dia akan memasak makanan yang enak untuk mereka berdua.


Ji Hoon dan Eun Sung mulai makan. Hye Soo pun bertanya pendapat mereka tentang makanan yang sudah dia buat.


“Ommaku adalah juru masak yang hebat kan?” tanya Eun Sung pada Ji Hoon.


“Omma Eun Sung yang terbaik! Dia hebat. Dia bukan manusia kan?” ucap Ji Hoon dan Eun Sung mengajaknya high five. Ji Hoon kemudian juga mengajak Hye Soo untuk high five. Hye Soo mencoba jajanan yang Ji Hoon beli dan Hye Soo suka rasanya.


Selain Ji Hoon sarapan dengan keluarga kecilnya, Sung Kook hanya sendirian di meja makan yang besar. Tak ada keluarga yang menemaninya lagi. Sung Kook merasa kesepian, bahkan setelah makan, tak ada teman yang bisa dia ajak bicara.


Ji Hoon pamit kerja pada Eun Sung dan sebelum Ji Hoon keluar gerbang, dia mendapat telepon dari Direktur Park yang memberitahu kalau Sung Kook jatuh pingsan, namun dia tidak mau diopname dan memilih pulang. Direktur Park menambahkan kalau sepertinya penyakit apopleksia Sung Kook kambuh lagi.

“Aku mengerti. Aku akan menemuinya,” jawab Ji Hoon dan menutup telepon. Eun Sung yang sedang bermain dengan kucing dan berada tak jauh dari Ji Hoon, langsung bertanya apa ada yang sakit? Namun Ji Hoon menjawab tidak ada yang sakit.


Ji Hoon menemui Sung Kook dan bertanya apa dia sakit. Dengan pengertiannya, Ji Hoon kemudian mengambilkan selimut dan menyelimuti ayahnya, karena Sung Kook terlihat kena flu.

“Mungkin sekarang ini, aku tidak punya banyak waktu. Saat aku pingsan, seharusnya aku mati saja. Tidak anakku… tidak istriku… tidak ada seorangpun yang mau ngertiin aku,” ucap Sung Kook.

“Aku dengar Ibu dan Hyung pergi ke Amerika.”


“Ya, pergi atau tidak terserah mereka,” jawab Sung Kook dan Ji Hoon bertanya apa Sung Kook makan dengan teratur. Sung Kook menjawab kalau makan sudah tidak penting lagi baginya, karena semuanya tidak ada gunanya lagi. Sung Kook lebih merasa kalau mati adalah yang terbaik untuk dirinya.

“Aku sangat kecewa denganmu. Aku pikir kau seperti aku dan punya ambisi yang sama denganku. Aku tidak berpikir kalau kau mengkhianatiku seperti ini dan lebih memilih wanita itu.”

“Ayah kau harus semangat. Jangan lupa makan dan jaga kesehatan. Aku akan pergi sekarang,” jawab Ji Hoon pergi.

“Bagaimana kau…bisa menghinaku? Apa kau tidak… menghormatiku sebagai ayahmu?” tanya Sung Kook.


“Aku tidak pernah bermaksud menghina Ayah. Aku bersyukur, Ayah sudah membesarkanku. Sudah mengasuhku dan bersyukur karena sudah memberikanku banyak pengalaman. Aku tidak bisa kembali ke perusahaan, tapi faktanya kalau aku ini anak Ayah, tidak bisa diubah,” ucap Ji Hoon dan Sung Kook memintanya untuk kembali bekerja di perusahaan.

“Sampai kapan kau akan hidup seperti itu?” tanya Sung Kook.

“Ayah. Saat ini aku bahagia dan merasa puas dengan kehidupanku.”

“Omong kosong! Akan aku tunggu 6 bulan kedepan dan kita lihat apa kau masih bisa bilang bahagia.”

“Semoga Ayah selalu sehat, ayah. Aku akan pergi. Aku akan berkunjung lagi,” ucap Ji Hoon dan berjalan pergi.


“Bodoh! Apakah kau tidak tahu bagaimana cara berterima kasih, dasar!!” teriak Sung Kook dan melempar buku. Namun Ji Hoon tetap pergi meninggalkan Sung Kook yang sedang sangat emosi.

Dari kutudrama.com (ini hanya copas dari kutudrama karena web postingan muncul peringatan berbahaya)

Episode 111 Chichay gagal membuat Joaquin mengingat sesuatu tentang dirinya dan menganggapnya sebagai tanda untuk melanjutkan hidupnya tanp...

Episode 111
Chichay gagal membuat Joaquin mengingat sesuatu tentang dirinya dan menganggapnya sebagai tanda untuk melanjutkan hidupnya tanpa dia. Dia kembali ke Filipina dan memulai kehidupan baru bersama keluarganya.

Namun, Ronaldo lolos, dan desakan Ryan untuk berada di pemakaman kakeknya membuat Juliana dan Jaime tidak punya pilihan selain memastikan bahwa anak mereka tidak akan mengingat apapun selama berada di Filipina.

Episode 112
Tepat ketika Chichay telah memutuskan untuk melupakannya dan Joaquin, Ryan mengembangkan keinginan untuk mengingat masa lalu setelah bertemu dengan Kit di pemakaman Ronaldo.

Tak lama kemudian, Juliana mendapati dirinya terpojok saat Ryan melakukan tawar-menawar selama satu bulan di Filipina dan dia tidak memiliki alasan konkret untuk menolak permintaannya.

Episode 113
Reputasi Chichay yang muncul dalam seni rupa menarik para pengembang komunitas untuk mempekerjakan Chichay untuk proyek kecantikan mereka.

Akibatnya, upaya sadar Juliana untuk menjauhkan Ryan dari Chichay terbuang saat Ryan sendiri mempekerjakan Chichay untuk menghias Zuri, komunitas unggulan East Horizon di Laguna. Sementara itu, ayah Alex menuntut agar dia kembali ke Paris.

Di tempat lain, Chito dan Betchay menemukan kebutuhan untuk berdiskusi dengan Juliana tentang gugatannya terhadap Chito.




Episode 114
Menghormati pacar Ryan, Chichay memutuskan untuk tidak menghidupkan kembali persahabatannya dengan Joaquin. Tanpa sepengetahuan Chichay, Alex sendiri menginstruksikan Ryan untuk berteman dengan Cristina yang terkenal. Selanjutnya, semakin Chichay menghindari Ryan, semakin Ryan menemukan cara untuk mendekatinya.

Chichay menemukannya dan Ryan secara tidak sengaja menghidupkan kembali beberapa momen spesial mereka di masa lalu. Sementara itu, Juliana setuju untuk membatalkan tuntutan hukumnya terhadap Chito karena tidak ada Tampipi yang akan mendekati San Juan lagi. Chito dan Betchay menerima syarat Juliana tanpa memberitahu Chichay tentang hal itu.

Episode 115
Meskipun ada pertengkaran Chichay, Ryan menemani Chichay dalam perjalanan pulang. Ketika mereka sampai di rumah Patricia, Patricia memperingatkan Chichay bahwa Didith dan teman-temannya ada di sekitarnya yang menunggunya dan Joaquin.

Chichay tertinggal tanpa pilihan selain kembali ke Zuri bersama Ryan. Tak lama kemudian, dinding yang dimainkan Chichay melawan Ryan sedikit demi sedikit hancur saat Chichay menyadari bahwa Ryan masih sama dengan Joaquin yang menginginkan teman yang bisa dipercaya dan melakukan hal-hal konyol.

Episode 116
Ryan merasa senang karena akhirnya bisa menjalin persahabatan dengan Chichay dan menghabiskan makan malam sederhana bersamanya. Chichay, di sisi lain, merasa perlu segera pergi saat mengetahui bahwa Ryan, Ethel, dan Tarantina tinggal di unit berikutnya. Namun, ketekunan Tarantina untuk mengetahui identitas Cristina menempatkan Chichay dalam masalah besar.

Episode 117
Dipaksa menjadi konfrontasi, Chichay menjelaskan kepada Tarantina apa yang sedang dia lakukan di rumah Joaquin. Karena Chichay menekankan tujuan kunjungannya, dia meyakinkan Tarantina bahwa dia tidak berniat mengingatkan Joaquin tentang masa lalunya yang bermasalah.

Meskipun Chichay telah berjanji, Tarantina terus mengawasi. Sementara itu, Betchay dan Chito menikmati perawatan kerajaan setelah Tessa mengundang mereka sebagai tamu istimewa untuk sebuah acara besar.

Episode 108 Bertentangan dengan rencana awal nya pengiriman Joaquin luar negeri, akhirnya Dr. Alferos memutuskan untuk mengambil peluru dar...

Episode 108
Bertentangan dengan rencana awal nya pengiriman Joaquin luar negeri, akhirnya Dr. Alferos memutuskan untuk mengambil peluru dari kepala Joaquin segera setelah kecelakaan mobil anak itu.

Sementara ketika sedang dioperasi kehidupan Joaquin dalam bahaya dan kondisi kritis, peluru diekstrak mengungkapkan kebenaran tentang dugaan penembakan Chito tentang Joaquin.

Cerita berlanjut di 2 tahun kemudian, Chichay akhirnya mengubah kehidupan Tampipis' yang rendah menjadi kehidupan yang lebih baik dengan bantuan seorang kurator seni di Singapura dan Dia saat ini sedang di Singapura dan menjadi seorang seniman lukisan yang hebat.

Tidak menyadari apa yang terjadi pada Joaquin setelah operasi otaknya, Chichay melihat seseorang yang menyerupai Joaquin di Singapura.

Episode 109
Di episode ini Chichay bertemu bahkan bertatap muka dengan Joaquin secara langsung di Singapura, namun sosok Joaquin tersebut tidak mengenal dirinya sama sekali (seperti orang lain). Hal tersebut membuat Chichay sangat penasaran kenapa Joaquin tidak mengenal siapa dia.

Bahkan di depan Chichay, Joaquin memeluk gadis lain yang menyebut nama Joaquin sebagai Ryan, Kejadian semakin memanas dan buruk ketika Joaquin (Ryan) meminta gadis baru tersebut menjadi pacarnya tepat di hadapannya Chichay.



Episode 110
Episode 110 kaulah takdirku season 2 ini Chichay mengalami sebuah kecelakaan kecil dan mengharuskan dirinya di bawah ke rumah sakit. Di rumah sakit itulah Chichay menemukan kebenaran mengapa Joaquin tidak mengenali dirinya saat berhadapan sebelumnya.

Akhirnya Dia menyadari bahwa Joaquin hilang ingatan sementara (amnesia) dan saat ini memiliki kehidupan barunya sebagai Ryan. Chichay berusaha untuk tidak mendekat lagi dengan Joaquin mengingat apa yang orang tua mereka berdua lakukan dan tidak akur sama sekali.

Sehari sebelum penerbangannya Chichay kembali ke Manila, Philipina, Ryan secara pribadi meminta Chichay untuk membuat sebuah lukisan untuk Alex merupakan pacarnya yang kebetulan menjadi penggemar seniman Chichay. Baca selanjutnya di Sinopsis Kaulah Takdirku MNCTV Episode 111 - 117

Walaupun ini episode terakhir namun jangan bersedih cerita masih tetap berlanjut hingga season kedua kok sis dengan total ep.140..Untuk epis...

Walaupun ini episode terakhir namun jangan bersedih cerita masih tetap berlanjut hingga season kedua kok sis dengan total ep.140..Untuk episode kali ini akan menceritakan tentang kecan terbaik mereka namun ternyata malah menimbulkan bencana.

Chichay sedih dan akhirnya lebih memutuskan untuk menyerah dengan Joaquin karena sadar kepada orang tuanya. Dia memberitahu semua nya dan mengakui hal tersebut ketika Joaquin berada di rumah sakit Manina.

Joaquin kemudian sadar dan memohon kepada orang tuanya untuk bersama Chichay, akan tetapi ketika mereka menolak untuk membiarkan dia pergi (agar bisa bertemu dengan Chichay). Akhirnya Joaquin melarikan diri ke Bright Star City



Peringatan dari Juliana tentang peraturan kesediaan dirinya untuk membantu Joaquin menjalani operasi otak yang sangat di butuhkannya akhirnya Chichay berusaha untuk menipu Joaquin agar Dia percaha bahwa dirinya sudah tak mencintainya lagi.

Karena sakit hati, Joaquin berjalan dalam dalam hujan dengan kepala tertunduk dan sangat sedih, Dia juga tak melihat mobil van yang dengan cepat datang menghampirinya. Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Baca season 2 kelanjutannya di Sinopsis Kaulah Takdirku Episode 108 - 110

Episode 101 Bukannya lega dengan pidana penjaranya Chito , Juliana menjadi lebih bermasalah dengan tindakan dapat diperbaiki di masa lalu. ...

Episode 101
Bukannya lega dengan pidana penjaranya Chito , Juliana menjadi lebih bermasalah dengan tindakan dapat diperbaiki di masa lalu. Sementara itu, Joaquin menjadi tegas memutuskan untuk mengambil peluru yang bersarang dari kepalanya meskipun dokter mengatakan tidak akan hal itu. Emoh memiliki orang tuanya memutuskan nasibnya selama operasi, Joaquin beralih ke pilihan yang tersisa dan meminta Chichay untuk menikah dengannya.

Episode 102
Penolakan dengan bantahan terucap dari Chichay dan nasihat Betchay akhirnya menghalangi Joaquin dari menjalani operasi otak. Namun, Joaquin menemukan harapan baru dengan Jaime kembali dari Hong Kong.

Tanpa diketahui Joaquin, sekutu ia mengharapkan untuk berada di Jaime memudar sebagai Jaime sekarang mulai percaya bahwa Juliana telah benar tentang cuci otak Tampipis dari Joaquin sepanjang.

Episode 103
Atty. Sarabia menginformasikan Tampipis bahwa hakim yang menangani kasus Chito ini memiliki kesukaan akan jelas dari penuntutan. Untuk membuat keadaan menjadi lebih buruk, Bright Star City atasan merasa perlu untuk menggantikan Chito sebagai manajer operasi karnaval mereka.

Sementara Betchay ternyata Jaime bantuan, Pedro menyalahkan Joaquin untuk penderitaan Tampipis'. Dalam kemarahannya, Joaquin memukul sebuah pohon. Ketika Jaime melihat kepalan jari berdarah Joaquin, ia membawa anaknya ke dokter. Jaime dan dokter sangat terkejut, Joaquin mengaku tidak merasa sakit sama sekali.



Episode 104
Bertekad untuk membantu dengan jaminannya Chito, Joaquin pergi ke Malaya untuk menjual lukisan milik Chichay. Tidak menyadari misi Joaquin, Jaime dan kepanikan Tampipis ketika Joaquin gagal untuk pulang malam itu.

Untuk bantuan semua orang, Joaquin kembali keesokan harinya, tetapi ketika Joaquin tidak bisa mengingat semua yang terjadi padanya hari sebelumnya, Jaime mulai curiga bahwa ada sesuatu yang salah dengan Joaquin.

Jaime kemudian berkonsultasi dengan Dr. Alferos. Sementara Dr Alferos menyebutkan untuk Jaime gejala kejang parsial sederhana, Joaquin menderita halusinasi kembali di rumah Poro ini.

Episode 105
Jaime menyampaikan sebuah saran Dr. Alferosyang merupakan dokternya Joaquin bahwa mereka berkonsultasi dengan spesialis otak di luar negeri. Berpikir bahwa orang tuanya kini berkomplot untuk menjaga dia dan Chichay terpisah, Joaquin menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan otaknya.

Namun, ketika halusinasi nya memburuk dan ketika ia menemukan upaya bersama Jaime untuk mengumpulkan uang, Joaquin pergi ke Juliana dirinya dan meminta bantuannya sehingga ia bisa segera menjalani operasi otak. Tidak menyadari gejala Joaquin telah menunjukkan beberapa hari terakhir.

Episode 106
Juliana akhirnya belajar tentang situasi yang mengerikan anaknya dan, bersama-sama dengan Jaime, bergegas untuk mengirim Joaquin perhatian medis segera. Namun, Joaquin dengan Chichay, menolak permohonan untuk kembali ke ayahnya dan hanya setuju jika dia bergabung dengan dia ikut bersama di tanggal terbaik yang ia janjikan. BACA SELANJUTNYA - Sinopsis Kaulah Takdirku MNCTV Episode 107.

Episode 91 Ketika mencoba untuk meringankan kesepian dan kangen terhadap Joaquin, Chichay bertemu Pedro, seorang pemuda mesum yang ternyata...

Episode 91
Ketika mencoba untuk meringankan kesepian dan kangen terhadap Joaquin, Chichay bertemu Pedro, seorang pemuda mesum yang ternyata menjadi staf di karnaval barunya.

Amanda menyelamatkan Joaquin dari niat jahat Didith dan mengungkapkan bahwa Ronaldo memiliki sesuatu untuk dilakukan dengan keberangkatan Chichay yang secara mendadak. setelah mendapatkan pencerahan dari nasihat Amanda, Joaquin memutuskan untuk mencari Chichay dengan segala cara.

Episode 92
Joaquin dan Dominic bekerjasama dalam menemukan Chichay. Setelah pertemuan pemilik Bright Star Kota dan untuk berhubungan dengan Bubbles melalui Facebook, kedua pemuda akhirnya berhasil dalam menemukan keluarga Tampipis.

Sementara itu, Chichay berdamai dengan Pedro tetapi meminta dia untuk menahan diri dari berbicara tentang Joaquin. Dengan kejatuhan Manansala Konstruksi, Juliana menolak untuk memberikan bantuan apapun untuk Jaime. Di Star Dust, seorang gadis mengenakan kostum "MANANANGGAL" menarik perhatian Joaquin.

Episode 93
Meskipun dalam jangkauan lengan nya, Joaquin memutuskan untuk tidak berbicara dengan Chichay lagi dan meninggalkan dia dan keluarganya agar merasa nyaman dan aman. Sementara itu, Chichay mendapat firasat bahwa Joaquin tahu di mana dia dan keluarganya setelah temannya di Star Dust menyebutkan seseorang sedang mencari dia.

Episode 94
Sementara Joaquin perlahan menyesuaikan dengan kehidupan barunya, Jaime merasa sulit untuk mendapatkan pekerjaan karena telah dipublikasikan mundur dari San Juans. Dominic, sementara itu, mengaku Patricia bahwa ia lelah membantu Joaquin dan akan mencari Chichay sendiri.

Episode 95
Meskipun kasih sayang bersama mereka, Chichay dan Joaquin tekad untuk berpisah mengetahui situasi sulit yang Tampipis hadapi. Sementara itu, Chito belajar dari pertemuan rahasia putrinya dengan Joaquin dan segera berpendapat dengan keluarganya tentang apa yang terbaik untuk Chichay.

Mencoba untuk tidak membiarkan Joaquin dan Chichay membayar konsekuensi dari kesalahan masa lalu, Jaime datang dengan rencana untuk melarikan diri dari tangan memanipulasi dari San Juans. Sementara itu, berita terbaru Armand tentang ayah dan anak mengusik Juliana.


Episode 96
Sementara Jaime berhasil menipu San Juans agar menjadi percaya bahwa Joaquin ada di Hong Kong, Joaquin ingin meminta maaf dan berdamai dengan keluarga Tampipis karena mereka menyambutnya kembali ke keluarga. Namun, ide tampaknya brilian langsung pudar ketika Dominic mengunjungi Chichay dan melihat Joaquin dengan dia.

Episode 97
Dominic menceritakan ke Patricia penemuannya pada Jaime dan tipu musliha Joaquin. Ketika Patricia membuat dia menyadari bahwa dia dapat menggunakan informasi tersebut untuk keuntungannya, Dominic mendapatkan bayaran dari Juliana setelah mengunjunginya.

Di tempat lain, Matilda mendapat seseorang untuk memata-matai Bright Star City ketika seseorang mengeluh kepadanya kekuatannya dalam bisnis karnaval.

Episode 98
Matilda memukul dua burung dengan satu batu ketika mata-mata nya disewa menemukan bahwa Chito adalah salah satu yang menjalankan Bright Star City yang Joaquin sebenarnya dengan Tampipis.

Ingin berhubungan kembali dengan orang kaya San Juans, Matilda menginformasikan Juliana tentang hal itu sekaligus. Ketika Juliana mengecek apa yang Matilda katakan, ia terluka saat melihat Joaquin menikmati perusahaan musuh-musuhnya. Meskipun menolak tawaran Matilda untuk mencatat Bright Star City, Juliana memperbaharui tekadnya untuk merusak kepercayaan Joaquin kepada Tampipis.

Episode 99
Tinyong, merupakan mata-mata yang di pekerjakan oleh Matilda dan sebagai supirnya, tertarik akan Tampipis setelah mengetahui bahwa ahli waris San Juans' hidup dengan mereka. Tinyong kemudian melamar pekerjaan di Bright Star City, dan meskipun masuk Tinyong bahwa ia adalah saudara Asiong, Chito memperkejakan Tinyong tanpa ada keraguan sama sekali.

Tanpa diketahui Chito, tambahan terbaru untuk keluarga karnaval nya adalah orang yang akan mengekspos rahasianya paling gelap. Sementara itu, Jaime menemukan dirinya tidak pasti masa depannya di Hong Kong.

Episode 100
Chito menemukan dirinya di balik jeruji besi ketika polisi tiba-tiba menangkapnya untuk percobaan pembunuhan dan kepemilikan senjata api ilegal. Meskipun kemungkinan bahwa Chito adalah orang yang sengaja menembaknya di kepala.

Joaquin pergi ke Juliana dan meminta dia untuk membebaskan Chito.Dia memohon bahkan hingga menangis namun Juliana pura-pura tidak mendengar (sengaja tulis), Akhirnya Joaquin memutuskan untuk peluru yang bersarang di kepalanya agar di hilangkan (operasi) hal tersebut untuk membuktikan tidak bersalah Chito ini. BACA SELANJUTNYA - Sinopsis Kaulah Takdirku MNCTV Episode 101 - 106.

Episode 81 Tampipis mencoba tersenyum sambil memberi penghormatan terakhir kepada Isko. Tapi saat Chito gagal menekan kesedihannya, semua o...

Episode 81
Tampipis mencoba tersenyum sambil memberi penghormatan terakhir kepada Isko. Tapi saat Chito gagal menekan kesedihannya, semua orang menangis. Sementara Chichay dan keluarganya mencoba untuk pindah dari kematian Isko, Juliana meminta Joaquin untuk kembali ke rumah sebelum dia kehilangan segalanya. Joaquin, bagaimanapun, memutuskan untuk membuktikan nilainya sebagai San Juan dengan menunjukkan kepada ibunya dan kakeknya bahwa dia dapat berdiri sendiri.

Episode 82
Setelah kepergian Isko, Chichay kembali ke Universitas Malaya dan mengetahui tentang penggantian mendadak dekan universitas, yang kemudian menyarankan Chichay untuk tinggal di Malaya. Juliana mengetahui bahwa ayahnya menganggap menunjuk orang luar sebagai penerus San Juan Group of Companies. Prihatin dengan masa depan putranya.

Juliana meminta Jaime untuk membantunya meyakinkan Joaquin untuk menerima posisi barunya di perusahaan tersebut. Sementara itu, Betchay mempersiapkan penilaian make-or-break di kelas kulinernya, namun jalan menuju kesuksesannya bisa menjadi kasar dengan kehadiran seorang kritikus yang akrab.

Episode 83
Juliana masih jauh dari usahanya untuk menghancurkan Tampipis saat dia mempermalukan Betchay sebelum semua orang selama tes rasa. Dalam perdebatan sengit yang terjadi kemudian, Betchay menemukan bahwa Jaime telah mensponsori beasiswa tersebut. Sementara itu, melihat bahwa keluarganya tidak akan berhenti untuk mendapatkan dia kembali, Joaquin memutuskan untuk mengambil tindakan sendiri untuk melindungi wanita yang dicintainya.

Episode 84
Joaquin mengambil keputusan dirinya sendiri untuk membantu siswa kurang mampu dari Malaya University dan melopori protes terhadap pemerintah. Namun, demonstrasi damai mengambil gilirannya jelek ketika Dean Leonora dan tim keamanan seluruh mengambil tindakan drastis untuk menghentikan demonstran yang hadir.

Dan akhirnya Chichay terjatuh akibat dorongan demonstran dan petugas tim ke amanan yang membubarkan dan membuat dirinya di gendong oleh Joaquin dan di bawa ke rumah sakit. Semua keluarganya datang ke rumah sakit namun karena hubungan sama dengan Joaquin kurang membaik akhirnya Joaquin memutuskan untuk meninggalkan Chichay bersama keluarganya.

Sementara itu, Chito bertatap muka dengan Jaime setelah mengetahui bahwa yang terakhir diam-diam membantu Betchay dalam studinya.



Episode 85
Mengetahui bahwa ibunya memiliki sesuatu untuk dilakukan dengan hasil rapat mahasiswa yang bersatu, Joaquin menyalahkan dirinya sendiri karena telah menempatkan keselamatan dan resiko bahaya Chichay waktu itu saat demonstrasi.

Dengan itu, Joaquin diberikannya upaya-upaya besar untuk mengurus Chichay. Namun, karena khawatir akan apa yang mungkin Juliana lakukan selanjutnya terhadap putrinya, Chito menegaskan bahwa itu adalah tanggung jawabnya untuk melindungi Chichay, bukan Joaquin.

Sementara Jaime bertemu dan memerahi Juliana untuk mempermalukan Betchay di Casa Blanca, Orang-orang Melayu memuji Joaquin sebagai upaya berani untuk memperjuangkan hak-hak siswa membawa hasil yang baik.

Episode 86
Gerah akan upanya nya yang sia-sia untuk membuat keluarganya kembali bersama, Juliana mengangkat bahu dari penderitaan dan akhirnya kembali ke San Juan Group of Companies dengan pola pikir baru.

Tiba-tiba Juliana mengejar hak Joaquin untuk perusahaan mengarah Ronaldo untuk mengambil masalah ke tangannya sendiri. Kemudian, Ronaldo belajar dari transaksi rahasia Juliana mengenai kepemilikan taman di mana Chito bekerja, dan memberikan orang tua ide yang lebih baik tentang bagaimana ia dapat kembali di Tampipis.

Sementara itu, berusaha membantu Dominic dalam mendapatkan lebih perasaannya untuk Chichay, Patricia mendesak dia untuk mengalihkan perhatian ke orang lain.

Episode 87
Dalam rangka untuk menyelamatkan keluarganya dari lebih bahaya yang disebabkan oleh San Juans, Chito memutuskan untuk menerima tawaran pekerjaan untuk pindah ke provinsi dan menjalankan karnaval di sana.

Dia mengatakan Chichay dari rencananya untuk pindah seluruh keluarga sesegera mungkin dan meminta dia untuk tidak mengungkapkan dan memberitahu Joaquin kabar keberangkatan mereka.

Chichay yang tersisa dengan tidak ada pilihan selain mematuhi ayahnya, meskipun air mata kesedihan mulai mengalir di pikiran meninggalkan Joaquin.

Episode 88
Chichay menjadi emosional pada hari terakhir dia di Malaya University, tapi dia berhasil membuat alibi untuk menjaga Joaquin dari mencari tahu alasan di balik air matanya, bahkan saat di kelas Dia meneteskan air matanya. Keesokan harinya, Patricia mengatakan Joaquin bahwa Chichay hilang, tapi Joaquin menolak untuk percaya padanya dan langsung menuju ke kediaman Tampipi.

Sementara Joaquin menitikkan air mata kesedihan dan kebingungan, Ronaldo dengan senang hati menginformasikan Juliana bahwa masalah mereka mengenai Tampipis akhirnya terpecahkan.

Episode 89
Keluarga besar Tampipis pindah ke rumah baru mereka dengan harapan tinggi mulai hidup mereka lagi jauh dari San Juans, Joaquin kecewa dengan kepergian yang tak terduga oleh Chichay. Teman-temannya bahkan mengajak ke pergaulan yang tidak baik.

Lagi-lagi Chichay tak bisa menahan air matanya dan saat Dia berkemas dengan keluarganya melihat akhir dari Tampipis. Sementara itu, Juliana bersalah dilanda menjadi tanggung-tanggung dengan balas dendam melawan keluarga Chichay saat ia mencoba untuk menjangkau Joaquin.

Episode 90
Kesal karena ditinggalkan oleh salah satu orang yang paling ia cintai, Joaquin mengatakan Chichay melalui telepon bahwa lebih baik bagi mereka untuk melupakan satu sama lain. Chichay sangat sedih sekali mendengar hal tersebut dan akhirnya tak tahan meneteskan air mata

Joaquin mencoba untuk menghapus kesedihan dan frustrasi bahkan akhirnya Dia setuju dengan ajakan temannya untuk nongkrong di klub malam.

Chichay segera mendengar tentang kegiatan malam anak laki-laki dan berharap bahwa Joaquin akan mampu melanjutkan hidup tanpa dia. Sementara Tampipis perlahan-lahan dimasukkan karnaval dalam rangka, Jaime memperingatkan Juliana untuk menghentikan bermain-main dengan Manansala Konstruksi. BACA SELANJUTNYA - Sinopsis Kaulah Takdirku MNCTV Episode 91 - 100.