Episode Part 11-1 Baek Dae Gil mendatangi In Jwa dan berkata kalau dia akan menghancurkan semua rumah judi yang ada di Hanyang. Karena Dae ...

Jackpot ( Daebak ) Episode 11

Episode Part 11-1
Baek Dae Gil mendatangi In Jwa dan berkata kalau dia akan menghancurkan semua rumah judi yang ada di Hanyang. Karena Dae Gil mengancam dirinya, In Jwa pun bertanya apa sekarang Dae Gil sudah menjadi Harimau. Dengan santai Dae Gil menjawab kalau dia adalah manusia, jadi kenapa dia harus menjadi seekor binatang.

In Jwa bertanya lagi apa sekarang Dae Gil ingin melawannya, dengan senyuman tipis diwajahnya, Dae Gil menjawab kalau dia akan memotong lengan dan kaki In Jwa, setelah itu dia baru akan memenggal kepala In Jwa.


“Haruskah kita membuat taruhan? Apakah aku bisa melakukannya atau tidak? “ tantang Dae Gil dan kita diperlihatkan sekilas pada Che Gun, yang masih duduk diam di dalam rumahnya, namun dia seperti sedang memikirkan sesuatu.

In Jwa lalu bertanya darimana Dae Gil mendapatkan topeng yang dulu sering In Jwa kenakan. Dae Gil hanya menjawab kalau In Jwa tahu siapa musuhnya, maka dia akan menang.





“Kau pikir kau tahu musuhku dan apa kau mengenalku dengan baik? Apakah kau tahu siapa musuhmu dan siapa temanmu? Aku kecewa denganmu. Aku pikir matamu sudah melihat dunia. Tapi keinginanmu untuk membalas dendam atas kematian ayahmu membuatmu buta. Kau mau membalas dendam atas kematian ayahmu sekarang,” ucap In Jwa dan Dae Gil mengambil kembali topeng yang dia pakai tadi dari tangan In Jwa, lalu menginjaknya.


“Kau bisa saja mati ditanganku…  Jika aku ingin membalas dendam untuk ayahku. Aku hanya membutuhkanmu. Itu sebabnya aku tidak bisa membunuhmu. Gambar itu…. Aku ingin kau menyelesaikannya. Aku membutuhkanmu,” jawab dae Gil dengan yakin dan In Jwa lalu bertanya apa sekarang Dae Gil sudah menyadari semua kesalahannya.

‘Tidak, kenapa kau tidak bangun dari mimpimu?”


“Keyakinanku… dan mewujudkan rencana besarku… memang kau tahu soal apa?” ucap In Jwa yang mulai terlihat emosi.

“Yang pasti… aku tahu suatu hal. Kau tidak akan pernah bisa dijadikan seorang teman. Tidak untukku, tidak untuk raja… dan tidak untuk semua orang di negeri ini,” balas Dae Gil.

Si iblis ke 6, mulai gerah mendengar omongan Dae Gil dan dia hendak memukulnya, namun hal itu langsung di cegah oleh si penjagal. Si penjagal mendekati Dae Gil dan berkata kalau tidak akan ada yang menyerang Dae Gil, jadi Dae Gil harus memanfaatkan waktunya dengan hati-hati. Setelah mengatakan semua itu, Penjagal, Iblis ke 6 dan Gol Sa pergi, meninggalkan Dae Gil dan In Jwa.

“Aku akan sering bertemu denganmu nanti,” ucap Dae Gil dan hendak pergi. Namun dia berbalik lagi dan berkata, “Ingatlah... hari ini, aku membiarkan dirimu hidup.”


“Semua yang kau lihat tidak seperti yang kau bayangkan.... Baek Dae Gil,” ucap In Jwa melihat kepergian Dae Gil dan kemudian mengambil topeng yag tadi di kenakan oleh Dae Gil.

Melihat topeng itu, membuat In Jwa teringat kembali pada masa lalunya.


Flashback!
In Jwa muda sedang belajar bersama Lee Woon Jin ( Kakek Lee In Jwa/ Lee Hyun Jwa). Mereka membahas tentang sebuah karya sastra yang dipuji semua orang, dimana isinya tentang bermoral dan bijaksana.

“Pada saat itu, aku pikir itu benar,” tercengar suara In Jwa bercerita.


Hyun Jwa berada di pasar dan melihat seorang anak dipukuli habis-habisan gara-gara mencuri makanan. Tidak hanya anak itu saja yang Hyun Jwa lihat mengalami ketidak adilan, banyak orang-orang yang habis dipukuli karena mengalami ketidak adilan juga.


“Tapi dunia yang sebenarnya sangatlah berbeda dari buku yang aku baca. Bahkan setelah menderita karena jajahan Jepang dan perang Manchu tahun 1636... Raja dan para menteri di negeri ini menjadi tersinggung dengan kata-kata yang dituliskan oleh seorang anak. Meskipun aliran Konfusius dan Mencius di hormati, rakyat tidak benar-benar bisa memiliki negeri.”


Hyun Jwa dipukuli karena menulis sesuatu berdasarkan fakta yang dia lihat di sekitarnya.


“Seperti itulah dunia yang aku tinggali, dan dengan darah yang bercucuran karena Raja, semuanya sudah berubah. Kerabatku, keluargaku dan juga hidupku sebagai Lee Hyun Jwa.”


Hyun Jwa pulang ke rumah dan disana, semua keluarganya di pukuli oleh para prajurit. Saat itu Hyun Jwa tidak bisa melakukan perlawanan dan dia harus menyaksikan ayahnya di bunuh oleh prajurit.


In Jwa muncul dan menemui Hyun Jwa. Dengan mata berkaca-kaca, In Jwa memberikan topeng pada Hyun Jwa.


“Aku menyembunyikan wajahku dibalik topeng putih itu. Aku menunggu hari dimana aku bisa membuat dunia berada di genggamanku,”  janji Hyun Jwa pada dirinya sendiri.

Flashback End!


In Jwa masih melihat topeng putihnya, “Seperti anak muda Lee Hyun Jwa yang terlahir dengan nama Lee In Jwa... Baek Dae Gil, kau akan berada di jalan yang sama. Sama sulitnya seperti yang pernah aku rasakan,” batin In Jwa.


Saat hendak pergi, Dae Gil dipanggil Hwang Jin Ki. Bisa merasa kalau Jin Ki hendak mengeluarkan pedangnya, Dae Gil pun dengan cepat berjalan kearahnya dan menahan pedang Jin Ki.

“Oh,” ucap Jin Ki terkejut karena kemampuan Dae Gil sudah bertambah berkali-kali lipat dibanding dengan pertama kali mereka bertemu.

“Apa sekarang ini kau ingin melawanku?” tanya Dae Gil dan pergi dengan senyum sinisnya. Dae Gil terus berjalan keluar, walau Hong Mae mengatainya anjing kampung brutal.


Jin Ki menemui In Jwa dan bertanya alasan In Jwa ingin menjadikan Dae Gil seorang Raja dan bagaimana dengan Putra Mahkota.

“Putra Mahkota adalah kartu yang sudah aku mainkan. Aku sedang mencari yang lebih besar dari itu. Untuk digunakan setelah Putra Mahkota mati,” jawab In Jwa dan Jin Ki memberitahu kalau Dae Gil adalah orang yang tidak sabaran.


“Putra Mahkota dilahirkan dan dibesaran di Istana, jadi dia bisa melakukannya. Dia tidak bisa takluk pada Raja dan rencana ini tidak boleh terjadi. Meruntuhkan sistem yang ada dan sebuah negeri yang menjadi milik rakyat. Kau hanya bisa melakukannya jika Raja mati dan harus dilakukan oleh seseorang yang sudah merasakan kesengsaraan yang mendalam. Baek Dae Gil.... hanya dia yang bisa melakukannya. Kau tunggu dan lihat saja nanti. Suatu saat, seluruh dunia akan mengenal nama Baek Dae Gil,” jelas In Jwa.

Pangeran Yeoning sudah bersama dengan pria yang mempunyai buku catatan keuangan atas semua tidak kejahatan yang di lakukan para pedagang. Ternyata pria itu adalah orang yang membantu lebih dari 1.000 bisnis tanpa ijin di Hanyang. Pangeran kemudian bertanya apa alasan pria itu hendak menjual buku catatan itu pada In Jwa.


“Itu terserah aku, tapi Lee In Jwa sudah menawar sebesar 500 nyang,” jawab pria itu dan kemudian bertanya berapa yang bisa Pangeran Yeoning berikan sebagai gantinya. Saat ditanya berapa yang pria itu inginkan dan dia menjawab 1.000 nyang, 500 nyang untuk buku dan 500 nyang lagi untuk nyawa pria tersebut.

Pangeran Yeoning menyanggupi permintaan pria itu dengan syarat pria itu mau bersaksi di depan para menteri dan menjadi saksi. Setelah berpikir sejenak, pria itu memberikan buku yang dia punya dan dia berkata kalau dia tak membutuhkan uangnya, dia hanya meminta Pangeran untuk melindunginya.


Keluar dari ruangan, Pangeran Yeoning meminta pengawalnya untuk menjaga pria tadi sampai dia membuat pernyataan untuk mereka. Saat Pangeran Yeoning hendak pergi pengawalnya memberitahu kalau Dae Gil sudah tiba di Hanyang.

Dae Gil sedang berjalan di pasar dan tiba-tiba dihadang oleh seseorang yang meminta dia untuk mengikutinya. Siapa yang ingin bertemu dengan Dae Gil dan ternyata orang itu adalah Pangeran Yeoning.


Pangeran bertanya apa Dae Gil tidak penasaran dengan kabar Dam Seo. Mendengar pertanyaan itu, Dam Seo teringat disaat Pangeran dan Dam Seo berpelukan.

“Aku sudah tidak tertarik lagi. Ada yang lebih penting yang harus aku urus,” jawab Dae Gil yang tak mau mendengar sesuatu yang bisa membuat hatinya bertambah sakit lagi.


Pangeran Yeoning tahu kalau Dae Gil ingin membalas dendam pada In Jwa. Pangeran menawari Dae Gil minum dan Dae Gil langsung memberikan gelasnya, dia ingin Pangeran yang menuangkan untuk dirinya. Merasa Dae Gil sudah lancang meminta dituangkan, Pangeran Yeoning lagi-lagi berkata kalau Dae Gil tidak sopan. Namun Dae Gil tak mau tahu, dia tetap ingin Pangeran yang menuangkan minum untuknya. Jadi, Pangeran Yeoning pun mau tak mau harus menuangkan minum untuk Dae Gil.

“Lalu, kenapa kau ingin bertemu denganku?” tanya Dae Gil.

“Meskipun kita tidak bisa berteman... aku pikir kita bisa menjadi kawan yang punya tujuan sama,” jawab Pangeran Yeoning yang ingin mengajak Dae Gil kerjasama untuk menghadapi In Jwa. Namun Dae Gil menolak, karena dia punya rencana sendiri pada In Jwa, lagipula Pangeran Yeoning juga tak mau mengatakan alasan dia ingin menangkap In Jwa.

“Jangan mengikutiku dan jangan ikut campur,” ucap Dae Gil.


“Apa kau menolak perlindugan dariku?”

“Perlindunganmu tidak seperti sebuah perlindungan, Pangeran,” ucap Dae Gil dan pamit pergi.

“Pedang itu.... apa kau tahu artinya mengapa raja memberikan pedang itu padamu?” tanya Pangeran Yeoning. Mendengar pertanyaan itu, Dae Gil teringat kembali pada saat dia masih bersama Che Gun.


Saat itu Dae Gil mengeluarkan pedang dari sarungya dan Che Gun berkata kalau di dunia ini ada dua macam jenis pedang.

“Pedang untuk membunuh dan pedang untuk menyelamatkan nyawa. Pedang seperti apa yang ada di tenganmu?” ucap Che Gun saat itu.


Dae Gil berkata pada Pangeran Yeoning, kalau dia lebih memilih untuk bergerak dengan cepat daripada berpikir ratusan kali. Begitulah arti sebuah pedang bagi Dae Gil.

“Bergerak yang cepat daripada berpikir ratusan kali..,” gumam Pangeran Yeoning sendiri.


Putra Mahkota Yoon memimpin rapat dan Raja ada dibelakangnya untuk memantau semuanya. Tepat disaat itu, Pangeran Yeoning muncul dan meminta maaf karena dia sedikit terlambat. Pangeran Yeoning muncul dengan membawa daftar orang-orang yang menerima hukuman berat dan juga mati.

“Apakah itu sebuah kejahatan bagi seorang anak untuk meninggalkan tuannya? Apakah karena mencuri sepotong kue beras seseorang harus dihukum mati? Lalu, bagaimana dengan para menteri yang membuat rakyat mati karena kelaparan? Apakah mereka bisa terbebas dari tindak kejahatan itu?” ucap Pangeran Yeoning.

“Pengeran, seorang penjahat harus menerima hukuman atas kejahatannya,” ucap salah satu menteri.

“Pangeran, bagaimana kau bisa meragukan keputusan raja..,” ucap menteri yang lain namun kata-kata itu langsung dipotong oleh Raja.


“Jadi... apa yang ingin kau sampaikan?” tanya Raja.


“Hal pertama yang ingin dia katakan adalah....Kematian, bentuk sebuah hukuman, pemukulan dan memberikan gambar pada wajah. Aku ingin hukuman yang kejam ini dihapuskan. Dan yang kedua... aku ingin menghidupkan kembali drum yang bisa dibunyikan rakyat untuk meng-Kaukan bahwa adanya ketidakadilan. Selain itu, harus ada perubahan dalam pembebasan dinas militer. Perubahan ini berlaku kepada semua orang yang menjabat di pemerintahan. Apakah mereka itu sajana konfusius dari kalangan bangsawan,” ucap Pangeran Yeoning dan membuat para menteri jadi gusar.

“Jika itu masalahnya... apakah pemerintahan yang damai akan terbentuk?” tanya Raja dan Pangeran Yeoning langsung menunjukkan buku catatan keuangan para pedagang yang sudah memanipulasi monopoli perdagangan dan melakukan kecurangan pajak. Dalam buku itu tercantum semua catatan kejahatan penggelapan barang-barang, ada nama-nama dan jumlah dari orang-orang yang menerima suap. Pangeran Yeoning kemudian memberikan buku itu pada Putra Mahkota Yoon.

“Lalu.... apa yang sebenarnya ingin kau katakan?” tanya Putra Mahkota.

“Hal terakhir yang ingin aku katakan... aku ingin menghapuskan hak khusus para pedagang dalam berniaga,” jawab Pangeran Yeoning dan para manteri jadi kelabakan, karena dari berdagang seperti itulah mereka mendapat penghasilan tambahan.

“Yang Mulia, apa yang mengisi perut rakyat jelata... adalah hak-hak khusus dalam perdagangan. Mereka menghindari pajak dan mengabaikan rakyat. Hapuskan hak monopoli para pedagang dalam berniaga. Memberikan dukungan bagi para pedagang di pasar yang tidak sah secara hukum,” ucap Pangeran Yeoning dan Raja hanya diam saja, namun dia sepertinya akan mempertimbangkan permintaan Pangeran Yeoning.


Dae Gil melihat Nam Dokkebi berdagang kain di pasar. Diapun menghampirinya, namun tak memperlihatkan wajah. Dae Gil menutupi wajahnya dengan kipas. Karena pembelinya menutup wajah, Nam Dokkebi jadi penasaran dan ingin melihat wajah si pembeli. Saking penasarannya, Nam Dokkebi menyingkirkan kipasnya dan terlihat lah wajah tampan Dae Gil.


Nam Dokkebi sangat senang, akhirnya bisa bertemu dengan Dae Gil lagi. Dia bahkan sampai memeluk Dae Gil saking senangnya. Tepat disaat itu, utusan kerajaan datang dan menyita semua kain sutra milik Nam Dokkebi. Penyitaan itu karena sudah keluar larangan bagi pedagang kecil, mereka tidak boleh menjual barang tanpa ada izin. Karena memang sudah ada peraturan baru, Dae Gil pun tak bisa mencegah para prajurit mengambil kain sutra milik Nam Dokkebi.


“Kau tidak tahu kalau ada larangan untuk menjualnya? Dari semua barang yang bisa kau jual, kenapa memilih untuk membuka toko bahan?” tanya Dae Gil dan Nam Dokkebi malah menyalahkan Dae Gil atas semua yang terjadi. Karena alasan Nam Dokkebi melakukan semua itu agar dia bisa bertahan hidup dan melihat Dae Gil lagi.


Dae Gil dan Nam Dokkebi makan bersama. Nam Dokkebi bertanya bagaimana rasanya berpura-pura menjadi sarjana Baek Myun? Namun Dae Gil tidak menjawab, dia hanya meneruskan makannya. Nam Dokkebi kemudian meminta uang dari hasil berjudi Dae Gil selama ini. Awalnya, Dae Gil tak mau memberikan, tapi karena Nam Dokkebi terus membahas kalau dia dan Man Geum dulu sudah mengeluarkan banyak uang untuk membesarkan Dae Gil, jadi Dae Gil pun memberinya sekantung uang. Tentu saja Nam Dokkebi senang menerimanya.

“Jangan disia-siakan. Sekarang karena kau punya uang, kau harus bekerja,” ucap Dae Gil dan Nam Dokkebi mengiyakan.


Nam Dokkebi kemudian menunjukkan peta Hanyang yang berhasil dia buat pada Dae Gil. Dae Gil kemudian memberi baduk diatas gambar lokasi mereka berada sekarang, tempat perjudian Hong Mae, Seosomun, Jongno dan Mapo. Dia berkata kalau dia akan menghancurkan ketiga tempat perjudian itu.

“Ada banyak sekali tempat perjudian. Kenapa kau pilih ketiga ini?” tanya Nam Dokkebi.

“Kakek, apa yang kau lakukan saat aku menderita hingga akan mati? Tempat ini adalah tempat dimana Lee In Jwa memanipulasi para menteri,” jelas Dae Gil.

“Yang pertama, tangan kanan Lee In Jwa, Hong Mae pemilik tempat perjudian. Yang kedua, tangan kiri Lee In Jwa, dukun di Wolhyanggak. Dan Iblis ke 6 dari Seosomun, Si penjagal dari Jongno, Gol Sa dari Mapo. Mereka bertiga adalah “kaki” Lee In Jwa. Yang pertama, aku akan memotong kaki-nya,” ucap Dae Gil.


Nam Dokkebi bertanya mana tempat yang akan Dae Gil hancurkan terlebih dahulu dan Dae Gil menjawab Iblis ke-6 dari Seosomun. Nam Dokkebi shock mendengarnya. Apa alasan Dae Gil memilih Iblis ke-6? Ternyata karena dia ingat pada Seol Rim yang pernah berkata kalau Iblis ke-6 sudah membunuh ke dua orang tuanya.

“Iblis ke-6... aku akan menyingkirkan dia terlebih dulu,” ucap Dae Gil dengan wajah serius.


Di ruang rapat tinggal Putra Mahkota Yoon dan Pangeran Yeoning saja. Putra Mahkota bertanya apa yang Pangeran Yeoning lakukan.

“Yang Mulia, Rakyat yang sudah berjuang demi kehidupan sehari-harinya sudah di larang untuk bekerja. Larangan ini digunakan untuk memenuhi kehidupan pada bangsawan. Apakah kau benar-benar mengakui kalau undang-undang ini berlaku pada rakyat?” ucap Pangeran Yeoning.


“Ini undang-undang yang sudah dibuat sendiri oleh ayahku,” jawab Putra Mahkota dan Pangeran Yeoning berkata kalau peraturan itu sudah disalahgunakan. Putra Mahkota berpendapat kalau pajak yang di dapat dari pedagang bisa digunakan untuk stabilitas negeri.

“Namun rakyat... kelaparan,” jawab Pangeran Yeoning.


Putra Mahkota kemudian menghampiri Yeoning dan berkata kalau buku yang dibawa Yeoning hanya berisi separuhnya saja lalu mengembalikan pada Yeoning.

“Ini hanya berisi daftar nama para pedagang yang sudah menerima suap. Bukan nama orang yang menerima suap atau jumlah suapnya,” ucap Putra Mahkota Yoon.


Pangeran Yeoning menjawab kalau dia memiliki orang yang membuat buku tersebut dan orang itu bisa bersaksi. Jadi, tidak akan lama lagi dia bisa mendapatkan sisa dari isi buku catatan itu. Putra Mahkota kemudian mengingatkan Pangeran Yeoning atas janjinya yang akan menjadi mata dan telinga untuk Putra Mahkota.

“Aku akan seperti itu, tapi sebelum aku melakukannya, Lee In Jwa.... dia harus pergi. Dalam konspirasi antara pedagang dan para menteri, jejak dari trik Lee In Jwa sudah di temukan,” jawab pangeran Yeoning.

“Bukankah aku sudah memberitahukan padamu? Lee In Jwa adalah.....”


“Kau katakan kalau dia adalah temanmu,” potong Pangeran Yeoning. “Tapi, memiliki teman yang menjatuhkan dirimu adalah jalan kehidupan di istana. Putra Mahkota... jika kau tidak ingin melakukannya, aku sendiri yang akan melakukannya. Soal Lee In Jwa... aku akan menangkapnya,” ucap Pangeran Yeoning.

Episode 11 - 2
 Keluar dari ruangan, Pangeran Yeoning sudah ditunggu oleh para manteri dari fraksi Noron. Beralih sejenak pada In Jwa yang sedang bersantai menikmati pepohonan di rumahnya. Melihat ketenangan In Jwa, Mo Myung sampai bertanya bagaimana dia bisa begitu tenang setelah keluar perintah untuk dilakukan penghapusan larangan berjualan bagi pedagang kecil. In Jwa menjawab kalau Yeoning hanya mengetahui satu hal dan tak tau pada yang lain.

“Sebagai pedagang yang menggunakannya untuk memonopoli pasar. Kau benar-benar mengira mereka hanya menyuap kubu Soron?” ucap In Jwa.

Kembali ke istana dimana Chang Jib mewakili menteri lainnya untuk bertanya kenapa Pangeran Yeoning tidak berbicara dengan mereka terlebih dahulu, sebelum melakukan hal seperti tadi. Dengan santai Pangeran menjawab kalau dia tahu, jika dia memberitahu mereka terlebih dahulu, maka mereka semua akan mencegah dia melakukan semua itu.



“Kenapa? Semua rahasia yang kalian sembunyikan.... apakah kalian malu soal apa yang mungkin akan ditemukan? Apakah kalian takut?” tanya Pangeran Yeoning blak-blakan dan seorang menteri menjawab kalau mereka tidak boleh kehilangan 10 hanya untuk mendapatkan 1.

“Tuan, menyerahlah... sudah aku katakan kalau itu lebih dari yang bisa kalian atasi. Apakah kalian semua sudah menerima cukup banyak?” tanya Pangeran Yeoning dan pergi. Chang Jib sendiri hanya bisa bergeleng-geleng kepala melihat sikap keras kepala Yeoning. Dari kejauhan Jo Il Soo dan menteri dari kubu Soron melihat bagaimana Pangeran Yeoning tidak pernah menuruti permintaan dari kubu Noron.


Kembali lagi pada In Jwa yang memberitahu Mo Myung kalau semua itu tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan membujuk kubu Noron.

“Dalam rangka untuk menghapuskan undang-undang itu... mereka harus berurusan dengan hilangnya penerimaan pajak dari pedagang. Mereka semua masuk dalam perangkap Iblis ke-6 dan sudah terjebak,” ucap In Jwa dan kita diperlihatkan pada Iblis ke-6 yang berhasil menjebak sekelompok orang sehingga mereka menjadi budaknya.


Di istana para menteri memohon pada sang Raja untuk memikirkan lagi undang-undang yang akan dibuat atas saran Pangeran Yeoning.

“Terlebih lagi... Raja akan mengalami kesulitan dalam melepaskan penerimaan pajak dari para ,” pedagang,” ungkap In Jwa yang bisa menebak semua yang terjadi.


Pangeran Yeoning menemui ibunya dan saat itu Selir Sukbin terlihat tidak sehat, dia baru saja minum ramuan obat dari tabib. Selir Sukbin kemudian membahas tentang Pangeran Yeoning yang berusaha melawan partai dan para menteri demi membentuk sebuah undang-undang. Dia bertanya tentang alasan Pangeran Yeoning melakukan semua itu.

“Aku akan menangkap Lee In Jwa. Aku punya rencana. Jangan terlalu khawatir, ibunda. Selain itu, apakah Kau baik-baik saja?” tanya Pangeran Yeoning dan Selir Sukbin meminta agar Pangeran Yeoning tidak khawatir padanya.


Kubu Soron mengadakan rapat di luar istana, mereka membahas tentang undang-undang yang akan dibentuk atas saran dari Pangeran Yeoning. Tepat disaat itu, Pangeran Yeoning muncul dan dalam hati dia berkata kalau dia sudah mengurangi pendapatan para menteri yang ada di hadapannya itu sehingga membuat mereka merasa takut.


Pangeran Yeoning ikut bergabung di meja mereka. Dia berkata pada semuanya kalau dia akan melakukan apapun untuk menghapuskan larangan berdagang.

“Seperti yang kalian semua tau, aku adalah anak dari pembantu rendahan yang tidak punya rasa takut. Tidak ada yang aku takutkan,” ucap Pangeran Yeoning dan menuang minumannya sendiri. “Oleh karena itu, jika kalian tidak ingin menjadi seperti anjing yang mengejar ayam.... Lee In Jwa.... singkirkan dia. Akhiri hubungan kalian dengan dia, dengan begitu aku bisa sedikit lebih memperhatikan kalian,” ucap Pangeran Yeoning.


“Tapi, Lee In Jwa...,” ucap Il Soo, namun belum selesai dia mengatakan sesuatu In Jwa muncul.

Karena In Jwa sudah muncul, Pangeran Yeoning pun memilih pergi. Di dalam, In Jwa meminta Il Soo untuk melakukan apa yang Pangeran Yeoning inginkan.


“Kau harus menyingkirkanku. Sama seperti yang diperintahkan Yeoning, singkirkan aku. Selain itu, bukalah gudang milik kalian dan berbagilah dengan rakyat. Tuan, kau hanya perlu melakukan apa yang aku katakan. Apakah kau benar-benar berpikir kalau aku tidak bisa mengatasi Yeoning?” ucap In Jwa dan Il Soo sepertinya akan percaya pada In Jwa.

Sang Gil bersama beberapa prajurit lain bertugas menjaga pria tua yang menulis buku catatan korupsi. Karena pria itu memang menyukai dihibur, maka diapun terus menghabiskan waktu bersama Gisaeng.


Dari kejauhan terlihat Mo Myung, yang sepertinya di tugaskan oleh In Jwa untuk membunuh pria penulis buku catatan keuangan. Sang Gil merasa ada seseorang yang mencurigakan dan dia pergi sejenak untuk mengecek. Tanpa Sang Gil sadari, kalau orang yang membahayakan ada di dekat pria tua itu sendiri. Ya, salah satu gisaeng yang menghibur pria itu, adalah Hong Mae.

Sebelum Sang Gil pergi terlalu jauh, pria tua itu memanggilnya dan mengajak minum. Merasa tidak ada orang, Sang Gil pun kembali menjaga pria tua itu.


Para Gisaeng sudah pergi dan pria tua itu masih terus minum arak. Saat hanya sendirian, dia teringat kembali saat dia bertemu dengan In Jwa.


Flashback!
In Jwa memberi uang pada pria itu dan meminta buku yang dia berikan pada Pangeran Yeoning. In Jwa berkata kalau pria itu seharusnya diberi peringatan, karena menjadi terlalu serakah akan menimbulkan masalah.
Flashback End!


Setelah mengingat kata-kata In Jwa, pria tua itu meminum arak kembali dan mengajak Sang Gil untuk minum bersama. Saat pria itu hendak berdiri, tiba-tiba dia terjatuh dan mati, ternyata arak yang dia minum tadi beracun.

Sudah bisa ditebak, kalau orang yang meletakkan racun itu adalah Hong Mae, karena dia sempat menoleh kebelakang saat berjalan pergi. Dan Mo Myung sendiri, hanya berada di sana untuk memastikan kalau pria tua itu benar-benar mati.


Hong Mae menemui In Jwa dan protes, karena In Jwa memberikan tugas yang begitu rendahan untuknya. In Jwa kemudian mengingatkan Hong Mae pada perjanjian mereka, dimana In Jwa akan memberikan 3 tugas dan setelah itu tempat perjudian yang Hong Mae pegang, akan benar-benar menjadi miliknya. Hong Mae pun mengerti dan menunggu 2 tugas lagi yang akan diberikan In Jwa padanya.

In Jwa kemudian meminta Hwang Gu untuk memainkan musik, karena malam itu In Jwa sedang merasa senang. Dia senang membayangkan perasaan Pangeran Yeoning yang merasa sudah di khianati.


Pangeran Yeoning shock melihat saksi kunci yang dia punya sudah tak bernyawa lagi, ditambah lagi ada pria yang mengaku anak dari pria tua itu menyalahkan Pangeran Yeoning. Dia menyalahkan Pangeran atas kematian sang ayah. Pangeran sendiri hanya bisa meminta maaf dan kemudian pergi. Setelah Pangeran Yeoning pergi, pria tadi langsung bersikap biasa saja. Ternyata apa yang dia lakukan tadi hanyalah akting belaka.


Pangeran Yeoning menemui In Jwa yang sedang bersenang-senang bersama anak buahnya. Namun hanya Jin Ki yang menikmatinya, Mo Myung hanya diam dan tak melakukan apa-apa.

“Kau sudah menyulut api di rumah orang lain.... dan kau minum-minum?” tanya Pangeran Yeoning dan In Jwa mengingatkan kalau Pangeran Yeoning lah yang pertama kali menyentuh milik orang lain. Pangeran Yeoning mengerti bagaimana cara kerja In Jwa, dia akan membunuh orang lain tanpa penyesalan sedikitpun.

“Kalau begitu kau mengira kalau orang-orang ini juga bisa mati di tanganmu. Kau tidak peduli dengan orang lain. Bukankah seperti itu?” ucap Pangeran Yeoning dan membuat semua pengikut In Jwa tersentak.


In Jwa tersenyum tipis dan kemudian berdiri. “Jadi, apa yang ingin kau dapatkan untuk datang kesini?” tanya In Jwa.

“Aku datang kesini bukan untuk mendapatkan apapun. Aku datang untuk mengembalikan sesuatu.”

“Apakah kau akan menghunuskan pedangmu disini?”


“Tidak, aku punya sesuatu yang lebih baik dari itu,” ucap Pangeran Yeoning dan langsung meninju wajah In Jwa. Melihat itu, reflek Mo Myung langsung menghunuskan pedangnya pada Pangeran dan Sang Gil menghunuskan pedangnya pada Mo Myung.

Setelah mendapatkan kode dari In Jwa, Mo Myung kembali memasukkan pedangnya dan Sang Gil juga menurunkan pedangnya.

“Bagaimana? Sakit kan?” tanya Pangeran Yeoning dan masih dengan tersenyum, In Jwa mengaku kalau dia merasa kecewa pada Pangeran Yeoning, karena dia mengharapkan lebih dari Pangeran Yeoning. Mendengar komentar seperti itu, Pangeran Yeoning sedikit terpancing berkata kalau dia akan menunjukkan reaksi yang sebenarnya secara perlahan.


Dalam perjalanan pulang, Sang Gil berkata kalau dia ingin tahu apakah Pangeran Yeoning sudah membuat masalah yang tak seharusnya dia lakukan.

“Apakah kau pikir aku bodoh, yang tidak tahu apa yang aku lakukan?” tanya Pangeran Yeoning dan meminta Sang Gil mengikutinya. Dia kembali lagi ke tempat dimana mayat pria tua itu di letakkan, namun disana sudah sepi, tak ada siapa-siapa. Pangeran Yeoning mengingat kembali apa yang terjadi tadi, saat pria yang mengaku anak pria tua itu memarahinya. Pangeran pun meminta Sang Gil untuk mencari tahu keberadaan pria tadi, karena dia yakin pria tadilah yang memegang bagian lain buku catatan keuangan itu.


Pria itu bernama Baek Joong Ki dan sekarang dia sedang melakukan pertemuan dengan persatuan Pedagang Kecil. Tak perlu menunggu waktu lama, Sang Gil menemukan tempat persembunyian mereka.


Paginya, mereka semua sudah berada di sidang oleh Pangeran Yeoning. Pangeran bertanya kenapa Joong Ki berpura-pura jadi anak pria tua itu dan pangeran juga bisa menebak kalau Joong Ki lah yang mempunyai setengah bagian catatan keuangan.

“Apa yang kau inginkan?” tanya Joong Ki.

“Aku melakukan semua ini untuk membantu kalian menjadi pemilik usaha kecil. Berikan buku itu padaku,” pinta Pangeran Yeoning, namun Joong Ki tidak bisa percaya padanya, karena pejabat pemerintah tidak ada yang pernah berpihak pada mereka.

“Terlebih lagi, kau adalah raja....,” tambah Joong Ki.

“Putra seorang raja. Orang yang disebut para menteri Joseon sebagai Pangeran... sudah melawan mereka semua. Aku sudah mengatur segalanya sesuai rencana. Apa yang bisa aku lakukan?” tanya Pangeran Yeoning, agar Joong Ki dan kawan-kawan percaya padanya.

Joong Ki kemudian menunjukkan tanda yang ada di dadanya, ternyata bukan hanya dia saja yang mempunyai tanda itu. Teman-temannya juga punya tanda seperti itu. Melihat tanda itu, Pangeran Yeoning pun teringat pada mayat wanita yang mirip dengan Dam Seo.


“Hidup kita bukan lagi milik kita sendiri. Kami meminjam uang kepada iblis ke 6 untuk bertahan hidup. Kami tidak bisa mengembalikkannya dan sekarang kami menjadi budaknya. Hidup atau mati.... kehidupan kami milik iblis ke 6. Selamatkan kami dari iblis itu, dengan begitu.... aku akan percaya denganmu. Maka aku akan berikan buku catatan keuangannya,” ucap Joong Ki dan Pangeran yeoning langsung bertanya dimana dia bisa bertemu dengan si Iblis ke 6.

Di Seosomun. Kita melihat Dae Gil sudah berada disana. Seosomun adalah tempat gelandangan dan pengemis dari Hanyang berkumpul. Selain itu, disana juga adalah tempat perdagangan manusia dan menjual mayat. Ternyata bukan hanya Dae Gil yang ada di tempat itu, Pangeran Yeoning juga datang kesana.

“Alasan mereka menamai Seosomun adalah karena si Iblis ke 6. Kau akan masuk dalam keadaan hidup, tapi keluar sebagai mayat.”


Bukan hanya diambil alih kemerdekaannya, para gelandangan di Seosomun juga di siksa oleh anak buah Si Iblis ke-6. Rambut mereka dipotong pendek dan dipaksa menyetujui kontrak. Dae Gil menghampiri anak kecil yang sedang menangis dan memberinya roti. Tepat disaat itu Si Iblis ke-6 muncul dan memotong rambut salah satu budaknya.

“Hidup atau mati, kalian sudah menjadi milikku sekarang. Apakah kalian mengerti?” ucap Si Iblis ke -6 sambil mengangkat potongan rambut si budak. Mendengar itu, Dae Gil pun jadi teringat pada si Iblis yang juga menjebak orang dengan surat kontrak. Mengingat hal tersebut membuat Dae Gil emosi dan langsung berdiri.

“Ho ho... sekarang ini kau masih bertindak sebelum kau berpikir,” ucap Pangeran Yeoning dan Dae Gil menjawab kalau hal itu lebih baik daripada hanya bicara. Dae Gil hendak melangkah maju namun di hentikan oleh Pangeran Yeoning yang langsung bertanya apa Dae Gil punya rencana.

“Sudah aku katakan. Ada yang harus aku lakukan,” ucap Dae Gil dan pergi. Melihat sikap percaya dirinya Dae Gil, pangeran Yeoning pun bertanya-tanya apa alasan Dae Gil sehingga membuat dia menjadi seperti itu.

Tiba-tiba seseorang melempar pisau ke meja, tempat mereka menempatkan kontrak. Tak mau terkena masalah, Pangeran Yeoning pun memilih pergi dan Dae Gil harus menghadapi anak buah si iblis ke 6 sendirian.


Pangeran Yeoning hendak masuk ke rumah perjudian Seosomun, namun di hentikan oleh penjaga karena dia tak membawa uang. Agar pangeran Yeoning bisa masuk, maka dia harus mengecap tangannya dengan cap nominal harga untuk tubuhnya.


Saat Pangeran Yeoning  mengantri untuk di cap, Dae Gil muncul dan ikut mengantri. Pangeran Yeoning kemudian mengajak Dae Gil untuk kerja sama, namun Dae Gil tak mengiyakan, dia langsung maju untuk mendapatkan cap.


Ketika akan diberi cap, Dae Gil langsung menangkap tangan si tukang cap. “Perhatikan kau baik-baik. Aku masih muda dan benar-benar kuat. Bukankah seharusnya aku memiliki nilai setara 100 nyang?” ucap Dae Gil dan si tukang cap pun menuruti permintaan Dae Gil, dia mengecap tangan Dae Gil dengan nominal 100 nyang.

Sekarang giliran tangan Pangeran Yeoning yang di cap dan diapun langsung protes karena nominal yang diberi si tukang cap adalah 20 nyang.


“Aku bisa menilai kau dengan 30 nyang,” ucap si tukang cap.


“Aku juga 100 nyang,” pinta Pangeran Yeoning, namun si tukang cap tidak mau melakukannya. Jadi mau tak mau Pangeran Yeoning harus menerima dirinya di nilai seharga 30 nyang.



“Benar-benar.... seorang pangeran hanya seharga 30 nyang tanpa jabatannya,” ledek Gae Dil dan tentu saja itu membuat  Pangeran Yeoning kesal. Mereka berdua pun kemudian bertengkar di depan pintu masuk dan itu membuat penjaga tempat perjudian kesal. Dikepung oleh para penjaga tempat perjudian, Dae Gil dan Pangeran Yeoning pun berhenti bertengkar. Mereka bekerja sama untuk menghajar para penjaga.



Mereka berdua masuk tempat perjudian dengan cara mendobrak pintu dan itu membuat para penjaga di dalam langsung menyambut kedatangan mereka. Salah satu penjaga menyuruh temannya untuk memanggi Iblis ke-6 karena mereka mendapat tamu yang sudah membuat kekacauan. Pangeran Yeoning mengiyakan, mereka memang harus memanggil Iblis ke-6. Namun setelah berkata seperti itu, dia langsung mundur satu langkah.

“Mengapa kau membuat semuanya semakin buruk?” tanya Dae Gil.

“Itu rencanaku,” jawab Pangeran Yeoning dan salah satu anak buah Iblis ke-6 maju untuk menyerang mereka, namun Dae Gil dengan bisa mengatasinya. “Mari kita lakukan saja urusan kita masing-masing mulai saat ini,” ucap Pangeran Yeoning dan kemudian masuk ke sebuah ruangan. Dia meninggalkan Dae Gil sendirian untuk mengatasi anak buah Iblis ke-6.

Tanpa menggunakan pedang, Dae Gil berhasil mengalahkan anak buah Iblis ke-6. Tepat disaat itu, orang yang Dae Gil cari, akhirnya muncul. Dia adalah Iblis ke-6.


“Kau sudah datang?” ucap Iblis Ke-6, karena dia sudah tahu kalau Dae Gil memang akan datang ke tempatnya. “Kau berkata kalau kau akan datang untuk menghancurkan tempat perjudianku. Kenapa kau datang dengan tangan kosong?” tanya Iblis ke-6 dan Dae Gil langsung menunjukkan cap di tangannya.

“Aku senilai dengan 100 nyang,” jawab Dae Gil dan sekarang mereka berdua sudah dihadapkan pada permainan baduk. Sebelum mereka memulai permainan, beberapa gelandangan di bawa masuk dan disiksa. Wajah mereka dilempar dengan bubuk berwarna hitam dan putih.


“Mereka semua bernilai 10 nyang. Tidak ada yang mencari mereka. Tapi mereka masih mempertaruhkan nyawa mereka untuk mendapatkan uang. Bagaimana aku bisa mengusir mereka? Mereka bisa menjadi manusia batu baduk,” ucap Iblis ke-6 dan saat melihat ekspresi marah Dae Gil, diapun bertanya apa Dae Gil tidak menyukai semuanya. Kalau Dae Gil tidak suka, maka dia bisa menontonnya saja.


“Jika tempat ini menjadi milikmu, kau bisa melakukan apapun yang kau mau. Namun... jika aku yang menang... kau akan mati,” ucap Iblis ke-6 dan meletakkan kapaknya di tengah-tengah papan baduk.


Kita beralih pada Pangeran Yeoning yang menyusup masuk ke bagian belakang ruang perjudian, karena disanalah Iblis ke-6 menyimpan semua kontrak para budaknya. Pangeran Yeoning melakukan semua itu karena dia ingin menyelamatkan Joong Ki dan kawan-kawan, agar mereka bisa percaya pada Pangeran Yeoning dan mau memberikan sebagian buku catatan.

Pangeran Yeoning dengan mudah mengalahkan dua orang yang menjaga lorong ruangan penyimpanan. Setelah menuruni tangga, akhirnya Pangeran Yeoning menemukan ruangan penyimpanan.


Kembali ke tempat perjudian dimana si Iblis ke-6 bersiap-siap memulai permainan. Namun sepertinya, Dae Gil tidak ingin bermain, tangannya mulai mengarah untuk mengambil pedang.  Disisi lain, Pangeran Yeoning membuka pintu ruang penyimpanan dan ternyata didalamnya sudah ada Jin Ki yang sedang memahat patung budha.

“Aku pikir aku akan mati karena menunggu... pangeran?” ucap Jin Ki.


Dae Gil menarik pedangnya dan membelah papan baduk, reflek Iblis ke-6 langsung berdiri. “Hei Iblis ke-6, berhenti bermain-main dan kita berkelahi saja sekarang.”

“Apa katamu?”

“Melihat yang kalian lakukan, aku bahkan tidak ingin menjadi manusia lagi. Aku ingin mencabik-cabik anggota tubuhmu dan membunuhmu sekarang. Tapi aku berusaha untuk menahan diri. Jadi, berhenti bermain-main dan kita berkelahi saja sekarang,” ucap Dae Gil dan dia berhasil membuat Iblis ke-6 emosi. Bukannya takut, Dae Gil malah senang melihat Iblis ke-6 marah, karena dengan begitu dia akan mudah membunuh Iblis ke-6.



“Cukup!” ucap seseorang dan ternyata dia adalah Seol Rim. Karena sudah lama tak berjumpa, Seol Rim dan Dae Gil pun saling pandang karena kaget.

Dari kutudrama.com (ini hanya copas dari kutudrama karena web postingan muncul peringatan berbahaya)

0 Comments: