Dae Gil mendapati Golsa tergeletak pingsan berlumuran darah di lantai sementara Dam Seo tengah memegang pedang dalam posisi hendak menusukka...

Jackpot ( Daebak ) Episode 14 - 17

Dae Gil mendapati Golsa tergeletak pingsan berlumuran darah di lantai sementara Dam Seo tengah memegang pedang dalam posisi hendak menusukkannya pada Golsa. Dam Seo hampir saja menancapkan pedangnya pada Golsa tapi Dae Gil cepat-cepat menghalaunya dengan pedangnya sendiri.

Tiba-tiba mereka mendengar suara Yeon Hwa memanggil ayahnya. Dae Gil cepat-cepat menyuruh Dam Seo pergi sekarang sebelum dia ketahuan Yeon Hwa. Setelah Dam Seo keluar lewat jendela, Dae Gil berusaha membangkitkan Golsa yang saat itu tengah sekarat. Golsa tiba-tiba batuk darah dan cipratannya mengenai bajunya Dae Gil.




Yeon Hwa masuk saat itu tapi Golsa sudah meninggal dunia. Yeon Hwa langsung salah paham mengira Dae Gil lah yang telah membunuh ayahnya. Dae Gil berusaha membela diri dan menjelaskan bahwa bukan dia pembunuhnya, tapi Yeon Hwa tidak percaya bahkan menyuruh anak buahnya untuk menangkap Dae Gil.


Dae Gil langsung melarikan diri. Dae Gil melupakan pedang yang dijatuhkannya saat dia melarikan diri dan saat Yeon Hwa melihat pedang itu, keyakinannya bahwa Dae Gil adalah pembunuh ayahnya menjadi semakin kuat. Polisi tiba tak lama kemudian dan Yeon Hwa memberitahu polisi bahwa pembunuh ayahnya adalah Dae Gil.


Para pedagang yang awalnya ingin mendukung Dae Gil, sekarang mulai meragukan Dae Gil. Mereka curiga ada motif lain yang Dae Gil inginkan selain mengambil alih semua kasino. Mengingat Hantu ke-6 mati begitu Dae Gil mengambil alih kasinonya, mereka jadi curiga jangan-jangan sekarang Golsa juga mati.

Menjawab dugaan mereka, seorang pedagang lain terburu-buru datang untuk mengabarkan kalau Golsa sudah meninggal dunia. In Jwa datang tak lama kemudian dan langsung menyatakan kecurigaannya bahwa pembunuh Golsa adalah Dae Gil dan membuat Dae Gil seolah dia adalah seorang pembunuh keji yang sebentar lagi akan ditangkap atas tuduhan pembunuhan.

Dengan matinya Golsa dan karena putrinya Golsa tidak punya pengalaman apapun, maka sekarang hanya In Jwa seorang yang mampu mengelola Mapo. Karena itulah, In Jwa mengancam mereka semua untuk berbalik mendukungnya atau mereka akan mati.


Di istana, Pangeran Yeoning terlambat menghadiri rapat pagi. Dan saat dia tiba, Putra Mahkota Yoon memberitahunya kalau rapat pagi sudah selesai. Pangeran Yeoning langsung bertanya bagaimana hasil rapat tentang aturan larangan bagi pedagang kecil.

"Aturan larangan itu... aku sudah menyuruhmu untuk memberikanku bukti" ujar Raja

"Bukti itu sudah saya serahkan pada Kim Chang Jib"

Chang Jib membenarkan kalau dia memang menerima buku keuangan yang berisi daftar korupsi pedagang dan para menteri tersebut. Tapi dia mengklaim kalau bukti yang tertulis dalam buku itu tidak memiliki nilai yang kuat dan karenanya memutuskan untuk membakar buku itu. Merasa terkhianati, Pangeran Yeoning langsung menatapnya dengan penuh amarah.


Begitu rapat selesai dan semua menteri keluar, Pangeran Yeoning langsung mengkonfrontasi Chang Jib dan menuntut apa sebenarnya alasan Chang Jib melakukan itu. Chang Jib mengklaim bahwa dia melakukan ini demi kebaikan Pangeran Yeoning sendiri "Pangeran adalah pilar faksi Noron. Anda tidak boleh terjatuh hanya karena masalah aturan larangan pedagang kecil"

"Kau mencegahku... demi kebaikan? Bukankah itu terlalu bertentangan?"

Chang Jib memberitahu Pangeran Yeoning bahwa menghapus aturan larangan berdagang bagi pedagang kecil, tidak akan membuat faksi Soron langsung hancur. Penghapusan larangan itu tidak akan bisa membuat iblis seperti In Jwa masuk penjara. Jika begitu, maka Pangeran Yeoning sendiri lah yang akan terluka pada akhirnya.




Pangeran Yeoning tetap tidak terima dengan semua ini. Tapi tepat saat itu juga, Putra Mahkota Yoon muncul dan memberitahu Pangeran Yeoning bahwa semua ini adalah kehendak Choi Sukbin. Jika aturan larangan ini sampai dihapus maka nyawa Pangeran Yeoning akan berada dalam bahaya.


Dalam flashback, Choi Sukbin meminta bantuan Putra Mahkota Yoon untuk menghentikan Pangeran Yeoning. Tapi menyadari Putra Mahkota Yoon tidak akan bisa menghentikan Pangeran Yeoning seorang diri, Choi Sukbin pun meminta bantuan Kim Chang Jib yang menyarankan Putra Mahkota untuk menemui raja dan meminta raja untuk mengembalikan posisi Pangeran Yeoning di Inspektorat Jenderal terlebih dulu, sementara sisanya akan dia tangani sendiri.


Putra Mahkota Yoon meminta Pangeran Yeoning untuk menghentikan aksinya dalam penghapusan aturan larangan berdagang bagi pedagang kecil itu, lalu memberikan lencana Inpekstorat Jenderal pada Pangeran Yeoning dan memberitahunya bahwa Raja juga sudah menyetujuinya. Pangeran Yeoning akhirnya menerima lencana itu kembali.

Flashback,


Putra Mahkota Yoon menemui Raja yang bertanya-tanya apa sebenarnya tujuan Putra Mahkota Yoon? Apa Putra Mahkota Yoon tidak ingin menjadikan dirinya sendiri sebagai raja? Kenapa dia malah ingin menyelamatkan Pangeran Yeoning padahal Pangeran Yeoning bisa jadi penghalang baginya nanti? Bukankah jauh lebih baik bagi Putra Mahkota Yoon jika Pangeran Yeoning mati?

"Saya adalah kakaknya. Yeoning juga seorang bawahan yang loyal. Saya tidak ingin lagi menekannya. Saya ingin mengembalikan posisinya"

Kembali ke masa kini,


Pangeran Yeoning masih belum bisa mengerti semua ini. Chang Jib memberitahunya bahwa dalam politik, kita harus bisa melepaskan sesuatu demi mendapatkan sesuatu yang lainnya.


Pangeran Yeoning lalu pergi menemui ibundanya untuk protes. Choi Sukbin membela diri karena dia melakukan ini demi kebaikan Pangeran Yeoning sendiri. Dia akan berada dalam bahaya kalau dia melawan para menteri dan bisa saja dia akan kehilangan segalanya. Saat Pangeran Yeoning bersikeras kalau dia rela kehilangan segalanya, Choi Sukbin memohon agar dia berhenti.

"Aku memohon padamu, sebagai seorang ibu. Aku tidak punya banyak waktu tersisa untuk memohon banyak padamu. Mungkin ini akan menjadi permintaan terakhirku"


Shock mendengar kata-kata ibundanya, Pangeran Yeoning langsung pergi menemui tabib yang memberitahunya bahwa kesehatan Choi Sukbin banyak menurun drastis. Pangeran Yeoning bingung, dia rela mengorbankan nyawanya demi ibundanya. Tapi bagaimanapun, saat ini dia tidak bisa menuruti ibundanya. Dia tidak bisa berhenti sekarang.


Raja bertemu dengan Kim Chang Jib dan bertanya seberapa banyak pengetahuan Chang Jib akan In Jwa.


Sementara di tempat lain, In Jwa berkumpul bersama para menteri yang memuji-muji keberhasilan In Jwa dalam membuat Kim Chang Jib berbalik mendukung mereka. In Jwa dengan rendah hati berkata kalau sebenarnya dia tidak banyak berperan dalam hal ini.

Il Soo bertanya-tanya apa yang akan In Jwa lakukan dengan Dae Gil yang telah berhasil mengalahkan Golsa. In Jwa memberitahu mereka bahwa walaupun Golsa kalah dari Dae Gil tapi dia sudah mengambil alih semua pedagang yang dulu dikendalikan oleh Golsa dan Dae Gil sebentar lagi pasti akan dipenjara.


Dae Gil mendatangi Hong Mae di kasinonya untuk menanyakan keberadaan Dam Seo tapi Hong Mae tidak tahu apapun, dia bahkan tidak tahu kalau Dam Seo sudah kembali. Tidak bisa menemukannya disana, Dae Gil langsung pergi ke kediamannya In Jwa.

Dia yakin Dam Seo disana karena dia mengira kalau In Jwa lah yang memerintahkan Dam Seo membunuh. Tapi sama seperti Hong Mae, In Jwa juga tidak tahu apa-apa, dia bahkan tidak tahu kalau Dam Seo sudah kembali. Dae Gil tak percaya dan hendak menuduh In Jwa membunuh Golsa.


Tapi belum sempat mengatakan apapun, In Jwa menyela dan menuduh Dae Gil sebagai pembunuh Golsa lalu mengusir Dae Gil. Dae Gil kesal mendengarnya tapi menyadari dia tidak mungkin melawan kedua pengawal tangguh In Jwa dengan tangan kosong, Dae Gil akhirnya pergi.


Di tengah jalan, Dae Gil dihadang oleh Moo Myung yang bertanya apakah Dae Gil melihat Dam Seo. Dae Gil memberitahunya kalau Dam Seo lah yang membunuh Hantu ke-6 dan Golsa. Moo Myung langsung menuntut apa yang akan Dae Gil lakukan kalau dia bertemu Dam Seo. Dae Gil langsung curiga, Moo Myung pasti mengetahui keberadaan Dam Seo.


Moo Myung pun akhirnya memberitahu Dae Gil tentang sebuah kuil yang sering didatangi Dam Seo. Dae Gil langsung pergi ke kuil yang dimaksud. Dan disanalah, akhirnya dia menemukan Dam Seo.


Begitu kembali ke kantornya, Pangeran Yeoning mendapat kabar kematian Golsa dan langsung pergi untuk melihat langsung mayat Golsa. Penyebab kematiannya adalah sayatan pedang di leher dan menurut prajurit polisi sayatan itu dilakukan oleh seseorang yang memiliki ilmu bela diri.

Yeon Hwa datang dan langsung memberitahu Pangeran Yeoning bahwa pembunuhnya adalah Dae Gil. Dia bahkan bersumpah kalau melihatnya dengan mata kepalanya sendiri dan menyuruh Pangeran Yeoning untuk menangkap Dae Gil sekarang juga.

Pangeran Yeoning langsung memutuskan untuk mengambil alih kasus ini. Si pejabat membiarkannya, karena teryata dia sudah mendapatkan perintah dari In Jwa untuk membiarkan Pangeran Yeoning mengambil alih kasus ini.


Di kuil, Dae Gil langsung bertanya apakah Dam Seo yang membunuh Hantu ke-6 dan Golsa. Dam Seo bertanya balik apakah Dae Gil akan mempercayai ucapannya. Dia mengakui memang benar dialah yang membunuh Hantu ke-6 karena Hantu ke-6 selama ini sudah banyak melakukan kejahatan jadi dia pantas mati. Golsa juga banyak melakukan kejahatan, dia memang ingin membunuh Golsa waktu itu, tapi sungguh bukan dia yang telah membunuh Golsa

"Kalau bukan kau yang membunuhnya lalu siapa?"

"Walaupun aku sudah memberitahukan kebenarannya padanya, kulihat kau masih tidak mempercayaiku. Sebaiknya kau pergi saja kecuali kau berencana untuk melaporkanku"

"Kenapa sebenarnya kau jadi seperti ini? Apa yang terjadi padamu?"

"Sebentar lagi kau juga akan mengetahuinya, alasan kenapa ayahmu meninggal dan alasan kenapa Guru belum membunuhmu. Saat kau tiba di persimpangan, maka kau harus memilih. Seperti aku yang memilih untuk meninggalkan kepercayaan Guru. Akankah kau berdiri mendampinginya dan berjalan bersamanya ataukah melawannya"

Saat Dae Gil berjalan pergi, Dam Seo diam-diam menambahkannya "Sebentar lagi kau juga akan tahu. Bahwa kau adalah putra raja"

Begitu pulang, Dae Gil diberitahu Tuan Nam bahwa Seol Im menghilang dengan hanya meninggalkan satu sepatu dan sebuah surat.


Seol Im sedang berada di rumah Algojo saat itu. Setelah menyajikan makanan untuk Algojo, dia hendak pergi. Tapi para pengawalnya Algojo langsung menghalanginya. Algojo melarang Seol Im pergi lalu menyuruh pengawalnya memberikan sepasang sepatu cantik untuk Seol Im. Dia memberitahu Seol Im bahwa dia sudah meninggalkan sebuah surat untuk Dae Gil jadi tidak akan ada orang yang akan datang mencarinya.


Tuan Nam yakin sekali pasti ada yang tidak beres walaupun Seol Im meninggalkan sebuah surat pamit pada mereka. Tidak tenang, Dae Gil pun berencana pergi untuk mencari Seol Im. Tapi belum sempat kemana-mana, Pangeran Yeoning datang bersama serombongan pengawal untuk menangkap Dae Gil atas pembunuhan Golsa. Dae Gil ditangkap tanpa perlawanan dan Pangeran Yeoning terus menemaninya bahkan sampai dia dimasukkan kedalam penjara.


Moo Myung melapor pada In Jwa tentang penangkapan Dae Gil yang dilakukan langsung oleh Pangeran Yeoning. In Jwa tahu betul kalau Dae Gil sampai dinyatakan bersalah maka dia pasti akan dihukum mati, dia jadi penasaran bagaimana reaksi Choi Sukbin menghadapi berita ini.


Choi Sukbin shock saat diberitahu dayangnya tentang penangkapan Dae Gil.


Moo Myung bertanya apakah In Jwa berencana membunuh Dae Gil. In Jwa yakin kalau Dae Gil tidak akan mati semudah itu, dia hanya penasaran dengan reaksi raja. Ingin tahu bagaimana reaksi raja saat mengetahui anaknya tengah menghadapi maut.


Raja mendapat kabar ini dari kasim kembar. Tapi dia yakin kalau pertemuan kedua saudara itu tidak mungkin cuma karena takdir. Dia yakin kalau semua ini pasti ulahnya In Jwa "Dia sedang berusaha memprovokasiku dan menyerangku? Atau punya rencana lain?"


Pangeran Yeoning mendatangi Dae Gil di penjara dan menuntutnya untuk mengatakan kebenarannya. Saat Dae Gil berkata kalau dia tidak membunuh Golsa, Pangeran Yeoning memintanya untuk bersumpah diatas pedang pemberian raja.

"Aku berani bersumpah bahkan tanpa pedang itu" ujar Dae Gil

Lega mendengar sumpah Dae Gil, Pangeran Yeoning menduga jika bukan Dae Gil pembunuhnya maka pasti ada orang yang membunuh Golsa dan menjebak Dae Gil. Apa waktu itu, Dae Gil melihat sesuatu atau seseorang yang melarikan diri? tanya Pangeran Yeoning.

Demi melindungi Dam Seo, Dae Gil mengaku tidak melihat siapapun. Mendengar itu, Pangeran Yeoning meminta Dae Gil untuk diam saja disini dan menunggunya, dia berjanji kalau dia pasti akan menangkap pembunuh Golsa yang sebenarnya.

"Bahkan sekalipun tanpa pedang ini, aku mempercayaimu" ujar Pangeran Yeoning.


Pangeran Yeoning langsung pergi menyelidiki TKP dan sekali lagi bertanya apakah Yeon Hwa sungguh-sungguh menyaksikan pembunuhan itu. Yeon Hwa mengaku kalau dia tidak menyaksikan pembunuhannya, tapi dia sangat amat yakin kalau Dae Gil lah yang membunuhnya.


Pangeran Yeoning lalu bertanya apakah ada seseorang yang menerobos masuk dari luar. Dan pertanyaan itu terjawab dengan sendirinya saat dia melihat sebuah pintu yang tak terkunci. Yeon Hwa pun mengkonfirmasi bahwa pada hari pembunuhan ayahnya, jendela itu memang terbuka. Kalau begitu, Pangeran Yeoning menyimpulkan pasti ada seseorang yang masuk melalui jendela dan membunuh Golsa dan mungkin saja Dae Gil cuma dijebak.

Yeon Hwa tidak terima dengan dugaan Pangeran Yeoning. Dia sangat yakin kalau Dae Gil adalah pembunuh ayahnya. bahkan untuk membuktikan tuduhannya, dia memberikan kartu judi yang dipegang ayahnya saat ia mati. Pangeran Yeoning mengembalikan kartu itu dan berjanji akan membuat pembunuh ayahnya Yeon Hwa membayar atas semua kejahatannya.




Dae Gil disiksa dan dipaksa untuk mengakui kejahatannya. Choi Sukbin datang untuk menghentikan mereka dan mengancam si pejabat untuk pergi. Dengan mata berkaca-kaca, Choi Sukbin bertanya apakah Dae Gil benar-benar membunuh orang.


Dae Gil heran melihat air mata Choi Sukbin tapi akhirnya dia menjawab "Tidak, saya tidak bersalah"

"Kalau begitu kenapa kau bisa sampai disini?"

Dae Gil benar-benar bingung kenapa Choi Sukbin menyelamatkannya dan bereaksi seperti ini. Choi Sukbin beralasan karena dia dengar Dae Gil adalah temannya Pangeran Yeoning satu-satunya. Dia lalu bertanya siapa kira-kira yang telah menjebak Dae Gil.

Dae Gil mengaku kalau dia mencurigai seseorang walaupun dia tidak terlalu yakin, dan orang yang dicurigainya itu adalah Sarjana Baek Myun. Choi Sukbin tentu saja langsung mengenalinya sebagai In Jwa. Teringat bagaimana dulu In Jwa hampir membunuh Dae Gil saat dia masih bayi, Choi Sukbin bersumpah dia tidak akan pernah memaafkan In Jwa "Apapun yang terjadi, akan kuakhiri hidupnya!"


Sambil menggenggam tangan Dae Gil, Choi Sukbin meminta Dae Gil untuk menunggu dan bersabar. Diam-diam dalam hatinya, ia menambahkan "Ibumu pasti melindungimu, apapun yang terjadi"


Setelah Choi Sukbin pergi, Pangeran Yeoning yang sedari tadi melihat segalanya, akhirnya keluar dari persembunyiannya. Teringat tentang informasi tanggal lahir seseorang yang dia temukan di kediaman ibundanya dulu, Pangeran Yeoning langsung menanyakan tanggal lahir Dae Gil.

Dae Gil tidak ingat tanggal kelahirannya, tapi dia lahir di bulan oktober tahun ayam. Dae Gil heran kenapa Pangeran Yeoning mendadak menanyakan masalah ini. Pangeran Yeoning tidak menjawabnya secara lantang. Tapi dalam hatinya dia berkata karena ini adalah kali pertamanya melihat ibundanya semarah itu.

"Dia seumuran kakakku yang mati, mereka terlahir di bulan yang sama. Baek Dae Gil apa mungkin kau..."


Moo Myung melapor pada In Jwa bahwa setelah Dae Gil dipenjara, Raja memanggil para pejabat dan para menteri untuk menanyai mereka tentang In Jwa. Tapi mereka semua tutup mulut. In Jwa yakin bahwa raja sudah tahu kalau dialah yang telah menjebak Dae Gil karena itulah dia menanyai para pejabat agar raja bisa menangkapnya.


Pangeran Yeoning hendak menemui raja tapi didepan pintu, dia dihadang oleh kasim kembar. Karena Raja saat itu sedang bertemu dengan Choi Sukbin yang meminta Raja untuk menyelamatkan Dae Gil. Tapi Raja memberitahu Choi Sukbin bahwa faksi Soron lebih menginginkan kematian Dae Gil. Penangkapan pembunuhan dan penyiksaan sering terjadi, lalu kenapa Choi Sukbin sampai harus pergi sendiri ke tempat itu.

"Anak itu sudah dewasa. Kau tidak perlu melibatkan diri dalam segala hal. Kau juga tahu. Baik dia hidup atau mati, aku yang akan mengurusnya. Jangan melibatkan dirimu lagi, mengerti? Kau akan terluka jika kau terlibat lebih jauh lagi"


Raja menggenggam tangan Choi Sukbin dan langsung tahu kalau Choi Sukbin sedang tidak sehat. Karena itulah, Raja menasehati Choi Sukbin untuk berdiam diri di kediamannya saja dan tidak usah kemana-mana. Setelah itu Raja keluar untuk menemui Pangeran Yeoning.


Raja membawa Pangeran Yeoning ke arena latihan panah dan bertanya apakah Pangeran Yeoning ingin menangkap In Jwa "Tangkap saja dia"

Saat Pangeran Yeoning protes karena tidak mungkin baginya untuk mendadak menangkap In Jwa tanpa alasan, Raja berkata bahwa dia tidak membutuhkan alasan "Alasan apa yang dibutuhkan seekor harimau untuk menangkap serigala? Tangkap saja dia dan cabik dia sampai koyak. Aku memberimu kesempatan"

Raja merasa kalau dia tidak perlu terlibat langsung untuk menangkap seseorang seperti itu. Karena itulah dia menyuruh Pangeran Yeoning menangkapnya saja, bahkan menyuruh Pangeran Yeoning untuk memanfaatkan Dae Gil untuk membantunya.


Setelah Pangeran Yeoning pergi, raja bertanya-tanya apa yang sedang Che Gun lakukan sekarang lalu menembakkan anak panahnya. Di rumahnya, Che Gun tiba-tiba tersentak bangun seolah merasakan ada seseorang yang sedang memanggilnya.


In Jwa memotong kunci peti besar dengan pedangnya lalu mengeluarkan sebuah stempel dan menyatakan bahwa sekarang adalah saatnya bagi mereka untuk bangkit setelah 20 tahun lamanya "Aku akan bangkit bersama kamerad ku yang telah bersembunyi di delapan kota"

Dia lalu menggunakan stempel itu untuk menyetempel lukisannya. Dan stempel itu berbunyi 'Moo Shin'. Dia lalu menyuruh Moo Myung untuk menyampaikan pesan pada Hwang Gu "Katakan padanya bahwa aku sudah datang"


Yeon Hwa mendatangi Dae Gil di penjara untuk mendengarkan pengakuan Dae Gil secara langsung kalau dialah yang telah membunuh ayahnya. Tapi Dae Gil menyangkal dan memberitahu Yeon Hwa bahwa pembunuh yang sebenarnya mungkin adalah orang yang akan mendapatkan keuntungan dari kematian Golsa? Jawabannya adalah In Jwa. Mungkin pula orang-orang yang menerima perintah In Jwa? Jawabannya adalah Jin Ki atau Moo Myung. Atau mungkin pula orang yang akan mendapatkan keuntungan dengan menjebaknya kedalam penjara.

Saat dia memberitahu Yeon Hwa bahwa dia tahu ada sesuatu yang Golsa sembunyikan di tangannya saat dia mati, Yeon Hwa menunjukkan kartu judi yang digenggam ayahnya saat dia meninggal dunia. Itu adalah bukti yang Yeon Hwa klaim sebagai bukti kuat bahwa Dae Gil lah pembunuh ayahnya.

Tapi Dae Gil berpikir lain. Kartu itu justru membuat Dae Gil menyadari siapa pembunuh Golsa yang sebenarnya. Kartu itu bukan menunjuk padanya tapi orang sebelum dia, seseorang yang terlebih dulu pernah mengalahkan Golsa dalam permainan kartu, si Algojo.

Flashback,


Pada malam pembunuhan itu, memang Algojo lah yang datang menemui Golsa. Tanpa basa basi, dia memberitahu Golsa untuk tidak saling mendendam. Golsa langsung tahu apa niatnya. Dia berusaha melawannya tapi Algojo berhasil menyayat lehernya dengan mudah. Dia langsung pergi setelah itu dan Golsa mengambil salah satu kartu judinya sebelum dia sekarat.

Kembali ke masa kini,


Yeon Hwa tidak percaya dengan dugaan Dae Gil dan menuntut Dae Gil untuk memberikannya bukti. Saat Dae Gil berkata kalau dia akan mencari bukti dulu, Yeon Hwa langsung menuduhnya ingin keluar dari masalah ini tanpa bukti.

Dae Gil heran mendengar tuduhan Yeon Hwa, dia jadi bertanya-tanya apakah Yeon Hwa ingin meyakininya sebagai pembunuh ayahny? Ataukah Yeon Hwa akan tetap mendendam padanya terlepas siapapun yang membunuh ayahnya? Ataukah Yeon Hwa takut pada si Algojo?

"Sepertinya kau tidak tahu. Algojo bukan cuma penjudi, dia juga seorang pembunuh bayaran dan pemimpin kelompok pembunuh"

"Jadi, apa kau akan diam saja dan tidak melakukan apapun hanya karena kau takut padanya?"

Yeon Hwa bersikeras menolak dugaan Dae Gil. Dia sangat yakin kalau Dae Gil sengaja menuduh Algojo sebagai pembunuh ayahnya lalu setelah itu dia akan membunuh Algojo. Dia akan tetap meyakini Dae Gil sebagai pembunuh ayahnya kecuali Dae Gil memiliki bukti kuat untuk melawan tuduhannya.

"Aku pasti akan mengubah pikiranmu itu" janji Dae Gil.



Tepat saat itu juga, Pangeran Yeoning datang untuk membebaskan Dae Gil. Yeon Hwa tentu saja tak percaya mendengarnya. Dae Gil dengan santainya berkata "Bukankah aku sudah bilang? Aku adalah orang yang sangat beruntung"

Setelah mengganti bajunya, Dae Gil berkata bahwa dia akan menagih permintaan maaf Yeon Hwa setelah dia menangkap pembunuh yang sebenarnya.


Algojo menemui In Jwa yang berterima kasih padanya karena berkat Algojo membunuh Golsa dan memenjarakan Dae Gil lah, dia sekarang berhasil menguasai perdagangan di Mapo.

Flashback,


Setelah Dae Gil berhasil mengalahkan Golsa, In Jwa menawarkan sepeti uang untuk Algojo sebagai bayaran untuk membunuh Golsa dan menjebak Dae Gil agar Dae Gil tidak bisa menguasai perdagangan di Mapo. In Jwa bahkan sengaja memprovokasi Algojo dengan memberitahu Algojo bahwa Seol Im sekarang tinggal bersama Dae Gil.

Kembali ke masa kini,


In Jwa memberitahu Algojo bahwa Dae Gil mungkin akan mengunjungi Algojo malam ini karena dia sudah tahu kalau Raja sudah membebaskan Dae Gil. Algojo jadi bertanya-tanya apa sebenarnya hubungan Dae Gil dengan Raja. In Jwa tidak memberitahukan detilnya dan hanya berkata kalau hubungan Raja dan Dae Gil cukup dalam.

In Jwa lalu memberikan sebuah surat untuk Algojo dan memberitahunya bahwa dia sudah memanggil seseorang untuk membantu Algojo "Malam ini pasti akan sangat ribut"


Pangeran Yeoning membawa Dae Gil menemui Raja yang memerintahkan Dae Gil untuk menangkap pembunuh yang sebenarnya sebelum jam tengah malam berbunyi. Dae Gil menerima perintahnya dan berjanji bahwa dia pasti akan menangkap si pembunuh sebelum jam tengah malam.

Raja lalu berpaling pada Pangeran Yeoning dan bertanya bagaimana kalau Dae Gil gagal menjalankan misinya. Bagaimana Pangeran Yeoning akan bertanggung jawab nantinya. Karena Pangeran Yeoning sendiri yang ingin terlibat dalam kasus ini, jadi dia pula yang harus bertanggung jawab.


"Saya akan melepaskan segalanya"

"Segalanya? Apa kau masih ingat diskusi kita yang sebelumnya?"

Diskusi mereka saat Raja bertanya apakah Pangeran Yeoning bersedia mengorbankan hidupnya demi Dae Gil? Apa dia bersedia mengorbankan tahtanya demi rakyat?

"Saya mengingatnya, Yang Mulia"

"Begitu?" Raja tampak cukup terkejut dengan ucapan Pangeran Yeoning "Jadi kau akan melepaskan segalanya? Menarik sekali"

Raja memperingatkan Dae Gil bahwa jika dia sampai gagal maka besok. Begitu matahari terbit, dia akan dihukum mati.


Setelah mereka keluar, Pangeran Yeoning cemas apakah Dae Gil akan bisa melakukannya apalagi kali ini dia benar-benar akan sendirian. Dia lalu mengembalikan pedangnya Dae Gil dan memperingatkan Dae Gil untuk tidak terlambat. Dae Gil meyakinkan Pangeran Yeoning untuk tidak cemas, dia pasti tidak akan terlambat.


Dia lalu berjalan pergi. Tapi sesaat kemudian, dia menoleh kembali karena sekarang dia ingat dengan tanggal kelahirannya "6 Oktober tahun ayam"

Dia lalu pergi meninggalkan Pangeran Yeoning yang hanya bisa membeku disana, tercengang menyadari tanggal kelahiran Dae Gil sama persis dengan tanggal kelahiran kakaknya yang terlahir prematur. Teringat reaksi ibundanya saat melihat Dae Gil disiksa, Pangeran Yeoning bertanya-tanya "Baek Dae Gil... apa kau benar-benar hyung ku?"


Raja sedang membaca di singgasananya, In Jwa mengeluarkan stempel Moo Shin. Sementara Algojo sedang menunggu kedatangan Dae Gil dan para pengawalnya berjaga di luar.



Dae Gil akhirnya muncul tak lama kemudian. Dan bahkan sekalipun dia sedang membelakanginya, Algojo bisa merasakan kehadiran Dae Gil.

"Kau cepat sekali datang" ujarnya sambil berpaling menatap Dae Gil.

EPISODE 15

 Pangeran Yeoning shock ketika menyadari kalau Baek Dae Gil adalah kakaknya. Diapun bertanya-tanya apa Selir Sukbin mengetahui semuanya. Ingin mengklarifikasi semuanya, Pangeran Yeoning pun langsung menemui ibunya. 



Selir Sukbin terlihat sedang tidak sehat, pada Yeoning dia mengaku kalau sudah sebulan ini dadanya terasa sesak sehingga membuat dia kesulitan bernafas. “Apa yang membuatmu datang kesini?” tanya Selir Sukbin dan Yeoning hanya diam saja. Sukbin pun kemudian menyuruh dayangnya keluar agar Yeoning bisa leluasa mengatakan apa yang ingin dia katakan. 

“Ibunda, Soal hyung-nimku yang terlahir prematur..Aku ingin bertanya padamu,” ucap Yeoning memulai pembicaraan. 


“Kenapa dengan dia?”

“Apakah hyung-nimku yang terlahir prematur..masih hidup?” tanya Yeoning dan Sukbin bertanya kenapa Yeoning bisa berpikir seperti itu. “Apa dia itu, Baek Dae Gil? Ibunda.. Aku bertanya padamu, apakah hyung-nimku yang terlahir prematur adalah Baek Dae Gil,” tanya Yeoning dan Sukbin hanya terdiam.


Mo Myung menemui Hwang Gu dan memberikan gulungan kertas dari In Jwa.  Ternyata di dalam kertas itu, selain gambar coret-coret juga ada gambar 2 ikan. Setelah melihat gambar dua ikan itu, Hwang Gu kemudian bertanya apa Mo Myung mengerti maksud dari gambar itu.


“Ikan ini digambar oleh Hanja mewakili Raja. Ada 2 ekor ikan di kolam bunga teratai. Ini melambangkan pemberontakan,” jawab Mo Myung dan Gwang Gu berkata kalau dia sendiri yang akan mengantarkan gambar itu pada guru. 


In Jwa sendiri sekarang sedang bersama Jin Ki, dia membuka buku yang berjudul, “Jeonggamrok.” Melihat buku itu, Jin Ki pun bertanya buku seperti apa itu? 

“Ini buku yang berisi ramalan tentang masa depan negeri Joseon. Ini buku terlarang yang harus segera dibakar begitu ditemukan,” jawab In Jwa dan itu membuat Jin Ki penasaran pada isinya. 

“Tidak banyak. Seseorang bernama 'Lee' akan meruntuhkan Goryeo dan menjadi pendiri negeri Joseon. Selain itu juga meramalkan seseorang bernama  'Jeong' akan menghancurkan Joeson yang  dibangun 'Lee' dan memulai dinasti baru,” jelas In Jwa.

“Orang yang bermarga 'Jeong' akan  menghancurkan dinasti 'Lee'...., siapa orang yang bermarga Jeong itu?” tanya Jin Ki dan In Jwa menjawab kalau dia yakin orang bermarga ‘Jeong’ itu adalah orang biasa. 

“Dulu, ada 200 pemimpin dan 100 orang ketua pemberontak. Hanya dibutuhkan satu kata darinya untuk mengumpulkan para pemberontak untuk masuk ke Hanyang,” cerita In Jwa dan kita dibawa untuk melihat kumpulan para pemberontak tersebut.


“Pedangnya harus selalu mengarah kepada mereka. Kalian semua tahu ke mana mengarahkan pedangnya. Aku menaruh keyakinan pada kalian,” ucap seseorang dan tepat disaat itu Jang Gil San muncul dan memberitahu kalau pesannya sudah disampaikan. 


Ternyata di kumpulan tersebut juga ada seorang wanita. Dia menghampiri penjagal dan berkata kalau pisau itu sudah cukup di asah, karena kalau terus diasah, pisau itu akan menjadi tipis. 

“Aku harus mengasahnya untuk membunuh Raja,” ucap si penjagal. 

“Apa yang kau katakan? Leher Raja bagianku. Jangan mendekatinya,” jawab Soon Im dan mengeluarkan pedang pendeknya. Penjagal kemudian menyentil jidat Soon Im dan menyuruhnya untuk tidak keterlaluan. 

“Apa maksudmu dengan keterlaluan?” protes Soon Im dan tepat disaat itu beberapa prajurit muncul. Ternyata para prajurit itu muncul bukan untuk menangkap mereka semua, tapi untuk mengajak mereka bekerja sama menjatuhkan raja. 


“Kami memberitahukanmu kalau prajurit dan penjaga istana akan bergabung denganmu. Jika kau bisa membunuh Raja, setelah itu kami yang akan mengatasinya. Kita akan keluar dari gerbang yang sudah dibuka dan pergi ke Yungbok setelah pukul 11 malam. Berhati-hatilah... Kalian hanya punya satu kesempatan,” ucap prajurit itu pada pimpinan pemberontak yang tak menampakkan diri. Orang yang menjadi pimpinan itu mendengar ucapan si prajurit dari dalam rumah. 


“Anggota prajurit dan penjaga istana akan bergabung. Mereka melakukan pemberontakan. Jadi, semua itu rahasia besar. Tapi yang terpenting adalah kalau rakyat percaya dengan si 'Jeong' ini. Dengan kata lain... Mereka percaya kalau orang yang bermarga Jeong yang akan membunuh 'Lee' untuk mendirikan Joseon yang baru. Untuk itu, apa yang lebih ditakutkan Raja dari pada seribu pemberontak adalah....ramalan yang ada dibuku ini,” ungkap In Jwa pada Jin Ki dan Jin Ki hanya mengangguk-anggukkan kepala. 


Beralih pada Pangeran Yeoning yang meminta Selir Sukbin menjawab pertanyaannya. Tak bisa menutupinya lagi, Sukbin pun mengiyakan pertanyaan Yeoning. 

“Dia putra yang aku lahirkan dengan usia kandungan 6 bulan setelah aku berada di Istana. Putra yang langsung dipisahkan dari ibunya  begitu dia mengecap kehidupan.. Baek Dae Gil. Anak yang malang itu....adalah hyung-nim mu,” ungkap Sukbin dan menitikkan air mata. 

“Bagaimana..? Bagaimana kau bisa menyembunyikannya selama ini?” tanya Yeoning.

“Jika aku tidak menyembunyikannya.. Apa lagi yang bisa aku lakukan? Semuanya...semua orang menginginkan dia mati! Ratulah yang sangat menginginkannya, begitu juga para menteri. Bahkan Raja,” cerita Sukbin.


Flashback!
Para menteri membahas tentang anak Sukbin yang lahir secara prematur dan dalam kondisi sehat.


Ratu Ok Jung berkata pada Sukbin kalau anak yang lahir prematur usia 7 bulan, akan sulit untuk bertahan sampai 1 tahun, apalagi yang lahir prematur 6 bulan. 

Flashback End!


“Jika anak itu tinggal di Istana.. Jika dia masih hidup.. Aku tidak akan berada disini hari ini.. Yeoning, kau tidak akan ada didunia ini. Anak yang malang itu. Dia sudah kehilangan ibunya begitu dia dilahirkan. Lalu dia kehilangan ayahnya sekarang, dia ditahan karena Lee In Jwa! Apa ada orang yang lebih malang di dunia ini  daripada anak itu?” ucap Sukbin dan menangis. 


“Baek Dae Gil tidak lagi di penjara,” jawab Yeoning.

“Apa maksudmu? Apa dia sudah dibebaskan?” tanya Sukbin. 


Belum dijawab oleh Yeoning, kita langsung dialihkan pada Dae Gil. Saat dia berjalan sendirian, tiba-tiba langkahnya terhenti karena dia mendengar ada yang mengikutinya. Dae Gil memejamkan mata dan merasakan dengan instingnya.

“Dua orang pria memegang pedang berjarak 10 langkah didepanku. Dua orang lagi ada dibelakangku. Dua orang pemanah,” ucap Dae Gil dalam hati dan melempar koin pada salah satu pria yang hendak menyerangnya. Si pemanah melepaskan anak panahnya dan Dae Gil dengan mudah menangkap anak panah itu dan melemparnya hingga mengenai si pemanah itu sendiri. Beberapa orang keluar dan langsung menghunuskan pedangnya pada Dae Gil. Tak memerlukan banyak waktu, Dae Gil pun bisa mengalahkan mereka semua. Dia kemudian meminta salah satu dari mereka untuk mengantarkan dirinya ke tempat Penjagal. 


Kita kembali lagi pada Sukbin, dimana Sukbin sudah tahu mengenai Raja yang memberikan Dae Gil kesempatan untuk menangkap Penjagal dan membuktikan kalau dirinya tak bersalah. 

“Mana mungkin. Apa kau tidak tahu? Raja tidak akan mengampuninya tanpa ada alasan. Aku tidak tahu alasannya. Dia sudah menempatkan anak itu dalam bahaya demi kepentingan dia sendiri,” ucap Sukbin dan beranggapan kalau semua itu tidak boleh dibiarkan. Sukbin pun hendak menemui Raja, namun kondisi tubuhnya sedang tidak mendukung, jangankan menemui Raja, berdiri saja dia tak sanggup. 

“Aku akan mencari tahu. Ibunda tidak perlu khawatir...dan tenang saja disini,” ucap Yeoning.


Pangeran Yeoning sekarang sudah berada di ruangan Raja dan bertanya alasan Raja membebaskan Dae Gil. 

“Politik adalah soal mengorbankan sesuatu demi mendapatkan sesuatu yang lain. Apa itu bukan salah satu hal yang kau yakini? Namun, membebaskan Baek Dae Gil dan menangkap si penjudi Gaejakdoo..Aku melihat Ayahanda tidak mendapatkan apa-apa disini,” ucap Yeoning.
“Jadi, apa yang membuatmu penasaran?  Apa kau penasaran soal apa yang aku dapatkan atau.... soal kenapa aku membebaskan Baek Dae Gil?” tanya Raja dan Yeoning menjawab kalau dia penasaran tentang semuanya.  “Jika kau ingin tahu dengan apa yang ada dalam pikiranku. Mengapa kau tidak memberi tahukan pemikiranmu terlebih dulu? Seberapa banyak yang kau tahu.. Soal Baek Dae Gil?” tanya Raja lagi. 


“Baek Dae Gil... Dia putra seorang penjudi bernama Baek Man Geum. Dia murid dari pendekar pedang terhebat di Joseon, Kim Chae Gun. Selain itu, dia adalah temanku. Dia adalah...,” belum selesai Yeoning menjawab Raja langsung menjawab kalau Yeoning sudah salah. 

“Dia bukan temanmu. Dia seekor anjing pemburu. Dia seeokor anjing pemburu yang memberikanmu makanan. Begitu perburuan selesai kau buru dia. Gunakan dia jika kau butuh.. Bunuh dan makan dia jika kau.. tidak membutuhkannya lagi. Bagaimana bisa seekor anjing pemburu menjadi temanmu?” ucap Raja dan kemudian minum. “Baiklah, kau bilang kau penasaran dengan pemikiranku. Ini salinan asli dari buku terlarang, Jeonggamrok,” ucap Raja dan menunjukkan bukunya pada Yeoning.


“Seseorang bermarga Lee akan menghancurkan Goryeo dan membangun negeri Joseon. Seseorang bermarga Jeong akan menghancurkan Lee dan membawa dinasti baru kedalam Joseon. Ramalan terkutuk ini yang menyebabkan pemberontakan. Setiap kali Raja yang baru duduk di Tahta Ribuan nyawa telah dikorbankan karena ini. Aku mengalaminya sendiri saat kau masih kecil. Pemberontakan terjadi dengan tujuan untuk membunuhku dan menempatkan 'Jeong' sebagai Raja pemberontakan?” ungkap Raja.

“Aku belum pernah mendengar soal..,” ucap Yeoning.

“Malam itu, 1000 orang dari delapan kota di Joseon memasuki Istana. Aku teringat semuanya. Wajah orang itu...pada malam itu. Wajah-wajah mereka yang meletakkan pedang mereka di bawah daguku,” ucap Raja.

Flashback!


Lee Young Chang dan Jang Gil San mewakili para pemberontak untuk masuk kedalam istana. Mereka bisa dengan mudah masuk istana karena sudah bekerja sama dengan prajurit istana. 



Penyerangan dimulai, si penjagal masuk kekamar Sukbin. Saat itu dia melihat Sukbin sedang memeluk erat Yeoning kecil.


Si penjagal hanya membuka penutup wajahnya saja di depan Sukbin, kemudian dia keluar. Dia tak melukai Sukbin sedikitpun. 


Di tempat lain, Raja sedang berjuang sendiri melawan para pemberontak. Che Gun juga berada di istana untuk membantu Raja. Dia berhasil membunuh ayah penjagal dan mengalahkan si penjagal. Namun ketika dia hendak membunuh si penjagal, Soon Im muncul dan mengorbankan dirinya untuk penjagal. 

“Kau harus hidup, Oppa. Pergilah! Apa yang kau lakukan?..Aku bilang pergi!” ucap Soon Im dengan kondisi yang sudah sekarat. Atas pemintaan Soon Im, Si penjagal pun memilih pergi dan setelah si penjagal pergi, Soon Im menghembuskan nafas terakhirnya. Che Gun sendiri hanya diam, dia tak mengejar si penjagal. 

(hmmmm.... akhirnya terjawab sudah kenapa sebelumnya Raja berkata, “Apa maunya Kim Che Gun,” ketika dia mendengar si penjagal berbuat ulah. Ternyata semua itu karena Che Gun sudah membiarkan si penjagal hidup.)


Raja mengalahkan seseorang dan sebelum orang itu terbunuh. Dia berkata, “Raja, jangan berpikir kalau kau sudah menang. Dinasti Lee akan segera punah. Keluarga Jeong akan menjadi penguasa baru!”

Tanpa rasa kasihan, Raja pun menusuk orang itu sampai mati. Semua orang sudah mati dan tinggal Raja sendiri yang masih bertahan di tempat itu. Dia berdiri di lorong sambil membawa buku Jeonggamrok. 
Flashback End!


“Malam itu.. Jika bukan karena Pendekar Kim Chae Gun. Ayahmu sudah mati dan tidak bisa duduk  di Tahta kerajaan,” cerita Raja. 

“Tapi, ayahanda.. Apa hubungannya antara pemberontakan malam itu dan Penjagal?” tanya Yeoning. 

“Bagaimana kau bisa menangkap Lee In Jwa dengan pemikiranmu yang seperti itu? Menurutmu si tikus itu begitu mudah bagimu? Apa kau bahkan tahu siapa yang ada  dibelakang Lee In Jwa?” Raja kemudian melempar buku itu ke depan Yeoning. “Buku itu.... Buku itu sudah jatuh ke tangan Penjagal dalam perjudian. Penjagal salah satu pemberontak yang  berhasil hidup dan menyelamatkan diri malam itu.”

“Si penjudi Penjagal...seorang pemberontak?” tanya Yeoning.

“Kau bilang kau ingin tahu soal pemikiran  yang ada di kepalaku. Aku sudah lama sekali menahannya,  dan akhirnya aku menemukan dia. Akar dari kelompok pemberontak bersembunyi dibelakang Lee In Jwa dan Penjagal.  Tujuanku adalah untuk mencabut akar itu,” jawab Raja dengan tegas. 


Sool Rim menemui Penjagal dan bertanya kenapa dia melakukan semua itu? Kenapa Penjagal menculiknya seperti itu? Padahal dia sudah berjanji akan membebaskan Sool Rim ketika Iblis ke 6 mati. Penjagal menjawab kalau dia sudah berubah pikiran.


“Bagaimana dengan perasaanku? Apakah perasaanku tidak ada artinya?” tanya Sool Rim dan Penjagal memberitahunya kalau Dae Gil malam ini akan datang. Sool Rim pun jadi bertanya apa Penjagal melakukan semua itu karena dirinya?

“Aku akan tunjukkan padamu. Baek Dae Gil orang yang sudah kau selamatkan. Aku akan tunjukkan padamu bagaimana cara menghancurkannya,” ucap Penjagal.


Yeon Hwa datang ke tempat Penjagal dan mengatakan kalau Dae Gil sudah di bebaskan dan ada kemungkinan dia akan datang ke tempat Penjagal. 

“Aku tahu,” jawab si Penjagal dan Yeon Hwa memintanya agar tidak membunuh Dae Gil. 

“Kau tidak boleh membunuhnya. Baek Dae Gil harus mati ditanganku,” ucap Yeon Hwa dengan penuh kemarahan. Namun si Penjagal menolak keinginan Yeon Hwa, dia berkata kalau dia yang akan menghancurkan Dae Gil, jadi Yeon Hwa tidak boleh ikut campur. 


Pangeran Yeoning sekarang sudah berada di perpustakaan, dia diperintahkan oleh Raja untuk melihar “Jurna Harian Hari Ini” karena pada Jurnal tersebut, Yeoning akan menemukan jawabannya. Pada penjaga perpustakaan, Yeoning berkata kalau dia ingin melihat catatan yang menulis peristiwa pemberontakan yang terjadi di bulan Maret tahun 1697. 



Moo Myung menghadap In Jwa dan memberitahunya kalau dia sudah menyampaikan pesan yang In Jwa berikan pada Gwang Gu. In Jwa lalu berkata kalau baru-baru ini Raja sudah mengetahui soal si Penjagal dan In Jwa sangat yakin kalau Raja tidak akan membiarkan si Penjagal melarikan diri lagi. 


“Dia akan berpura-pura menjadi ramah dan baik. Lalu memanfaakan Baek Dae Gil  untuk menangkap si Penjagal,” ucap In Jwa dan Jin Ki bertanya apa tujuan In Jwa sekarang. “Kau bertanya, tujuanku?” ucap In Jwa dan seperti memikirkan sesuatu.


Kita beralih pada Bae Gil dan Yeoning yang sedang menghadap Raja. Sang Raja berkata kalau sampai Dae Gil tidak bisa menangkap pembunuh yang sebenarnya, maka Dae Gil akan dihukum mati bertepatan dengan matahari terbit. 


“Pertama, aku harus mengarahkan kembali panahku ke Penjagal. Selama ini, si Penjagal sudah membunuh para pejabat Istana demi uang. Mendapatkan nama-nama orang yang menyewanya adalah tujuannya yang kedua. Dan yang ketiga, adalah orang yang sudah meramalkan..Orang yang akan menjatuhkan Dinasti Lee dan membangun dinasti Jeong. Menemukan dia adalah tujuan utamaku. Satu-satunya orang yang tahu identitas orang ini adalah si penjagal,” ucap In Jwa dan Jin Ki kemudian bertanya apa orang yang bermarga Jeong itulah yang nantinya akan menjadi Raja berikutnya. In Jwa lalu mengaku kalau dia tidak percaya dengan isi buku itu. 

“Kalau begitu, kenapa...”

“Orang yang akan duduk di Tahta Kerajaan bukannya Aku ataupun Jeong. Baek Dae Gil... dialah orangnya,” jawab In Jwa. 


Dengan mengarahkan pedang pada seorang pria yang menyerangnya, Dae Gil meminta dia mengantarkan dirinya ke tempat si Penjagal. Tepat di depan rumah judi, Dae Gil langsung disambut dengan hunusan pedang dari semua anak buah si Penjagal yang berjaga di depan rumah judi. Kita kemudian diperlihatkan pada seorang wanita yang menutupi kepalanyanya, dia adalah Dam Seo. Dia melihat Dae Gil sejenak lalu berjalan pergi. 

Dae Gil mengalahkan satu anak buah si Penjagal dan kemudian berkata kalau dia lebih memilih melakukan semuanya dengan tenang. Di perpustakaan, Yeoning sedang sibuk membaca dan dikepalanya terus terngiang tentang kelimat, “Dinasti Lee akan dihancurkan dan dinasti Jeong akan muncul.”


Yeoning kemudian menemui Chang Jib dan bertanya semua informasi yang Chang Jib ketahui tentang pemberontakan di bulan maret 1697. 

“Raja minta pada Kami untuk tidak mendiskusikannya,” ucap Chang Jib dan Yeoning menjawab kalau itulah alasan dia menemui Chang Jib. Chang Jib lalu bertanya apa Yeoning sudah membaca Jeonggamrok ( Buku Ramalan) dan Yeoning menggeleng. 

“Takdir kalau seseorang terlahir sebagai seekor ular tapi ingin menjadi seekor naga. Ada orang bermarga Jeong yang lahir di tahun Ular. Di bulan Moo Jin dan hari Gi Sa pada pukul Moo Jin. Kaisar Ming lahir dengan bintang  kelahiran yang sama. Jadi, marga Jeong ini.. Rakyat percaya dia akan menghancurkan  dinasti Lee dan menjadi Raja,” ungkap Chang Jib.

“Lalu...siapa orang yang bermarga Jeong itu?”

“Kita tidak tahu identitasnya. Namun, ada seseorang yang menjadi bagian dari pemberontakan dan masih hidup. Dia seorang pelayan dari pemimpin pemberontak. Namanya adalah.. kalau tidak salah Kim Jeong Yeol?” jawab Chang Jib.

Yeoning sekarang sudah berada di ruangannya, dia melihat pedang yang Raja berikan padanya. Dia kemudian mengambil pedang itu. Hmm dari ekspresinya Yeoning sepertinya sudah mempersiapkan diri untuk bertempur. 



Dae Gil akhirnya bertemu dengan si Penjagal dan si Penjagal membawanya masuk. Di ruangan itu sudah banyak orang-orang yang bersiap menghajar Dae Gil dan juga orang-orang yang ingin menyaksikan pertempuran Dae Gil. Dam Seo juga berada di tempat itu, namun dia tak menampakkan diri, dia lebih memilih  duduk di ruangan sebelahnya. 


“Ini sebuah penyambutan yang berlebihan,” koment Dae Gil.

“Kau pasti bahagia. Banyak sekali pelayat yang datang dipemakamanmu,” jawab si Penjagal. 

“Kita akan melihat pemakaman siapa nanti. Kenapa kau membunuh Gol Sa?” tanya Dae Gil dan si Penjagal melirik ke arah Yeon Hwa. 


“Kenapa kau bertanya padaku? Baek Dae Gil, Aku dengar kau yang membunuhnya,” jawab si Penjagal dan Dae Gil kemudian bertanya dimana Seol Rim.  “ Cukup.... Jika kau terus bertanya dan memaksaku, haruskah aku memberitahukan semuanya padamu? Jika kau penasaran, kalahkan aku,” ucap si Penjagal dan meletakkan semua kartu di mejanya. “Jika kau mendapat angka 10 pada kartu, kau akan menang. Ruang judi ini menjadi milikmu.”


“Kedengarannya lebih mudah dari yang aku pikirkan,” jawab Dae Gil. 

“Mudah jika kau tidak mengetahui peraturannya. Peraturan itu adalah.. Tidak ada peraturan dan lakukan apa saja,” ucap si Penjagal dan anak buahnya langsung maju menghadapi Dae Gil satu persatu. Baru 3 orang yang berhasil Dae Gil kalahkan dengan mudah, si Penjagal mengubah peraturannya. Dia mematikan semua lampu dan sebelum dia mematikan lilin yang tersisa, si Penjagal berkata, “Mari kita lihat. Bisakah kau melakukannya dalam keadaan gelap?”

“Kau yang akan menyesal,” jawab Dae Gil. 


“Kita akan tahu begitu kita melihatnya,” ucap si Penjagal dan meniup lilin terakhir yang masih menyala. Apa yang akan terjadi setelah ini? Apa Dae Gil berhasil mengalahkan si Penjagal? Tunggu jawabannya di sinopsis Part selanjutnya.

 Kondisi ruangan gelap gulita dan terdengar suara pedang yang diadu. Si Penjagal memejamkan mata dan menggunakan indera pendengarannya yang sangat tajam untuk mengetahui apa yang terjadi. Tak lama kemudian suara dentangan pedang menghilang dan penutup lilin kembali dibuka. Si Penjagal juga membuka matanya dan ternyata di hadapannya sudah ada Dae Gil yang tersenyum senang padanya, sedangkan semua anak buah si Penjagal sudah terkapar di lantai. 

“Sekarang, ruang judi ini milikku,” ucap Dae Gil dan menarik satu kartu.

“Belum,” jawab si penjagal dan memotong kartu yang Dae Gil ambil. “Aku rasa ini seri,” ucap si penjagal dan menunjukkan angka 10 yang dia potong. 



Pangeran Yeoning menemui orang yang bernama Kim Jeong Yeol dan bertanya tentang pemberontak yang bernama Jeong. Jeong Yeol seperti enggan membahas tentang orang yang bermarga Jeong, dia takut dilukai lagi oleh itu, karena yang mematahkan leher Jeong Yeol jadi seperti itu adalah orang yang bermarga Jeong itu. 

“Tolong aku. Kau satu-satunya orang yang sudah melihat wajahnya,” pinta Yeoning dan orang yang bernama Jeong Yeol terlihat memikirkan sesuatu.


Beralih pada Dae Gil dimana dia meminta si Penjagal untuk berhenti main-main. Yeon Hwa lalu menyuruh mereka untuk memulai permainan. “Pertaruhkan harga diri kalian sebagai laki-laki  dan saling berjuang satu sama lain,” ucap Yeon Hwa dan kemudian mengocok kartu. “Ikuti peraturan di ruang judi ini. Orang yang pertama kali mendapatkan  angka 10 yang akan menang,” lanjut Yeon Hwa dan mengeluarkan dua kartu. Sebagai penjudi ulung, Yeon Hwa pun menebak kalau Dae Gil dan Si Penjagal bisa dengan mudah menebak mana kartu yang mempunyai angka 10. Setelah memberikan kartunya di meja, Yeon Hwa kembali mundur. 

“Apakah yang disebelah kanan angka 10?” tanya Si Penjagal dalam hati, namun belum sempat si penjagal mengambil, kartu tersebut sudah di tunjuk oleh Dae Gil terlebih dahulu. 


“Aku rasa yang ini yang angka 10. Kenapa?....Bukankah? Tapi...sepertinya ini sedikit tidak adil. Aku tidak tahu apakah kalian berdua sudah mencurangi permainannya demi melawan aku,” ucap Dae Gil dan Si penjagal siap dibunuh jika hal itu yang dipermasalahkan oleh Dae Gil. “Selain itu, harga diriku terluka. Kau hanya memiliki satu tangan,” protes Dae Gil dan kemudian meminta agar tangannya juga diikat. 

“Aku dengar kau muridnya Kim Chae Gun,” ucap si penjagal dan Dae Gil terkejut karena si Penjagal mengenal gurunya. Si Penjagal pun teringat peristiwa dimana Chae Gun membunuh Soon Im. Bukankah ini menyenangkan? Siapa kira-kira yang akan menang?” tanya Si Penjagal dan maju untuk menghadapi Dae Gil. 

“Tapi...kenapa kau menjadi seorang pembunuh?” tanya Dae Gil. 



“Hei, kenapa banyak sekali bertanya selama permainan berlangsung? Pikirkan saja untuk menang,” ucap si Penjagal dan mereka berdua pun mulai bertarung. Tepat disaat Seol Rim muncul dan meminta mereka menghentikan pertarungan. Namun mereka tak mau menuruti permintaan Seol Rim, mereka meneruskan pertempuran mereka.


Tak ingin Dae Gil  terluka, Seol Rim pun membebaskan diri dari pegangan anak buah si Penjagal dan langsung berdiri di depan Dae Gil. Melihat Seol Rim melakukan itu, Dae Gil pun langsung melindunginya. Untungnya pisau milik si Penjagal tidak mengenai Dae Gil. 


Si Penjagal kemudian mengambil kartu yang dia tebak angka 10, lalu berkata pada Dae Gil kalau dia sudah menang. 

“Bukankah kau harus menunjukkan kartumu terlebih dulu?” ucap Dae Gil. 

“Kau tidak bisa menerima kekalahanmu?”

“Sebelum kau melakukan itu,  memastikan didepan semua orang disini. Jika aku menang, ruang judi ini menjadi milikku dan Seol Rim ikut bersamaku.”

“Silahkan jika kau memenangkannya,” jawab si Penjagal.

“Apa kau percaya wanita itu?” tanya Dae Gil dan si Penjagal langsung melihat ke arah Yeon Hwa. “Tunjukkan kartumu,” pinta Dae Gil dan si Penjagal membuka kartunya, namun bukan angka 10. “Kartu satunya adalah angka 10, Jadi aku yang menang.”


Si Penjagal melirik ke arah Yeon Hwa dengan tatapan marah dan Yeon Hwa langsung bertanya kenapa si Penjagal membunuh Gol Sa. 

“Jadi, kau sudah tahu?” tanya si Penjagal.

“Aku baru saja mengetahuinya. Aku baru tahu saat kau mengakuinya,” jawab Yeon Hwa dan si penjagal baru menyadari kalau dirinya sedang dijebak. 


Dae Gil memasukkan pedangnya dan menunjuk kartu yang belum dibuka, “Menurutmu kartu apa ini?” tanya Dae Gil dan kemudian membuka kartu yang ada disebelahnya. Ternyata kartu itu juga bukan kartu 10. Dae Gil lalu berkata kalau permainan yang dia lakukan sedari tadi tujuannya adalah agar si Penjagal mengakui kesalahannya sendiri. Tentu saja si Penjagal terlihat kesal karena mereka berdua sudah bekerja sama dari awal. 

Yeon Hwa bertanya alasan si penjagal membunuh Gol Sa dan si penjagal menjawab kalau tak ada alasan bagi seorang penjudi untuk mati, menurutnya alasan dia membunuh Gol Sa bukan hal penting lagi sekarang. Dia berkata kalau permainannya belum selesai. 

“Kalau begitu, jadilah pria sejati dan memenangkannya,” jawab Dae Gil dan Seol Rim meminta Dae Gil untuk menghentikan semuanya sekarang. Namun Dae Gil tetap ingin bertarung dengan si Penjagal, dia menyuruh Seol Rim untuk tidak khawatir. 

Sebelum memulai pertarungan, si penjagal membuka ikatan pada tangannya. Euuum.... ternyata tangan itu bisa digerakan. Si penjagal berkata kalau sekaranglah pertemuran mereka yang sebenarnya. 

“Kau akan merasakannya, kesenjangan yang besar antara Kau dan Aku,” ucap Dae Gil dan mereka pun memulai kembali pertempuran mereka. Dae Gil berhasil mengalahkan si Penjagal, dia berhasil membuat si penjagal kehilangan pisaunya. 



Akui saja sekarang. Siapa orangnya? Siapa orang yang menyewamu untuk membunuh Gol Sa? Sarjana Baek Myun... apa dia Lee In Jwa?” tanya Dae Gil sambil menghunuskan pedang. 

“Lee In Jwa. Dia menyewaku untuk melakukannya. Tapi, bukan itu alasannya kenapa aku  membunuhnya. Aku membunuh Gol Sa karena... Aku benar-benar ingin membunuhnya,” ungkap si Penjagal dan kemudian melihat ke arah Seol Rim. 




“Tadinya aku hanya ingin bermain-main sedikit. Tapi, aku sudah bertindak terlalu jauh,” ucap si penjagal yang melihat Seol Rim sedang makan dengan lahap, melihat Seol Rim makan seperti itu, si Penjagal teringat pada Soon Im. “Kau harus bertanggung jawab padanya. Orang yang memegang pedang mungkin lebih baik  dari orang yang memegang pisau rumput. Aku sudah kalah,” aku si Penjagal dan tepat disaat itu Pangeran Yeoning masuk sambil berkata kalau si Penjagal belum kalah. 


Dae Gil terlihat bingung dan bertanya kenapa Pangeran Yeoning datang. Pangeran Yeoning menjawab kalau dia datang karena merasa khawatir pada Dae Gil. “Selain itu... Siapa dia? Siapa si pemberontak bermarga Jeong yang bersembunyi dibelakangmu?” tanya Pangeran Yeoning pada Si Penjagal dan mendengar pertanyaan si penjagal terlihat kaget. Dia bahkan langsung berdiri dan melihat ke arah pangeran Yeoning. 

“Bagaimana Kau tahu?” tanya si Penjagal. 

“Orang yang mengirimkan Baek Dae Gil kesini adalah Raja,” jawab Pangeran Yeoning.

“Dia berencana untuk menangkapku dan mengetahui masa laluku? Apa aku terlihat seperti orang yang mau bicara?” ucap si penjagal dan memberi kode kalau dia tidak akan buka mulut mengenai pemberontakan itu. 


Pangeran Yeoning kemudian memanggil Kim Jeong Yeol dan saat melihat si Penjagal, Jeong Yeol bertanya, “Jadi, kau masih hidup?” namun tak dijawab oleh si penjagal. 

“Lihat ke sekeliling. Dari semua orang terkemuka yang ada disini, apa kau melihat si pemberontak Jeong?” pinta Yeoning dan Jeong yeol mulai melihat kesekelilingnya, namun dia tak menemukan pemberotak bermarga Jeong itu. Karena Pangeran Yeoning sudah meminta apa yang harus Jeong Yeol lakukan, jadi dia pun mempersilahkan Jeong Yeol pulang. Setelah Jeong yeol pergi, Pangeran Yeoning menyuruh Sang Gil untuk menangkap si penjagal, karena dia harus menerima hukuman atas semua kesalahannya. 


Sebelum dibawa pergi, si Penjagal meminta sebuah permintaan, “Ini terakhir kalinya aku berada di ruang judi ini. Biarkan aku minum seteguk.” Si Penjagal kemudian pergi ke meja dan menuangkan arak, tanpa ada yang tahu ternyata si penjagal memasukkan dua butir racun ke dalamnya. Sebelum si penjagal minum, dia terus melihat ke arah Seol Rim dan kita juga diperlihatkan pada Dam Seo yang bersiap-siap mengeluarkan pedangnya. Si Penjagal minum dan tiba-tiba dia muntah darah. 


“Tuan!” panggil Seol Rim dan langsung menghampiri si Penjagal. Karena si Penjagal sudah mati, Dam Seo pun buru-buru keluar dari tempat itu sebelum Yeoning dan Dae Gil melihat dirinya. Dae Gil mencium cangkir yang si penjagal gunakan untuk minum dan sepertinya dia bisa menebak kalau si penjagal sudah minum racun. 

“Bahkan, meski hanya sesaat.. Aku merasa bahagia karena kau  sudah disini, Seol Rim,” ucap si Penjagal. Dia menghapus air mata Seol Rim dan mengucapkan terima kasih. Si Penjagal lalu beralih pada Dae Gil dan berkata kalau dia benar-benar kalah. Setelah mengatakan hal tersebut pada Dae Gil, si Penjagal pun menghembuskan nafas terakhir di pangkuan Seol Rim. Seol Rim berteriak histeris melihat kematian si Penjagal. Yeoning dan Dae Gil hanya bisa menghela nafas kecewa. 


Ketika berjalan pulang Kim Jeong Yeol berpapasan dengan In Jwa. Awalnya Jeong Yeol hendak berjalan begitu saja, namun ketika mendengar In Jwa bertanya apa dia adalah orang yang hendak menghancurkan dinasti Lee dan membangun dinasti Jeong. Diapun berbalik dan meluruskan kembali kepalanya. Adeuy ternyata kepala patah itu hanya bohongan belaka, agar tak di kuasi oleh orang lain. 

“Lee In Jwa. Ini tidak baik bagi kita untuk bertemu dengan cara seperti ini. Jika kita bertemu,  Raja akan menghunuskan pedangnya,” ucap Jeong Yeon dan In Jwa menjawab kalau dia tidak akan sampai ke tempat itu jika dia takut pada pedang Raja. In Jwa mengajak Jeong Yeon untuk bekerja sama menjatuhkan penguasa Joseon. Jeong Yeon lalu bertanya apa In Jwa bisa menangani semua masalah yang timbul setelah perang pemberontakan itu. 

“Apa kau pikir Aku, Lee In Jwa...tidak bisa mengatasinya?” tanya In Jwa sombong.

“Entahlah..Siapa tahu, ada yang mengkhianatiku lagi?”

“Aku lihat kau tidak percaya dengan siapapun. Kau bahkan tidak menyebutkan namamu.”


“Aku, Jeong Eui Ryang,” jawab Jeong Yeon. Ternyata Kim Jeong Yeon bukan nama asli orang ini, nama aslinya adalah Jeong Eui Ryang dan sebeneranya dialah orang yang sedang Pangeran Yeoning. In Jwa pun bertanya apa Eui Ryang adalah pemimpin terkemuka dari Yongnam dan Eui Ryang merendah dengan berkata kalau dia masih belum bisa dibandingkan In Jwa di Hanyang. 

“Jadi, bagaimana? Jika kita bekerjasama dengan semua anak buahku dan orang-orangmu di Yongnam. Sudah pasti Raja akan mati. Kita bisa mengambil alih pemerintahan,” ucap In Jwa dan Eui Ryang melihat seseorang keluar dan dia pun langsung menurunkan kembali kepalanya. Ternyata orang yang muncul adalah Dae Gil dan dia melihat ke arah Eui Ryang dan In Jwa. 


Eui Ryang mendekati In Jwa dan memberikan sebuah bunga, “Apa kau berencana untuk membuat Raja bersimbah darah? Kualitas arak yang terbuat dari bunga di  pegunungan ini benar-benar terbaik. Kapan-kapan aku akan mengundangmu,” ucap Eui Ryang dan berjalan pergi. 


Setelah Eui Ryung pergi, Dae Gil langsung menghampiri In Jwa dan berkata kalau In Jwa selalu muncul disaat Dae Gil berada di ruang judi. “Hari ini, mengapa Kau ada disini?” tanya Dae Gil.

“Apa yang kau lihat tidak keseluruhannya. Apa yang terjadi dengan Penjagal ?” tanya In Jwa dan Dae Gil menjawab kalau si penjagal bunuh diri. Tepat disaat itu Pangeran Yeoning keluar dari tempat perjudian dan dia melihat Dae Gil sedang mengobrol dengan In Jwa. 

“Itu hal yang akan dilakukan oleh  seorang pembunuh bayaran. Jadi sekarang...”

“Sekarang..hanya kau yang tersisa,” potong Dae Gil. 

“Tidak, sebelum kau membunuhku.. Ada hal yang lebih penting. Ini saatnya kau mengetahuinya. Oh, kau datang tepat pada waktunya,” ucap In Jwa dan tepat disaat itu Pangeran Yeoning datang mendekat. 


“Lee In Jwa. Apakah kau datang juga untuk mencari si pemberontak Jeong?” tanya Pengeran Yeoning.


“Tidak, bukan untuk itu. Aku datang karena ada hal yang menarik yang harus aku sampaikan pada Baek Dae Gil. Senang bisa melihat kalian berdua menjadi teman. Di sisi lain, ini sangat disayangkan,” ucap In Jwa dan Pangeran Yeoning langsung terlihat cemas mendengarnya. “Ah, rupanya Pangeran sudah mengetahui semuanya,” tebak In Jwa melihat reaksi Pangeran Yeoning. “Soal hubungan kalian berdua..,” In Jwa mendekat pada Dae Gil dan membisikkan sesuatu. Setelah membisikan hal tersebut, In Jwa langsung berjalan pergi. 


Dengan ekspresi terkejut, Dae Gil bertanya pada Pangeran Yeoning. Dia bertanya apa yang In Jwa katakan itu benar. 

“Apa yang kau katakan?” tanya Pangeran Yeoning masih berusaha menutupi semuanya. 

“Apa kau benar-benar tidak tahu? Kalau pangeran dan aku adalah...,” ucap Dae Gil dengan ekspresi marah dan dalam hati dia melanjutkan ucapannya, “Saudara... dia bilang kami bersaudara.”


Masih tak percaya pada apa yang In Jwa katakan, Dae Gil pun memilih pergi. Tepat disaat itu, Pangeran Yeoning melihat seorang wanita yang terlihat mencurigakan, diapun langsung memanggilnya. Ternyata wanita itu adalah Dam Seo. Tak ingin bertemu dengan Pangeran Yeoning, Dam Seo langsung menghindar. Namun Pangeran Yeoning mengejarnya dan dia tiba-tiba sudah berada di depan Dam Seo. 

“Akhirnya kita bertemu. Dam Seo,” ucap Pangeran Yeoning dan Dam Seo pun membuka penutup kepalanya. 


Dae Gil menemui In Jwa dan In Jwa pun langsung menceritakan semuanya, tentang kejadian bagaimana Dae Gil lahir. 

“Apa kau tahu? Kehidupanmu dimulai karena kau sudah dimanipulasi oleh Raja. Banyak orang yang tahu soal itu. Namun, ini sejarah yang tidak seorangpun berani membicarakannya. Ini kisah pertemuan Raja dan Sukbin  sebelum kalian lahir. Apa kau bisa mengatasi beban dari kenyataannya?” 

“Itu terserah aku apa aku bisa mengatasinya  atau tidak, jadi lanjukan,” jawab Dae Gil yang sudah sangat merasa penasaran. 


“Ketika Sukbin hanya seorang dayang. Suaminya, adalah ayahmu..Baek Man Geum. Dia berhasil menarik perhatian Raja saat dia menjadi dayang.  Ayahmu termakan jebakan Raja dan mempertaruhkan Sukbin dalam perjudian. Akhirnya dia kehilangan istrinya  untuk Raja.”

“Lalu Baek Man Geum mengetahui semuanya dan  mendatangi Raja. Sukbin-lah yang sudah mencampakkan Ayahmu. Dengan sikap yang kasar.”


“Namun, kau terlahir dgn usia kandungan 6 bulan. Kau sudah dibuang oleh ibumu. Kalian terlahir dari rahim yang sama. Kau dan Yeoning adalah saudara,” cerita In Jwa. 

“Yang Mulia, Sukbin...Dia itu..ibuku? Kau pikir sekarang ini aku percaya denganmu?” ucap Dae Gil masih tak bisa mempercayai semuanya. 

“Ya, ini bukan hal yang mudah untuk dipercaya. Tapi, pikirkan baik-baik. Aku yakin ada hal yang membuatmu curiga,” ucap In Jwa dan Dae Gil langsung teringat saat Sukbin menemuinya ketika di siksa. 


“Lalu, mengapa kau mengatakan padaku soal ini? Apa yang berubah jika dia ibuku?” tanya Dae Gil. 

“Apa kau masih tidak paham? Baek Dae Gil... Kau bukan putra Baek Man Geum.”

“Apa maksudmu?” tanya Dae Gil tak mengerti. 


“Raja. Ayahmu bukan Baek Man Geum. Ayahmu Raja. Raja di negeri ini,” ungkap In Jwa dan tentu saja Dae Gil shock mengetahui kalau ayahnya adalah Raja. 

EPISODE 16
In Jwa memberitahu Dae Gil bahwa ayah Dae Gil bukan Baek Man Geum, melainkan raja negeri ini. Dae Gil shock dan tidak percaya bahkan menuduh In Jwa sudah gila. Tapi In Jwa sungguh-sungguh dengan ucapannya, dia bahkan memberitahu Dae Gil bahwa nama asli Dae Gil adalah Yeongsoo.




Pangeran Yeoning mengejar Dam Seo dan bertanya "Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Jadi apa kau sekarang?"

Dam Seo mengingatkan Pangeran Yeoning bahwa hubungan mereka sudah berakhir malam itu. Tapi Pangeran Yeoning menolaknya. Saat Dam Seo mengklaim kalau dia sudah menemukan jalan hidupnya, Pangeran Yeoning bertanya apakah jalan hidup yang dia maksud itu membunuh orang.

Dam Seo berkata bahwa dia ingin membantu orang-orang agar mereka tidak lagi menderita dalam ketidakadilan, dia tidak ingin lagi melihat orang-orang diinjak-injak. Karena itulah tugaslah adalah mengadili semua orang jahat di dunia ini.


"Apa yang membuatmu jadi seperti ini? Siapa yang membuatmu jadi seperti ini?"

"Yang membuatku jadi seperti ini adalah Ada, Pangeran"

Dam Seo berkata bahwa jika malam itu dia tidak bertemu Pangeran Yeoning maka dia pasti tidak akan mengetahui bahwa In Jwa lah yang membunuh ayahnya. Seandainya malam itu mereka tidak bertemu maka dia pasti sudah mati dan tidak akan goyah karena keyakinannya.

"Bagaimana bisa itu masuk akal?" tanya Pangeran Yeoning tak percaya

"Lalu bagaimana bisa Anda berdiri di hadapan seorang pembunuh dan menatap saya dengan pandangan seperti itu, Pangeran?"


Saat Dam Seo hendak pergi, Pangeran Yeoning berkata bahwa jika lain kali mereka bertemu maka dia akan menangkap Dam Seo atas semua kejahatannya. Dam Seo meyakinkan Pangeran Yeoning untuk tidak ragu menangkapnya jika mereka bertemu lagi lain kali karena pada saat itu In Jwa akan mati.


Dae Gil masih belum bisa mempercayai In Jwa. Saat Dae Gil mengancamnya dengan pedang tertempel lehernya, In Jwa memberinya informasi tanggal lahir Yeongsoo yang sama persis dengan tanggal kelahiran Dae Gil, dan tanggal lahir Yeongsoo itu tercatat secara resmi.


Seol Im tengah merenung sedih saat Tuan Nam datang. Tuan Nam senang bertemu dengannya lagi. Saat Tuan Nam memberitahunya bahwa Dae Gil dibawa ke penjara, Seol Im memberitahunya bahwa Dae Gil sudah bisa membuktikan kalau dia tidak bersalah. Tuan Nam senang tapi dia cemas saat memperhatikan ekspresi murung Seol Im.


Sepertinya Seol Im memberitahu Tuan Nam tentang ramalan buruk tentang dirinya yang diramalkan oleh Hwang Gu. Tuan Nam mengklaim bahwa dia sendiri memiliki ilmu physiognomy yang cukup hebat. Tuan Nam meyakinkan Seol Im bahwa Hwang Gu itu telah menipu Seol Im dengan cara yang sangat licik.

Tuan Nam berkata bahwa memang ada ramalan buruk seperti itu tapi ramalan itu tidak bisa dibaca melalui fitur wajah. Tuan Nam meyakinkan Seol Im bahwa Seol Im memiliki fitur wajah yang sangat baik, walaupun tidak sebaik Dae Gil. Seol Im jadi penasaran memangnya apa physiognomy-nya Dae Gil.

"Dia memiliki wajah seorang raja" ujar Tuan Nam


Dae Gil pergi ke istana. Sesampainya di sana, dia mendapati Pangeran Yeoning tengah menunggunya di gerbang. Mereka saling menatap dalam diam sebelum akhirnya pergi menghadap raja.


Raja berkata bahwa walaupun Dae Gil sudah berhasil membuktikan bahwa dia tidak bersalah tapi dia tidak kembali tepat waktu dan penjahat yang seharusnya dia tangkap hidup-hidup malah mati. Karena itulah mereka berdua harus membayar kesalahan mereka itu, dengan cara menerima hukuman atau melakukan perintahnya. Pangeran Yeoning dan Dae Gil sama-sama memilih melakukan perintah. Raja memerintahkan mereka berdua untuk pergi menangkap In Jwa.


Pangeran Yeoning bertanya kenapa Raja baru mau menangkap In Jwa sekarang, kenapa Raja tidak langsung menangkap In Jwa malam itu saat In Jwa mengirim seorang pembunuh (Dam Seo) untuk membunuhnya.

Raja mengklaim karena waktu itu bukan saat yang tepat, tapi sekarang beda. Sekarang setelah Algojo mati, hanya In Jwa seorang yang mengetahui identitas pemberontak Jeong. Kekuatan In Jwa sekarang sudah semakin besar karena itulah In Jwa harus segera dihentikan.


Setelah keluar, Pangeran Yeoning bertanya seberapa banyak yang Dae Gil ketahui. Dae Gil mengaku bahwa dia sudah mengetahui semuanya, bahwa dia hyungnim-nya Pangeran Yeoning.

"Tapi, aku tidak bisa memanggilmu Hyungnim" ujar Pangeran Yeoning "Karena ini istana dan aku adalah seorang pangeran."


Mereka berdua lalu pergi menemui Choi Sukbin yang berkaca-kaca melihat Dae Gil, tapi dia berusaha menahan emosinya saat dia bertanya apakah Dae Gil baik-baik saja dan apakah sekarang dia sudah menjernihkan nama baiknya.


Dae Gil terus menunduk dan tak mampu bicara. Choi Sukbin bingung dan saat dia melihat Pangeran Yeoning juga terdiam, Choi Sukbin akhirnya sadar bahwa mereka berdua sudah mengetahui kebenaran tentang hubungan mereka dan Choi Sukbin langsung menangis karenanya.

"I... Ibu" panggil Dae Gil


Mendengar itu Choi Sukbin langsung menghampiri Dae Gil dan menggenggam tangannya "Maafkan aku, seharusnya aku mencarimu lebih cepat. Maafkan aku. Maafkan ibumu yang sangat buruk ini"

Dae Gil cepat-cepat menarik tangannya dari pegangan Choi Sukbin. Dia mengaku bahwa semua ini masih terlalu membingungkannya, tapi dia berjanji akan datang berkunjung lagi lain kali. Dae Gil lalu pergi meninggalkan Choi Sukbin yang hanya bisa menangis sedih melihat kepergiannya.


Di luar, Pangeran Yeoning bertanya kenapa Dae Gil tidak menjawab permintaan maaf Choi Sukbin. Dae Gil memberitahu Pangeran Yeoning bahwa hal seperti ini tidak bisa dipaksakan. Dae Gil berkata bahwa Pangeran Yeoning tidak mengerti bagaimana rasanya mengetahui bahwa ibu yang selama ini dia kira sudah mati, ternyata masih hidup. Dan adik yang mengetahuinya, menyimpan masalah ini darinya.

"Itu... karena aku masih belum siap untuk menerima semua ini," ujar Pangeran Yeoning

"Aku juga setuju. Kau merasa seperti itu karena harus menerima satu saudara. Sementara aku harus menerima seorang saudara dan seorang ibu, menurutmu bagaimana perasaanku. Aku butuh banyak waktu."

Dae Gil lalu pergi karena walaupun saat ini dia punya masalah pribadi, tapi dia tetap harus menjalankan perintah raja.


In Jwa membaca kembali buku Jeonggamrok yang menyatakan bahwa Jeong akan membinasakan Dinasti Lee/Yi (dibaca sama). In Jwa bertekad tidak akan membiarkan itu terjadi selama dia masih hidup. Moo Myung datang mengabarkan bahwa kasim kembar baru saja kembali ke istana dengan membawa Kim Che Gun.

In Jwa langsung teringat ucapan Jeong Eui Ryang bahwa jika mereka bertemu maka Raja akan menghunus pedangnya. In Jwa yakin bahwa raja pasti sudah mengetahui pertemuannya dengan Eui Ryang dan karena itulah dia membawa Che Gun kembali ke istana.


Yakin raja sudah bergerak, In Jwa pun akan melakukan hal yang sama. Dia lalu memerintahkan Moo Myung untuk mengawasi pergerakan biro kepolisian dan para pejabat di gibang. Dia lalu memerintahkan Hong Mae untuk mengawasi Dae Gil. Sementara Jin Ki dia perintahkan untuk pergi melihat dan mengingat wajah Jeong Eui Ryang.


Dae Gil akhirnya pulang malam harinya. Seol Im berterima kasih pada Dae Gil karena Dae Gil lagi-lagi telah menyelamatkan nyawanya. Karena Dae Gil menyatakan kalau dia kelaparan, Tuan Nam pun menyiapkan makanan untuknya yang langsung dilahap Dae Gil dengan rakus. Mereka sendiri tidak ikut makan. Seol Im berkata kalau mereka sudah makan lalu tiba-tiba dia bersendawa. Melihat itu, Tuan Nam langsung menggodai mereka berdua.


Tapi tiba-tiba Tuan Nam melihat seseorang yang mencurigakan. Dae Gil juga merasakannya dan langsung melempar sumpit ke arah orang itu. Dia sudah bersiap dengan pedangnya saat tiba-tiba saja terdengar suara yang akrab "Aku tahu kau senang melihatku" sapa Che Gun.


Che Gun lalu ikut makan dan melahap makannya dengan rakus. Dae Gil memperkenalkan Che Gun pada Tuan Nam sebagai gurunya yang telah memberinya makan, memberinya tempat tinggal dan menyelamatkan nyawanya. Dae Gil mengomeli Che Gun untuk makan pelan-pelan.

Tapi Che Gun terus melahap makanannya dengan rakus dan berkata kalau ini adalah pertama kalinya dia makan enak sejak Dae Gil pergi. Baginya terlalu merepotkan untuk masak jadi selama ini dia cuma makan ikan, kelinci dan sejenisnya.

Dae Gil menawari Che Gun untuk tinggal di sini saja kalau dia tidak punya tempat tinggal. Seol Im setuju tapi Tuan Nam langsung batuk-batuk canggung. Melihat reaksi Tuan Nam, Che Gun mengklaim kalau dia punya rumah sendiri.


Tapi melihat Dae Gil dan Seol Im duduk bersisian, Che Gun langsung menggoda mereka "Wah, kau cepat sekali, yah? Kau langsung mendapatkan seorang gadis begitu turun gunung"


Mereka saling bercanda tawa sementara Hong Mae diam-diam mengawasi mereka dari kejauhan. In Jwa memerintahkannya untuk melihat kalau-kalau mereka melakukan sesuatu yang mencurigakan. Tapi menurut pengamatan Hong Mae, tidak ada yang mencurigakan.


Jin Ki lewat sebentar untuk melihat wajah Eui Ryang sesuai perintah In Jwa. Sementara Moo Myung masuk ke biro kepolisian sesuai perintah In Jwa. Dia melihat tempat itu sepi. Saat seorang petugas menghampirinya, Moo Myung pura-pura salah masuk tempat lalu pergi.


Dia lalu ke gibang untuk mengawasi pertemuan para menteri, tapi dia melihat mereka cuma minum-minum tanpa ada sesuatu yang mencurigakan. Dia lalu menanyakan Hwang Gu pada salah satu gisaeng. Gisaeng itu memberitahunya bahwa Hwang Gu sudah pergi sedari tadi.


Hwang Gu tiba di sebuah tempat. Para pembawa tandunya lalu pergi meninggalkannya sementara Hwang Gu menunggu kedatangan seseorang untuk menyerahkan lukisannya In Jwa.

Ketiga anak buah In Jwa kembali untuk melaporkan hasil pengamatan mereka. Moo Myung melapor tidak ada sesuatu yang tampak mencurigakan. Laporan Hong Mae pun sama, dia cuma melihat Dae Gil dan yang lain bercanda tawa.


In Jwa mengeluarkan bunga azalea yang juga disebut bunga cheokchokhwa. Legenda mengatakan bahwa saat kaisar Dinasti Qing kehilangan kerajaannya di tangan pemberontak, kaisar berubah menjadi burung tekukur. Karena itulah bunga azalea ini adalah simbol air mata darah raja.


Jin Ki menilai Jeong Eui Ryang itu tidak sehat. Tapi In Jwa memberitahunya bahwa orang itu pemberontak Jeong yang akan menghancurkan Dinasti Lee. Karena itulah dia memerintahkan Jin Ki untuk membunuh Jeong jika dia melihat Jeong hendak mengkhianatinya. Tapi jika malam ini dan Eui Ryang bekerja sama maka mulai besok, Joseon akan terjungkir balik.


In Jwa mengikuti instruksi Eui Ryang untuk mengikuti aroma bunga pada jam minum-minum. Dia memetik bunga di jalan, menjatuhkannya lalu pergi. Setelah dia pergi, bunga itu dipungut oleh seseorang. In Jwa pergi ke suatu tempat.


Tapi di sana, ternyata dia dijebak oleh Dae Gil dan seketika itu pula beberapa pengawal kerajaan muncul mengepungnya.


Jin Ki pun sama. Saat mencari Che Gun, dia dikepung oleh Che Gun dan Pangeran Yeoning yang membawa beberapa pasukan. Sementara Hwang Gu ditangkap oleh kasim kembar dan lukisannya disita.

Flashback,


Saat Raja memerintahkan Dae Gil dan Pangeran Yeoning untuk menangkap In Jwa, Dae Gil memberitahu Raja bahwa dia pernah melihat pemberontak Jeong yang waktu itu bertemu dengan In Jwa dan mereka berdua sepakat untuk bertemu di tempat dan waktu yang sudah mereka tentukan. Karena itulah, Dae Gil mengusulkan sebuah rencana jebakan untuk menangkap In Jwa dan Eui Ryang.

Kembali ke masa kini,


Rencana Dae Gil akhirnya sukses dalam menangkap In Jwa dan anak-anak buahnya. Sayangnya, Eui Ryang berhasil kabur.

Saat Che Gun melaporkan penangkapan ini pada Raja, pertanyaan pertama yang Raja ajukan adalah bagaimana ekspresi In Jwa "Apa dia kelihatan tenang?"

Dae Gil dan Pangeran Yeoning mengunjungi In Jwa di penjara. Tapi In Jwa masih bersikap sombong seperti biasanya bahkan menolak simpatinya Dae Gil. Pangeran Yeoning memberitahunya bahwa mereka akan diadili besok begitu matahari terbit dan bertanya apakah In Jwa ingin mengatakan sesuatu sebelum itu. In Jwa hanya bertanya apa sebenarnya kejahatan yang mereka dituduhkan padanya.

"Itu adalah sesuatu yang akan membuatku berjaga semalaman karena banyak sekali kejahatan yang harus kudaftar," jawab Pangeran Yeoning. Lalu sambil tersenyum geli Pangeran Yeoning menambahkan, "Tempat ini cocok untukmu, sampai bertemu besok."




Moo Myung cemas apa yang harus mereka lakukan sekarang. In Jwa tetap santai, dia yakin pasti akan jalan keluar bahkan sekalipun langit runtuh.


Di luar, Che Gun memberitahu mereka untuk selalu waspada karena Jin Ki bisa saja melarikan diri dari penjara sesuka hatinya. Pangeran Yeoning yakin itu tidak akan terjadi karena In Jwa masih belum menyerah. Pangeran Yeoning lalu pamit pergi.

Che Gun bertanya apakah sekarang Dae Gil senang melihat In Jwa sudah dipenjara. Dengan mendesah, Dae Gil mengaku bahwa Che Gun memang benar. Jika tujuan hidupnya adalah balas dendam pada In Jwa, sekarang dia merasa sangat kesepian dan kosong.


Teringat ucapan ambigu Che Gun dulu saat dia berkata bahwa Dae Gil mirip seseorang, Dae Gil sekarang penasaran. Apakah sejak awal Che Gun tahu siapa dia?

"Apa itu penting? Jika ada satu hal yang kusadari saat aku mengajarimu adalah bahkan sekalipun bukan aku, aku tahu pada akhirnya kau akan berakhir di sini. Itu saja yang penting, jadi jangan terlalu memikirkannya. Lagipula tidak akan ada yang berubah"


Setelah Che Gun pergi, Dae Gil melihat langit berbintang, "Ayah, aku melakukan hal yang benar, kan?"


Hong Mae mendapat kabar penangkapan In Jwa dari anak buahnya. Choi Sukbin pun mendapatkan kabar ini dari dayangnya. Dan kabar itu dengan cepat menyebar sampai kepada para menteri juga.


Sementara itu, Pangeran Yeoning tengah mengadili In Jwa dan anak-anak buahnya. Jin Ki dia adili atas tuduhan melarikan diri dari penjara dan percobaan pembunuhan. Moo Myung atas tuduhan intimidasi, pemerasan dan ancaman. Hwang Gu yang bernama asli Jeong Young Sun atas tuduhan penyuapan dan pengkhianatan.

Sedangkan In Jwa daftarnya lebih panjang. In Jwa dituduh atas pembunuhan, penyuapan, pelanggaran moral masyarakat, korupsi, penghinaan pada Putra Mahkota dan merencanakan pemberontakan dengan seorang pemberontan. In Jwa tetap santai menanggapinya, dia bahkan punya penjelasan atas setiap tuduhan yang Pangeran Yeoning sebutkan.


Dia mengklaim bahwa semua tuduhan yang Pangeran Yeoning sebutkan, sama sekali tidak ada buktinya. Dia tidak membunuh semua orang itu (karena dia memang tidak membunuh dengan tangannya sendiri). Pangeran Yeoning juga tidak punya bukti kalau dia menyuap orang dan tidak bisa menunjukkan siapa saja yang dia suap.

Dia mengklaim ada jauh lebih banyak orang yang melakukan pelanggaran sosial di masyarakat seperti berjudi dan lain sebagainya. Dia menyangkal penghinaan pada Putra Mahkota dan mengklaim kalau dia cuma memberi Putra Mahkota nasehat karena Putra Mahkota adalah muridnya dalam permainan baduk.

Sementara untuk tuduhan merencanakan pemberontakan dengan pemberontak Jeong, In Jwa mengklaim kalau dia sebenarnya ingin menangkapnya dan membawanya pada raja. Pangeran Yeoning marah.


Tapi tepat saat itu juga, Raja tiba. Ia langsung merampas daftar kejahatan In Jwa yang Pangeran Yeoning buat, membuangnya jauh-jauh dan bertanya siapa sebenarnya si pemberontak Jeong itu. In Jwa dengan gaya kurang ajarnya mulai menyebutkan berbagai macam orang yang bermarga Jeong dan berkata bahwa akan butuh waktu semalaman untuk mendata semua Jeong yang tersebar di delapan kota.

"Dalam 2 hari waktu siang, penggal kepalanya!" perintah Raja. Ia menyatakan bahwa penjahat yang merencanakan pemberontakan, tidak perlu melalui proses peradilan terlebih dulu.


Beberapa menteri pendukung In Jwa, berusaha membela In Jwa dan mengklaim kalau In Jwa tidak melakukan pemberontakan. Kim Chang Jib membela Raja dan menuduh para menteri pendukung In Jwa, bersekongkol dengan In Jwa.

Seorang menteri lain bernama Kim Il Kyung, dengan penuh keberanian menyatakan kalau In Jwa tidak melakukan pemberontakan. Dia mengklaim bukan pemberontakan namanya jika tidak ada pedang yang terhunus dan In Jwa tidak pernah menghunus pedang.

Dia bahkan mengklaim kalau lukisan ikan berstempel Moo Shin itu cuma sebuah gambar yang tak ada maknanya. Dan bahkan sekalipun ada makna dalam lukisan itu, mereka kan tidak tahu siapa yang menggambarnya.


Raja langsung mengamuk sampai menjungkirbalikkan meja. "Apa pentingnya ini pemberontakan atau tidak? Aku telah memberi perintah! Aku! Kalian seharusnya mencari pemberontak Jeong. Tapi lihatlah apa yang kalian bicarakan di sini. Dalam dua hari waktu siang, si penjahat akan dihukum mati. Sebaiknya bergerak sekarang jika kalian ingin menghindari konsekuensinya!"


Raja lalu pergi dengan mengajak putra kesayangannya, Pangeran Yeonryung. Tiba-tiba Raja tampak oleng sesaat. Tapi dia cepat sadar dan bisa berjalan tegak kembali.


Di luar, Raja menyuruh Pangeran Yeonryung untuk memijatnya. Pangeran Yeonryung mengaku bahwa dia sudah mendengar tentang Baek Dae Gil karena banyak orang yang membicarakannya. Pangeran Yeonryung penasaran ingin tahu tentang Dae Gil karena dia mendengar kalau Dae Gil itu penjudi, muridnya Che Gun dan dia pula yang semalam menangkap In Jwa. Tapi Raja berkata kalau Dae Gil itu tidak penting dan Pangeran Yeonryung tidak perlu memikirkannya.


Yeon Hwa datang menemui Dae Gil dengan membawa beberapa peti uang bagiannya Dae Gil dari beberapa kasino yang berhasil Dae Gil kuasai. Yeon Hwa meminta maaf karena telah salah menuduh Dae Gil sebagai pembunuh ayahnya dan berjanji akan membalas budi Dae Gil.


Pangeran Yeoning menginterogasi Kim Il Kyung dan bertanya apa alasan Il Kyung membantu In Jwa. Il Kyung beralasan kalau dia cuma bicara kebenaran. Saat Pangeran Yeoning mengomentari ketamakannya, Il Kyung langsung membalikkan kalimat itu kembali pada Pangeran Yeoning, menuduh Pangeran Yeoning tamak karena ingin menguasai tahta.

Il Kyung mengaku bahwa dia tetap mendukung Putra Mahkota walaupun Putra Mahkota tidak punya penerus dan tidak sehat. Karena dia tidak mau melihat Pangeran Yeoning yang merupakan putra seorang dayang rendahan, duduk di atas singgasana. Dia tidak mau istana ini dikotori oleh orang rendahan seperti Pangeran Yeoning.


Choi Sukbin pergi menemui In Jwa di penjara. Begitu melihat wajah pucat Choi Sukbin, In Jwa langsung mengomentarinya. Apalagi saat Choi Sukbin tiba-tiba batuk-batuk, In Jwa dengan entengnya berkata kalau hidup Choi Sukbin sepertinya tidak akan lebih lama daripada hidupnya yang akan berakhir 2 hari lagi.

"Apa anda masih punya waktu untuk disia-siakan dengan jangka hidup anda yang pendek?"

"Apa maksudmu sia-sia. Hanya dengan melihatmu dipenjara saja, aku merasa sembuh kembali."

In Jwa langsung bangkit dan menyatakan kalau dia pasti akan keluar dari sini hidup-hidup "Kau lihat saja dari dunia lain sana. Kedua putramu akan menghubus pedang pada jantung satu sama lain. Akan kupastikan itu akan terjadi."

"Yi In Jwa, kau tidak ada bedanya dengan binatang. Kedua putraku bukan binatang."

Choi Sukbin bersumpah bahwa dia pasti akan menyaksikan sendiri saat-saat In Jwa dipenggal dan dia akan tersenyum saat itu terjadi. In Jwa hanya menanggapinya menantang Choi Sukbin sambil tertawa geli. Setelah Choi Sukbin pergi, In Jwa menyuap seorang penjaga penjara dengan iming-iming uang banyak supaya si penjaga mau membantunya mendapatkan kertas dan tinta.


Hong Mae kedatangan tamu, si penjaga penjara yang barusan disuap In Jwa untuk mengantarkan pesan pada Hong Mae.


Sementara itu, Il Kyung menemui para menteri soron karena dia tahu kalau mereka berniat untuk memutuskan hubungan dengan In Jwa.


Dalam flashback, ternyata Il Kyung disuap oleh In Jwa yang berjanji akan memberikan segalanya jika Il Kyung membantunya keluar dari penjara hidup-hidup. Dia bahkan berjanji akan memberikan pemberontak Jeong, pemimpin pemberontakan tahun 1697.


Il Kyung mengusulkan pada para menteri soron untuk mengubah rencana. Sesaat kemudian, anak-anak buahnya Hong Mae masuk membawa masing-masing satu peti kecil berisi emas untuk para menteri. Semua emas itu adalah uang suap dari In Jwa. Tapi para menteri itu tampaknya tidak puas.


Hong Mae lalu mengirim surat untuk In Jwa mengabarkan bahwa emas-emas itu tidak berhasil. Bahkan sekalipun dia memberikan emas paling murni sedunia, tetap saja tidak akan berhasil. "Aku memberi mereka cukup banyak untuk mereka nikmati seumur hidup mereka, tapi mereka berbalik dariku dan mengacuhkanku. Dan... aku sebenarnya tidak mau mengatakan ini. Aku juga butuh hidup, aku harus mengambil alih kasinoku."

Dalam flashback, Hong Mae ternyata membagi-bagikan emasnya pada para penjudi tapi mereka tampak tak puas. Saat dia berpapasan dengan beberapa bangsawan, dia menyapa mereka. Tapi mereka acuh padanya, dan lebih memilih menyapa Yeon Hwa yang menyapa. Kasinonya jadi sepi, karena itulah dia memutuskan untuk berpaling dari In Jwa.


In Jwa marah. "Menarik sekali. Saat kau dipenjara. Mana kartu yang harus kau simpan dan mana yang harus kau buang, jadi kelihatan jelas."


Malam itu, Yeon Hwa ikut makan malam di rumah Dae Gil. Melihat mereka enak makan, Dae Gil langsung protes karena di rumah ini hanya dia seorang yang bekerja. Tuan Nam tidak terima. Che Gun memberitahunya bahwa mulai besok dia akan masuk istana untuk bekerja.

Dae Gil lalu pergi menemui In Jwa karena dia ingin mengajukan pertanyaan penting sebelum In Jwa dihukum mati tentang kenapa In Jwa membunuh ayahnya.


Saat dia datang, In Jwa berusaha memprovokasi Dae Gil dengan mengingatkannya bahwa dia dibuang ibunya sementara adiknya terlahir sebagai pangeran dan menjalani kehidupan priyayi "Apa kau tidak merasa semua itu tidak adil?"

Sayang, rencananya gagal karena Dae Gil bersikeras menyatakan tidak akan pernah memihak In Jwa. Awalnya dia ingin sekali mengutuki In Jwa, tapi sekarang dia sudah dewasa. Tidak menyerah begitu saja, In Jwa mengklaim bahwa dia masih punya satu kartu tersembunyi.


"Dia masih hidup. Ayahmu. Baek Man Geum masih hidup" (Hah?)

Saat Dae Gil tak mempercayainya dan menuduhnya sudah gila, In Jwa menyuruh Dae Gil untuk mengeceknya langsung ke kuburan ayahnya dan melihat dengan mata kepalanya sendiri apakah ada mayat ayahnya di sana atau tidak "Cepatlah, aku akan mati setelah satu hari lagi. Dan setelah itu, kau tidak akan pernah bisa menemukan ayahmu, Baek Man Geum"


Dae Gil langsug buru-buru pulang untuk mengambil cangkul lalu pergi lagi mengacuhkan semua orang yang menatapnya dengan bingung. Cemas, semua orang menyusulnya dan tercengang melihat Dae Gil tengah menggali kuburan ayahnya.

Flashback,


Dae Gil marah dan tak percaya omongan In Jwa. Tapi In Jwa mengingatkan Dae Gil bahwa hanya dia satu-satunya orang yang selalu jujur pada Dae Gil "Yang benar-benar ingin mau menjadi harimau hebat dan menjalani hidup sesuai takdirmu, adalah aku, Yi In Jwa. Selamatkan aku. Maka aku akan mempertemukanmu dengan ayahmu, Baek Man Geum."

Kembali ke masa kini,


Mengacuhkan protes Tuan Nam, Dae Gil pun mulai membuka tutup peti mati ayahnya dan terbelalak.. Sementara di penjara, In Jwa bergumam "Baek Dae Gil, hanya kau satu-satunya yang bisa menyelamatkanku. Selamatkan aku. Aku menyuruhmu untuk menyelamatkanku, Yi In Jwa."

EPISODE 17
 Dae Gil membongkar kuburan Baek Man Geum dan seperti yang dikatakan In Jwa, di dalam kuburan tersebut tidak ada apa-apa. Kuburan itu ternyata kosong. Mata Dae Gil memerah menahan emosinya dan dia kemudian berteriak keras untuk meluapkannya. Tuan Nam tak percaya dengan apa yang dia lihat. 

“Dimana ayahmu, Baek Man Geum?” tanya Tuan Nam dan Dae Gil tak menjawab, dia hanya menangis histeris. 

Flashback!
In Jwa menyuruh Dae Gil untuk membuka peti mati Man Geum dan di dalam sana Dae Gil akan menemukan kebenarannya.
Flashback End!



Dae Gil membuka peti dan disana Dae Gil menemukan sebuah amplop yang berisi sebuah surat. Dae Gil membacanya dan setelah membaca surat itu, Dae Gil terlihat tambah emosi.


Dae Gil menemui Hong Mae dan bertanya tentang Man Geum. Hong Mae pun mulai mengingat kembali kejadian pada malam itu. Ketika Dae Gil meninggalkan Man Geum, Hong Mae membawanya dan diberikan pada In Jwa. 

Melihat mayat Man Geum, Dam Seo terlihat tak tega dan merasa bersalah, jadi dia pun memilih pergi. In Jwa kemudian menyuruh Mo Myung untuk memakamkan Man Geum di tempat yang terang. Karena urusannya sudah selesai, Hong Mae pun pamit pulang. 

Karena hanya itu yang dia tahu, jadi hanya sampai itu sajalah yang Hong Mae ceritakan pada Dae Gil dan itu belum menjawab pertanyaan Dae Gil.

Tuan Nam bersama Che Gun, Yeon Hwa dan Seol Rim sudah berada di depan rumah tabib. Tuan Nam berkata kalau waktu itu mereka yakin Man Geum sudah meninggal. Dia sangat yakin kalau semua itu pasti perbuatan In Jwa. 


Flashback!
Mo Myung menutup kembali mayat Man Geum dan tiba-tiba In Jwa berkata, tunggu. In Jwa membuka kembali penutup mayat Man Geum dan kemudian mengecek denyut nadinya. Setelah mengecek denyut nadi dipergelangan tangan ManGeum, In Jwa langsung tertawa. Ternyata saat itu Man Geum belum meninggal, dia masih hidup dan In Jwa pun membawanya ke tabib untuk diperiksa dan diobati.  Setelah Man Geum mendapat pengobatan, In Jwa merobek catatan tentang Man Geum di buku si tabib dan sobekan itulah yang ditinggalkan In Jwa di dalam peti mati Man Geum. 

Flashback End!



Tuan Nam dan kawan-kawan membawa sobekan kertas yang diletakkan di peti mati Man Geum dan ketika di cocokan pada buku catatan kesehatan, si tabib pun jadi ingat pada Man Geum. 

“Ah, aku ingat sekarang. Dulu ada pasien terluka  karena anak panah,” ucap si tabib.

“Apa yang terjadi padanya?” tanya Dae Gil yang tiba-tiba muncul.

“Ajaibnya dia selamat,” jawab  si tabib dan akhirnya mereka benar-benar yakin kalau Man Geum masih hidup. Yeon Hwa lalu bertanya apa yang terjadi pada Man Geum setelah itu. 

Si tabib kemudian bercerita kalau beberapa hari kemudian, Man Geum hilang, padahal dia belum sadarkan diri. Si tabib pun yakin kalau ada yang sudah mengambilnya. 

“Pasti Yi In Jwa,” tebak Dae Gil. 


“Kau yakin pasien itu masih hidup?” tanya Che Gun.

“Masih hidup? Tentu saja,” jawab si tabib dengan yakin. Setelah mendengar jawaban si tabib, Dae Gil pun langsung pergi. Tuan Nam hendak mengejarnya namun di cegah oleh Che Gun. 



Di ruangannya, Pangeran Yeoning teringat kembali pada ucapan Menteri yang tak ingin melihat anak pelayan naik takhta, karena dia tak ingin istana dikotori oleh orang semacam itu. Tepat disaat itu Sang Gil muncul dan memberitahu Pangeran Yeoning kalau Raja mencarinya. 


Di ruangannya, Raja terlihat frustasi dan dia bertanya apa Yeoning tahu kenapa dia tidak langsung membunuh In Jwa, malah mengulurnya sampai 2 hari. 


“Untuk memancing Jeong?” jawab Yeoning.

“Tapi, pikiranku berubah. Dia takkan terpancing,” jawab Raja dan kita kemudian beralih pada In Jwa. 


“Jeong takkan terpancing  tipuan Raja,” ucap In Jwa yang sudah menebak rencana Raja dan Hwang Gu juga berkata kalau Jeong bukanlah orang yang mudah di pancing. In Jwa lalu berkata kalau kemungkinan besar Raja sedang menguji dirinya. 

Kita kemudian diperlihatkan pada Hong Mae yang tak ingin mendengar nama Baek Myun lagi, karena dia sudah benar-benar merasa menderita karena In Jwa. 

“Dia mencari tahu tentang diriku. Aku kartu yang pantas dibuang atau dipertahankan?” ucap In Jwa tentang Jeong. Ya, apa yang di katakan In Jwa memang benar, karena si Jeong memang sedang mencari tahu tentang hal tersebut. 

“Berhubung dia belum bergerak...” ucap Jin Ki dan tak meneruskannya.  

“Berarti aku kartu yang  pantas dibuang... Atau dia masih gamang,” sambung In jwa.


Kita beralih pada Raja yang menyambung apa yang In Jwa katakan, “Dia punya ribuan pasukan. Karena itulah dia bisa kabur sampai sekarang. Dan bertahan hidup. Apa yang akan kau lakukan?”

“Dari pada mengejar dua kelinci dan kehilangan keduanya. Lebih baik menangkap yang ada di depanku,” jawab  Yeoning dan kemudian Raja memberinya Lencana Mobilisasi Pasukan. 

“Kelima devisi pasukan kerajaan. Semua ada di tanganmu. Pemberontak sudah mengangkat  pedangnya. Mereka pantas dihukum,” perintah Raja dan Yeoning menyanggupinya. 


Keluar dari ruangan Raja, Yeoning langsung dihampiri oleh Lee Gun Myung, Yi Yi Myung dan Kim Chang Jib. Dia memberitahu mereka semua kalau dia diberi Lencana Mobilisasi Pasukan dari Raja. 


Dae Gil sedang jalan sendirian dan terngiang pada ucapan si tabib kalau Man Geum masih hidup. Tiba-tiba terdengar suara yang mengatakan, “Jawabanmu sangat penting.”

“Siapa itu?” tanya Dae Gil karena orang itu berkata tanpa memperlihatkan dirinya. 

“Semua pedagang, pemilik Rumah Judi bahkan Dam Seo semua meninggalkan Yi In Jwa,” ucap pria itu dan masih bersembunyi. 

“Aku tanya siapa kau.”


“Tapi, umur panjang lebih berharga dari ratusan pasukan. Akan kudengar keputusanmu. Kau akan bergabung dengan Lee In Jwa?” tanya orang misterius dan Dae Gil diam-diam mendekati sumber suara, namun Dae Gil kalah cepat. Ketika dia sampai ke sumber suara, orangnya sudah tak ada. Disana hanya ada bunga yang pernah Jeong berikan pada In Jwa. 

Di penjara, In Jwa berkata kalau Jeong pasti akan bertanya pada Dae Gil dan Jeong akan bergerak sesuai jawaban Dae Gil, apa dia mau menyelamatkan In Jwa atau tidak. Jin Ki kemudian mengeluh karena menteri dari fraksi Soron tidak muncul sama sekali, padahal selama ini mereka banyak menerima suap dari In Jwa. Dengan santai In Jwa berkata kalau para menteri juga pasti merasa putus asa, karena setelah In Jwa yang mati maka giliran mereka yang mati. 


Putra Mahkota ingin menemui In Jwa, namun menteri dari Fraksi Soron melarang, karena itu akan membahayakan Putra Mahkota sendiri. Dari pada menemui In Jwa, Il Joo menyarankan agar Putra Mahkota  meyakinkan Raja untuk melepaskan In Jwa. Mendengar Il Joo dan temannya mendukung In Jwa di hadapan Putra Mahkota, Il Kyung pun terlihat bingung. 


Setelah menemui Putra Mahkota, Il Kyung bertanya pada Il Joo dan temannya, kenapa ucapan mereka jadi berubah. Karena sebelumnya mereka sepakat untuk melawan In Jwa. 

“Masalah ini menyangkut seluruh  fraksi Soron! Kami tak bisa hanya mengikuti  saranmu!” ucap Il Joo marah dan langsung keluar di ikuti para menteri yang lain. 


Pangeran Yeoning bertanya pada Chang Jib dan kawan-kawan tentang pendapat mereka mengenai Lencana itu. Chang Jib menjawab kalau itu adalah sebuah kekuatan militer untuk menangkap pemberontak. 

“Bukan. Sebelum itu, kabar burung  akan menyebar,” ralat Pangeran Yeoning dan Chang Jib tak mengerti perkataannya. “Iya... Tidak ada yang lebih cepat  dari kabar burung.”

Chang Jib melihat fraksi Soron yang baru selesai rapat. Dia kemudian teringat kata-kata Pangeran Yeoning, “Sampai hukuman dilakukan, kita  harus tenang di Istana.”

“Sampai para tikus di Istana menunjukkan ekornya... kami harus menunggu,” gumam Chang Jin.


Dae Gil pergi ke penjara untuk menemui In Jwa, tapi karena itu sudah larut malam, para penjaga pun tak memperbolehkan Dae Gil masuk. Tepat disaat itu Pangeran Yeoning muncul dan setelah mendengar alasan Dae Gil ingin bertemu In Jwa yaitu untuk bertanya tentang Man Geum yang katanya masih hidup, pangeran Yeoning pun membantunya masuk ke penjara.  Pangeran Yeoning kemudian membiarkan Dae Gil bicara dengan In Jwa dan dia sendiri memilih pergi, dia tak mendengarkan pembicaraan mereka. 


Dae Gil meminta In Jwa menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi. In Jwa pun akhirnya memberitahu kalau disaat Dae Gil mendatanginya, saat itu Man Geum sudah ada bersama In Jwa. 


“Saat kau datang untuk bertanya kenapa aku membunuhnya. Baek Man Geum berbaring di tempat itu,” ucap In Jwa dan Dae Gil bertanya dimana Man Geum sekarang. 

“Kalau belum mati, kenapa dia tidak muncul?” tanya Dae Gil.

“Baek Man Geum juga ingin  kau menjadi raja. Awalnya dia tidak setuju,” ungkap In Jwa.



Flashback!
Setelah Dae Gil pergi, Man Geum sadar dan In Jwa menyuruhnya untuk pura-pura mati dan membuat perjanjian dengannya. In Jwa berjanji akan menjadikan Dae Gil seorang Raja. 
Flashback End!


Begitu dia tahu rencana hebatku,  dia menjadi setuju. Dia tahu rencanaku,” ucap In Jwa dan Dae Gil tak mempercayainya, karena dia sangat yakin Man Geum tidak akan membuang Dae Gil dan memihak pada In Jwa. 

“Baek Man Geum tahu semua kebenarannya. Dia tahu bahwa kau adalah  anak Sukbin dan raja. Dia tahu kau keturunan darah biru. Karena itu, demi membuatmu menjadi raja dia rela melepas status  sebagai ayahmu. Waktunya sudah tiba. Waktu untukmu mengangkat pedang.  Bukan demi aku, tapi demi Joseon. Demi rakyat,” bujuk In Jwa dan Dae Gil bertanya dimana Man Geum sekarang. In Jwa menjawab kalau sekarang Man Geum berada di tempat dimana hidupnya tergantung pada perintahnya. In Jwa kemudian bertanya apa yang akan Dae Gil lakukan sekarang. 


“Jika ayahku terluka,  kau akan membayarnya. Aku akan membunuhmu sebelum kau sempat dihukum,” ucap Dae Gil geram.

“Kalau begitu, bergeraklah. Hanya kau yang bisa menyelamatkanku,” ucap In Jwa.


Dae Gil keluar dari penjara dengan tatapan sedih, dia teringat perkataan In Jwa kalau hanya dia yang tahu dimana Man Geum. Tepat disaat itu Yeoning muncul dan bertanya apa yang akan Dae Gil lakukan. 

“Aku tanya apa kau akan menyelamatkan Lee In Jwa. Lee In Jwa menipumu. Kalau ayahmu masih hidup, kenapa dia tidak muncul? Lee In Jwa cuma omong kosong. Tidak ada bukti dan saksi,” ucap Pangeran Yeoning dan Dae Gil seperti teringat sesuatu. Tanpa mengatakan apapun, Dae Gil langsung berlari pergi. Pangeran Yeoning langsung memanggil Sang Gil dan menyuruhnya untuk mengikuti Dae Gil. 



Ternyata Dae Gil pergi ke kuil untuk menemui Dam Seo. Dia bertanya tentang Man Geum yang ternyata masih hidup. Mendengar itu Dam Seo terlihat kaget karena dia melihat sendiri mayatnya. Dae Gil mengatakan kalau Man Geum memang masih hidup karena peti yang ada di kuburan itu ternyata kosong, selain itu mata In Jwa tak menunjukkan kebohongan saat mengungkap semua itu. 

“Guru, kau merahasiakan ini dariku? Aku sangat menderita  karena kematiannya,” ucap Dam Seo dalam hati. 

“Katakan padaku,  kira-kira dimana dia?” tanya Dae Gil. 

“Jangan bilang, guru  memanfaatkannya untuk...,”tebak Dam Seo dan Dae Gil berjanji tidak mau lagi kehilangan ayahnya apalagi karena rencan busuk In Jwa. 

“Hanyang ada di tangan guru. Takkan ketemu dengan  cara seperti ini,” ucap Dam Seo.

“Tidak, akan kutemukan. Meski harus mengobrak-abrik Hanyang,” jawab Dae Gil dengan yakin dan Dam Seo memberi sebuah nasehat untuk Dae Gil, dia meminta Dae Gil untuk tidak pernah memihak pada In Jwa. 

“Kau tak perlu menanggungnya lagi. Perasaan bersalah pada ayahku. Aku juga akan melupakan semuanya,” ucap Dae Gil dan pergi. Saat sendirian, Dam Seo bersyukur karena ayah Dae Gil masih hidup. 


Di rumah Dae Gil menceritakan apa yang terjadi pada Tuan Nam dan yang lain. Seol Rim berkata kalau mereka semua ada di pihak Dae Gil, jadi apapun keputusan Dae Gil maka mereka akan mendukungnya. Che Gun lalu mengeluarkan plakat penyelamat yang diberikan Raja padanya. Itu adalah plakat yang diberikan Raja ketika  Che Gun berpura-pura menjadi penyelundup dan hendak membunuh Raja. 


“Plakat Penyelamat ini diberikan oleh raja. Pasti bisa untuk mengeluarkan Lee In Jwa,” ucap Che Gun.



Kita beralih pada Pangeran Yeoning yang sedang menemui Sukbin. Dia memberitahu sang ibu kalau dia menerima Lencana Mobilisasi Pasukan. 

“Ibu khawatir padaku?” tanya Pangeran Yeoning. 

“Kita tak tahu apa yang akan  para binatang itu di Istana,” ucap Sukbin dan Yeoning memintanya untuk tidak khawatir. 

“Ibu khawatir pada kakak?” tanya Yeoning karena melihat ekspresi khawatir Sukbin. “Besok kami akan kemari bersama,” janji Yeoning. 

“Terima kasih, Yeoning.’


Keluar dari kamar Sukbin, Sang Gil sudah menunggunya dan Yeoning bertanya ada berita apa. Sang Gil pun menjawab kalau Dae Gil menemui Dam Seo di sebuah kuil, fraksi Soron mendiskusikan rencana seperti biasa dan pemilik rumah judi akan ditahan sampai hukum mati dilaksanakan. 

“Kalau begitu, semua sudah siap. Apa sudah saatnya memakai ini?” tanya Yeoning pada dirinya. 



Yeoning kemudian menemui Putra Mahkota di kamarnya dan mengatakan permintaannya pada Putra Mahkota. Kita kemudian beralih pada Sang Gil yang mendatangi frakasi Soron bersama para prajurit. Dia membubarkan pertemuan mereka. Yeoning lalu berkata kalau Raja sudah memberi titah dan kemudian dia menunjukkan Lencana Mobilisasi Pasukan yang diberikan Raja. 

“Raja telah memerikan kuasa atas  kelima devisi pasukan kerajaan. Raja ingin aku memastikan Lee In Jwa dihukum mati. Itulah titahnya. Meski harus melibatkan militer. Siapapun yang terlibat dengan Lee In Jwa. Siapapun yang mengenal Jeong. Takkan bisa menghentikan hukuman mati Lee In Jwa. Kabar burung sudah menyebar. Tangan dan kaki para pemberontak sudah terikat,” ucap Yeoning dan Putra Mahkota langsung protes karena menurutnya, In Jwa tidak disidang secara adil. Semua itu hanya keputusan sepihak Raja. 

“Lee In Jwa seorang pemberontak. Yang mulia. Sampai hukuman dilaksanakan,  anda tak boleh terlibat. Apalagi menawarkan bantuan,” ucap Yeoning dengan tegas. 


“Kau berani mengancamku?”

“Akan kupertaruhkan nyawaku, demi untuk menasehati pangeran setulus hati. Yang mulia. Besok... kejahatan Lee In Jwa akan dihentikan,” ucap Yeoning dan keluar.


Di luar, semua pimpinan pasukan langsung berlutut pada Yeoning. “Mulai saat ini sampai waktu penghukuman Lee In Jwa tiba. Aku, Yeoning, akan mengambil alih pasukan. Dengar baik-baik. Lindungi putra mahkota dengan nyawa kalian.Kalian mengerti?” perintah Yeoning dan semuanya langsung menyanggupi. 

“Tutup keempat gerbang. Jangan ada yang boleh masuk. Keamanan Euigeumbu akan diambil alih  oleh kantor wilayah Hansung. Tak seorangpun boleh masuk atau keluar,” perintah Yeoning. 

Dam Seo sudah siap pergi dengan menggunakan pakaian beraksinya. Baru dia keluar ruangan, dia sudah dihadang oleh Sang Gil dan prajurit lainnya. 


“Pangeran telah memerintahkan kami. Silahkan masuk,” ucap Sang Gil dan memberikan sebuah surat pada Dam Seo. 

“Aku mohon, jangan terlibat. Jangan membuatku menangkapmu,” isi surat Yeoning.


Yeoning kemudian menemui Dae Gil dan bertanya apa rencana Dae Gul dengan pedang itu, karena saat Yeoning datang, Dae Gil sedang memandangi pedangnya. “Kau ingin menyelamatkan Lee In Jwa?” tanya Yeoning. 

“Kalau itu? Kau akan melawanku?” tanya Dae Gil dan Yeoning menjawab iya jika hal itu memang harus dilakukan. “Adik mana yang mengacungkan pedang pada kakaknya?”

“Seorang adik yang jalannya dihalangi kakaknya,” jawab Yeoning dan Dae Gil memasukkan kembali pedangnya. Dia menyuruh Yeoning untuk tidak berpikir macam-macam. Yeoning pun bertanya apa rencana Dae Gil sebenarnya. 

Flashback!
Dae Gil ditanya oleh Jeong apa yang Dae Gil ingin kan. Apa dia mau menyelamatkan In Jwa atau tidak. Jeong membutuhkan jawaban Dae Gil segera. Bukannya menjawab, dia meminta Jeong menunjukkan wajahnya. 
Flashback End!


Dae Gil menceritakan hal tersebut pada Yeoning dan melihat ekspresi Yeoning, dia pun bertanya apa Yeoning tak percaya padanya. 

“Ayah yang kau kira sudah mati  ternyata masih hidup. Siapa yang tidak bimbang?” ucap Yeoning.

“Ayahku bukan orang lemah. Aku akan menyelamatkannya,” jawab Dae Gil. 

“Ibu ingin melihatmu. Besok datanglah ke Istana  pagi-pagi sekali. Ibu cuma ingin menyapa,” ucap Yeoning dan pergi. Setelah Yeoning pergi, Dae Gil melihat lencana milik Che Gun dan dia berjanji akan menyalamatkan ayahnya. 

Apa yang akan terjadi pada In Jwa? Apakah dia benar-benar akan di hukum mati? Tunggu kelanjutan ceritanya pada part selanjutnya. 

 Sukbin baru saja minum obat dan  dayang menyuruhnya untuk istirahat, namun Sukbin tidak mau. Dia berkata kalau dia tidak akan mati sampai In Jwa mati. Pangeran Yeoning menemui Raja dan menceritakan apa yang dia tahu. Di dalam penjara, In Jwa dan kawan-kawan hanya bisa terdiam meratapi nasib mereka yang akan di hukum mati besok.

“Baek Dae Gil... Jadi ini pilihanmu?” ucap In Jwa dalam hati. 



Paginya, Dae Gil dan Yeoning menemui Sukbin. Sukbin pun mengucapkan terima kasih karena Dae Gil sudah mau datang. Dia berkata kalau hari ini adalah hari terakhirnya In Jwa dan Yeoning menambahkan kalau eksekusinya akan di gelar beberapa jam lagi. 


“Lee In Jwa...Sebenarnya aku ingin melihatnya mati dengan mataku. Tapi, aku akan melihatnya  dari sini saja. Kalian berdua, dengarkan ucapan ibumu ini. Terus percaya dan membantu  satu sama lain. Kalian saudara, kan? Itu adalah ikatan yang paling  erat di dunia ini,” ucap Sukbin dan dalam hati dia berkata, “Jangan khawatir. Ibu akan terus mengawasi kalian. Meski sudah mati, ibu akan terus mengawasi kalian.”

Yeoning dan Dae Gil kemudian pergi untuk menyaksikan proses eksekusi In Jwa. Setelah keduanya pergi, dayang masuk dan berkata kalau hari ini Sukbin terlihat cantik sekali dan Sukbin tersenyum mendengarnya.


Di luar, Yeoning dan Dae Gil saling tatap dengan tatapan seolah-olah berkata, “inilah saatnya.” In Jwa dan kawan-kawan di bawa ke tanah lapang, mereka akan dieksekusi di hadapan umum, bahkan rakyat biasa juga diperbolehkan untuk melihat. Diantara mereka semua, kita melihat Jeong datang untuk menyaksikan proses eksekusi. 


“Nyawaku akan berakhir disini? Aku orang yang akan mengobrak-abrik Joseon. Apa hidupku cuma sampai sini?” tanya In Jwa dalam hati. 


Dae Gil maju dan hendak menghampiri In Jwa, namun dia dicegah prajurit. Dae Gil menoleh ke arah Yeoning dan Yeoning pun menyuruh si prajurit untuk membiarkan Dae Gil maju. Dalam hati Yeoning berkata kalu dia sangat percaya pada Dae Gil. 


“Baek Dae Gil, masih belum terlambat,” ucap In Jwa dalam hati ketika dia melihat Dae Gil di depannya. 

“Masih belum terlambat,” ucap Dae Gil dan dalam hati In Jwa bertanya-tanya apa sebenarnya yang menahan Dae Gil. “Hanya aku yang bisa menyelamatkanmu,” ucap Dae Gil dan dalam hati In Jwa meminta diselamatkan sekarang juga. “Karena itu, katakan dimana ayah?” tanya Dae Gil dan melihat para algojo yang terus mengayunkan pedang mereka. Dae Gil terlihat bimbang antara menyelamatkan In Jwa atau tidak, dia pun melihat lencana penyelamat yang diberikan Che Gun. 


“Hanya ada satu jalan yang bisa kau pilih. Menyelamatkan ayahmu dan aku,” ucap In Jwa dan tepat disaat itu Dae Gil melihat Man Geum diantara rakyat yang menonton. Namun Man Geum langsung pergi begitu saja dan itu membuat Dae Gil bertambah bingung.

Flashback!
“Baek Man Geum ada di tempat dimana nyawanya tergantung padaku. Apa keputusanmu?” ucap In Jwa saat dia masih berada di penjara.
Flashback End!


Dae Gil yang tadinya bingung, kemudian memperlihatkan senyum senangnya pada In Jwa dan itu membuat In Jwa ketakutan. “Selamatkan aku sekarang, supaya ayahmu selamat,” pinta In Jwa. 


“Berbohong sampai akhir. Begitulah dirimu,” ucap Dae Gil dan In Jwa terlihat bingung dengan apa yang dia dengar. “Tamat riwayatmu,” tambah Dae Gil dan dia kembali ke tempatnya semula. 

Mata Dae Gil kembali mencari keberadaan Man Geum, namun tak ketemu. Pangeran Yeoning kemudian mengumumkan agar eksekusi matinya dilaksanakan. 

“Lihat baik-baik! Ini bukanlah akhir. Aku, Lee In Jwa, tidak akan mati,” teriak In Jwa karena merasa tersudutkan dan dalam hati dia berkata, “Meski jadi hantu sekalipun, Joseon akan kuubah. Kalian semua akan melihatnya.”

Tepat disaat pedang hendak di tebaskan ke leher In Jwa, tiba-tiba seorang prajurit muncul dan meminta eksekusi untuk dihentikan. 

“Ada apa?” tanya Yeoning. 


“Yang mulia... Yang mulia Sukbin...,” ucap prajurit.


“Ibu kenapa?” tanya Yeoning mulai merasa ketakutan dan Dae Gil juga merasakan hal yang sama. Apa yang sebenarnya terjadi pada Sukbin. Ternyata dia meninggal dunia. Ketika dia duduk di tempat biasa, dia memejamkan mata dan meninggal. 


“Yang mulia Sukbin meninggal dunia,” jawab prajurit dan semua shock mendengarnya. Hanya In Jwa yang tertawa senang mendengar kabar tersebut. Melihat In Jwa tertawa, Dae Gil langsung berteriak agar algojo cepat memenggal In Jwa. 


“Hentikan! Yang mulia Sukbin mafat. Sampai pemakaman selesai, dilarang melakukan hukuman. Eksekusi mati tak bisa dilaksanakan,” ucap Il Joo dan ketika kembali kebarisan, dia berkata pada Il Kyung kalau In Jwa adalah orang yang tak mudah mati. 


In Jwa tertawa senang dan lega karena dia tak jadi mati. Dengan penuh emosi, Yeoning berteriak, “Mati kau, Lee In Jwa!” dan hendak menebas In Jwa dengan pedang, namun di cegah oleh Sang Gil. 

“Pangeran. Semua orang melihat,” ucap Sang Gil mengingatkan, namun Yeoning tetap emosi dan langsung menyingkirkan Sang Gil. Yeoning kembali hendak menebas In Jwa dan kali ini Dae Gil yang turun tangan untuk mencegahnya.


“Kalau bukan hari ini, maka besok. Kalau bukan besok, maka lusa. Lee In Jwa akan mati di tanganku,” janji Dae Gil dan Yeoning pun tenang. Dia langsung berlari menuju ibunya dan setelah menatap tajam ke arah In Jwa Dae Gil pun mengikutinya. Jeong juga ikut pergi dari tempat itu.


Semua prajurit dan dayang menangisi kepergian Sukbin. Yeoning dan Dae Gil berlari ke kamar Sukbin dan disana, Sukbin benar-benar sudah berbaring tak bernyawa. Melihat ibunya sudah tak bernyawa, Dae Gil pun teringat pada saat mereka pertama kali bertemu, saat Sukbin datang ketika Dae Gil dihukum, saat Sukbin meminta maaf dan juga yang tadi pagi, saat Sukbin meminta agar Dae Gil dan Yeoning terus saling percaya dan menolong. 


Mengingat semua itu, Dae Gilpun menitikkan air matanya, “Akhirnya aku bisa bertemu dengan ibu. Kita tak pernah tertawa bersama. Kenapa pergi secepat ini? Ibu...,” ucap Dae Gil dalam hati. 


Raja shock berat mengetahui Sukbin sudah meninggal, kondisi Raja pun terlihat sudah tak sekuat dulu. Dia terlihat lemah, untuk berdiri saja dia tak kuat. Di rumah, Dae Gil membuat upacara pemakaman sendiri untuk sang ibu.


Yeoning protes karena sebagai anak dia tak bisa memimpin pemakaman untuk ibunya. Semua itu karena menurut hukum, Yeoning adalah anak dari Ratu Inhyeon. Namun Yeoning tidak mau tahu, dia tetap ingin melakukan pemakaman untuk ibunya. Dia berteriak meminta diambilkan baju berkabung. Yeoning pun terus menangis dan menangis. 


Man Geum berjalan dengan pandangan sedih, dia kemudian mengangkat sedikit topinya dan melihat ke arah istana. “Pergilah dengan tenang. Kau banyak menderita karena  punya suami sepertiku. Aku benar-benar... minta maaf.  Maafkan aku,” ucap Man Geum dalam hati. 


Fraksi Noron melakukan pengajuan pada Putra Mahkota untuk tidak menunda eksekusi In Jwa, karena dia adalah penjahat yang sudah melakukan kejahatan besar. Il Kyung ikut bicara dengan mengatakan kalau Sukbin baru saja wafat jadi mereka tidak diperbolehkan untuk mengeksekusi orang. 

“Yang mulia, tidak baik menundanya. Lee In Jwa tidak boleh hidup meski....”

“Putra mahkota sudah mengambil keputusan,” potong Il Joo. 

“Hal ini menyangkut eksekusi kriminal! Putra mahkota tak berhak memutuskan,” ucap salah satu menteri dari fraksi Noron. Putra Mahkota sendiri hanya diam, dia bingung untuk memutuskan, di ruangan itu juga ada Pangeran Yeonryung yang juga hanya diam.


Tak lama kemudian Pangeran Yeoning masuk dan berkata kalau eksekusinya di tunda saja. Semua menteri dari Fraksi Noron kaget mendengarnya dan langsung menegur Yeoning. 

“Sebagai anak... Takkan kubiarkan... kematian ibu ternodai,” teriak Yeoning dan yang lain tak ada yang bisa membantah.


Jeong menemui Dam Seo di kuil dan ternyata itu bukan kali pertama dia datang menemui Dam Seo. Dia memberitahu Dam Seo kalau In Jwa berhasil selamat. 

“Aku ingin tahu apa  pikiranmu berubah,” tanya Jeong dan Dam Seo menjawab kalau rencananya takkan berubah. 

“Dengan tanganku sendiri...guru akan kubunuh,” ucap Dam Seo.

“Jangan membodohi dirimu sendiri. Pastikan saja sendiri. Hatimu dan hati gurumu  yang sesungguhnya,” ucap Jeong.


Malamnya Dam Seo langsung pergi ke penjara untuk menemui In Jwa. Sebelum menemui In Jwa, Dam Seo membeli kunci dari penjaga. 

“Bagaimana kabarmu?” tanya In Jwa ketika bertemu dengan Dam Seo. 


“Anda kelihatan berantakan,” ucap Dam Seo.

“Aku merasa malu. Jadi, kau kemari untuk membunuhku atau menyelamatkanku?” tanya In Jwa dan Dam Seo menjawab kalau dia datang untuk menyelamatkan In Jwa namun setelah itu In Jwa akan dia bunuh. Dam Seo kemudian mengulurkan kunci pada In Jwa dan berkata kalau itu adalah hal terakhir yang bisa dia berikan pada In Jwa.


In Jwa menggenggam tangan Dam Seo dan kemudian menyuruh Dam Seo pergi bersama kunci itu. In Jwa tak mau menerima kunci itu. 

“Kau ingin dianggap penjahat? Aku tak butuh bantuanmu, pergilah,” ucap In Jwa dan mendengar pernyataan itu, Dam Seo jadi teringat pada ucapan Jeong yang menyuruhnya untuk memastikan sendiri bagaimana hati Dam Seo sendiri dan hati In Jwa.


“Aku bilang pergi. Jika aku harus berkorban  untuk Joseon. Maka akan kulakukan. Tapi, jika aku harus membuat negara baru, demi mereformasi Joseon busuk ini maka akan kulalui jalan itu. Dam Seo, lalui jalanmu sendiri. Pergi dari sini!’ perintah In Jwa dan Dam Seo pun pergi. Setelah Dam Seo pergi, In Jwa terlihat berkaca-kaca, dia seperti ingin menangis. 


Dari kejauhan Jeong melihat Dam Seo keluar dari penjara sendirian. “Raja bertanggung jawab atas penderitaan anak itu,” ucap Jeong dalam hati.


“Baek Dae Gil dan...Yeoning..... Dia juga bertanggung jawab atas mereka,” sambung Jeong.


Raja memanggil Putra Mahkota dan bertanya apa yang Putra Mahkota pikirkan. Mengapa dia menunda eksekusi Lee In Jwa? Dan Putra Mahkota menjawab semua itu karena kematian Sukbin. Namun Raja terlihat tak terima dengan alasan itu. 

“Katakan dengan jujur...kenapa kau melindunginya. Itulah pertanyaanku,” tanya Raja. 

“Tolong bebaskan dia,” pinta Putra Mahkota.

“Apa?”

“Tolong selamatkan Lee In Jwa.”

“Kau tahu tujuan dia sebenarnya?” tanya Raja lagi dan Putra Mahkota menjawab kalau semua itu hanyalah kesalahpahaman. 


“Hari dimana ibu diasingkan...Hari dimana ayah mengusir ibu...Lee In Jwa menggenggam tanganku. Aku mengambil pion baduk. Kalau dapat putih, dia akan menyelamatkanku,” cerita Putra Mahkota dan Raja pun berteriak kalau dalam kantung itu tidak ada pion berwarna hitam.

“Kau sungguh tidak tahu dia menipumu dari awal?” tanya Raja lagi.

“Aku tahu! Aku tahu. Tapi, aku ingin bergantung padanya. Karena hanya dia yang  datang padaku. Aku ingin bergantung padanya.”

“Tutup mulutmu! Kau terperangkap niat busuknya. Sekarang kau tak bisa keluar,” ucap Raja emosi dan dia berdiri sambil sempoyongan. 

“Dia telah melindungiku. Dia memberiku kekuatan. Dia telah menjanjikan takhta padaku!” teriak Putra Mahkota dan Rajapun langsung mengeluarkan pedangnya. 


“Kau cari mati rupanya. Binatang itu sudah menguasaimu! Kau masih berani menyebut  dirimu putra mahkota... Kau sebut dirimu penerus? Akan kugorok leher Lee In Jwa..,” ucap Raja dengan penuh emosi sambil mengarahkan pedangnya pada Putra Mahkota. 


Tapi... setelah berkata dengan begitu emosinya, Raja tiba-tiba merasa pusing dan kemudian jatuh menimpa Putra Mahkota. Putra Mahkota pun terus memanggilnya, namun Raja tak bangun. 

Dari kutudrama.com (ini hanya copas dari kutudrama karena web postingan muncul peringatan berbahaya)

0 Comments: